BAB III BATASAN-BATASAN PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. PRINSIP-PRINSIP HUKUM DAN PENGATURANNYA DALAM
UNDANG-UNDANG PESEROAN TERBATAS
Beberapa doktrin-doktrin hukum yang dijadikan prinsip-prinsip hukum Perseroan Terbatas terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut:
a. Fiduciary duty
Doktrin Fiduciary duty merupakan salah satu prinsip yang terpenting dalam hukum Perseroan. Prinsip Fiduciary duty berlaku bagi Direksi dalam menjalankan
tugas dan fungsinya, baik selaku wakil perseroan terbatas atau memimpin perseroan terbatas. Dengan adanya prinsip ini terdapat suatu hubungan
kepercayaan antara Direksi dan Perseroan. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Fiduciary duty dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, adalah: 1.
Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa:
“ Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat 1.” Artinya Direksi wajib menjalankan
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menyebutkan: ” Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.”
Fiduciary duty adalah suatu doktrin yang berasal dari sistem hukum Common Law yang mengajarkan bahwa direktur dengan perseroan terdapat hubungan
fiduciary. Sehingga pihak direktur hanya bertindak sebagai seorang trustee atau agen semata-mata, yang mempunyai kewajiban mengabdi sepenuhnya dan dengan sebaik-
baiknya kepada perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menyebut dengan jelas-jelas diberlakukannya prinsip fiduciary duty ini, tidak juga dalam
memori penjelasannya, tetapi secara malu-malu kucing memberlakukan asas-asanya walaupun secara tidak penuh. Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagaimana
undang-undang di negara Eropa Kontinental lainnya, mempunyai organ komisaris yang selalu dapat mengawasi, bahkan memecat sementara para direktur.
90
b. Corporate Opportunity
Prinsip ini mengandung keutamaan dalam kepentingan Perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transakasi-transaksi yang dilakukan oleh Direksi
yang menimbulkan sebuah benturan kepentingan conflict of interest. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Corporate Opportunity dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah:
90
Munir Fuady Munir Fuady IV, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
1. Pasal 97 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menyatakan bahwa: “Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib dilaksanakan setiap
anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.” 2.
Pasal 99 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa:
Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila: a.
terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan.
c. Business Judgement Rule
Prinsip ini mengandung suatu hak yang berupa perlindungan bagi Direksi dalam menjalankan Perseroan, yakni tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara
pribadi atas tindakan yang telah dilakukan bila dapat membuktikan suatu tindakan yang dilakukan dengan jujur, itikad baik, dan tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Business Judgement Rule dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
adalah: 1.
Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan:
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
Universitas Sumatera Utara
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c.
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
2. Pasal 104 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 apabila dapat membuktikan: a.
kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b.
telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d.
telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. 3.
Pasal 114 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan:
Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; b.
tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan
kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
4. Pasal 115 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
Universitas Sumatera Utara
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
Business Judgement Rule ini diterapkan dengan berbagai batasan-batasan, dan biasanya hanya diterapkan dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya, dalam hal
pembagian atau kebijaksanaan tentang deviden.
91
d. Piercing The Corporate Veil
Doktrin Piercing The Corporate Veil merupakan suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum
yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku badan hukum, tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseroan
pelaku tersebut. Tujuannya adalah untuk menghindari hal-hal yang tidak adil terutama bagi pihak luar perseroan dari tindakan sewenang-wenang atau tidak
layak yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang terbit dari suatu transaksi dari pihak ketiga ataupun yang timbul dari perbuatan yang menyesatkan atau
perbuatan melawan hukum. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Piercing The Corporate Veil dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, adalah:
91
Ibid, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan:
Pemegang saham Perseroan bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau d.
pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan,
yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
e. Derivative Action
Derivative Action merupakan gugatan terhadap Direksi atau pihak ketiga yang dilakukan oleh seorang pemegang saham atau lebih yang mewakili Perseroan
guna kepentingan Perseroan. Gugatan yang seharusnya dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan oleh satu atau lebih pemegang saham atas nama
perseroan. Yang digugat itu boleh siapa saja, misalnya direktur ataupun pihak ketiga, dan pabila gugatan tersebut diterima atau berhasil, maka gugatan tersebut
adalah milik perseroan. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Derivative Action dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
adalah: 1.
Pasal 97 ayat 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan:
Universitas Sumatera Utara
“ Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 110 satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.”
2. Pasal 114 ayat 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: “ Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 110
satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.”
f. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas
Adapun ketentuan yang mengandung prinsip perlindungan pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang bertujuan untuk melindungi pemegang saham minoritas tersebut, adalah:
1. Pasal 97 ayat 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: “ Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 110
satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
Universitas Sumatera Utara
mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.”
2. Pasal 114 ayat 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: “ Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit
110 satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.”
g. Ultra Vires
Doktrin Ultra Vires mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan di luar kekuasaan perseroan. Kekuasaan perseroan tersebut diperinci
dalam anggaran dasarnya. Semula ketentuan tentang Ultra Vires ini di banyak negara Common Law diberlakukan dengan tegas, yakni transaksi yang demikian
dianggap batal demi hukum, dan direktur yang melakukan tindakan tersebut akan bertanggung jawab secara pribadi. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip
Ultra Vires dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah:
1. Pasal 97 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: “Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2.”
Universitas Sumatera Utara
2. Pasal 114 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: “Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2.”
h. Self Dealing
Self Dealing merupakan suatu perbuatan atau transaksi yang dilakukan oleh Direksi itu sendiri dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh
direktur yang bersangkutan, atupun secara tidak langsung, seperti melalui saudara-saudaranya. Sehingga menimbulkan adanya conflict of interst antara
kepentingan direktur itu sendiri denga kepentingan perseroan. Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Self Dealing dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah: 1.
Pasal 97 ayat 5 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni: “ tidak mempunyai benturan kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;”
2. Pasal 99 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, yakni: “anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.”
Universitas Sumatera Utara
3. Pasal 104 ayat 4 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, yakni: “tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan;”
4. Pasal 114 ayat 5 huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, yakni: “tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang
mengakibatkan kerugian; dan” 5.
Pasal 115 ayat 3 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni: “tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan.”
i. Corporate Ratification
Corporate Ratification merupakan suatu kegiatan pencatatan segala bentuk perbuatan yang dilakukan dalam Perseroan, contohnya wajib akta notaris. Doktrin
Corporate Ratification mengajarkan bahwa perseroan dapat menerima tindakan yang dilakukan oleh organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus
mengambilalih tanggung jawab organ lain dimaksud. Misalnya, Rapat Umum Pemegang Saham RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga
seluruh tanggung jawab direkstur dalam hubungan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan.
92
92
Ibid, hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Corporate Ratification dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah:
1. Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan: “Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan
yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima
atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.”
B. PENGERTIAN DAN PENGATURAN PRINSIP CORPORATE