BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena
struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan.
1
Pada awalnya, Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD, yakni Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36
sampai dengan Psal 56 berikut segala perubahaannya, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1971, kemudian diikuti dengan keluarnya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya terakhir dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007, maka segala ketentuan yang mengenai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas dalam KUHD, UU
No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana disebutkan di atas dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah dicabut, sebagaimana yang disebutkan dalam
Ketentuan Penutup Pasal 160 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
1
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 2001, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian Perseroan Terbatas naamloze vennootschap, menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah:
“badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Badan Hukum adalah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab
dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat
bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian.
2
Perseroan Terbatas sebagai himpunan modal capital asssosiaties memerlukan peratuRan yang lengkap dan sangat kompleks, maka dengan memiliki
hukum perseroan yang memadai dapat menjawab tantangan itu.
3
Perseroan Terbatas lahir dari suatu proses hukum secara mutlak, perseroan harus berdasarkan Keputusan
Pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak dan Hak asasi Manusia, sehingga perseroan yang didirikan mendapatkan pengesahan dari Menteri sebagai status badan
hukum yang sah. Dalam Pasal 7 ayat 2 Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan :
2
Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-sendi Hukum Perdata, Jakarta : Rajawali, 1953, hal. 51.
3
H. Abdul Muis, Hukum Persekutuan Perseroan Dilengkapi dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penjelasannya, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
2006, hal. 158.
Universitas Sumatera Utara
“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.”
Kedudukannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta pendirian yang dibuat dengan akta otentik dihadapan Notaris yang didalamnya terdapat
anggaran dasar AD Perseroan, bila anggaran dasar AD tersebut telah mendapat pengesahan oleh Menteri maka Perseroan yang didirikan menjadi subjek hukum
korporasi. Dengan status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, maka sejak saat itu
hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi, terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality”
yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri.
4
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:
“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan Dewan Komisaris.”
Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang melaksanakan fungsi perseroan.
5
Direksi merupakan organ yang bertindak untuk melakukan pengurusan dan pengawasan suatu perseroan yang berkewajiban untuk meningkatkan
nilai ekonomis suatu perseroan termasuk pengurusan sehari-hari, sehingga Direksi
4
I. G. Rai Widjaja, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, Bekasi: Megapoin, 2006, hal. 131.
5
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
harus diberikan kewenangan-kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil yang ingin dicapai dalam Perseroan, dan juga diembankan tanggung jawab selaku
wakil dan salah satu pengurus Perseroan. Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
6
Tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan “pengurusan’ Perseroan. Jadi, Perseroan diurus, dikelola dan dimanage
oleh Direksi.
7
Direksi ini bertindak untuk dan atas nama Perseroan, sehingga bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan
sebagai wakil dari Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar AD.
Berdasarkan Pasal 92 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi sebagai pengurus perseroan bukan hanya sekedar
pelaksana dari peseroan sebagaimana yang dimuat dalam RUPS, namun juga mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh terhadap perseroan.
Sebagai salah satu organ perseroan seperti layaknya manusia yang mempunyai kedudukan, kewenangan dan kapasitas yang telah ditentukan dalam
anggaran dasar AD dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU PT. Dalam menjalankan tugas sebagai perwakilan Perseroan dan tugas
6
Munir Fuady Munir Fuady I, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 52.
7
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 345.
Universitas Sumatera Utara
pengurusan, Direksi Perseroan harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik dan penuh tanggung jawab.
Manusia yang pada hakekatnya merupakan subjek dan objek pembangunan guna terwujudnya cita-cita masyarakat adil dan makmur tentu saja mempunyai tugas,
peran dan tanggung jawab yang besar guna perwujudan cita-cita termaksud. Karena pada akhirnya, manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, orang lain
dan akhirnya pada lingkungannya demi kebaikan dan kepentingan bersama.
8
Walau tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan Direksi dalam suatu perseroan, yang jelas, Direksi merupakan badan perseroan yang
paling tinggi, karena Direksi berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas nama perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
dan bertanggung jawab atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan.
9
Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku, sejauh merupakan hukum memaksa madatary law, dwingend recht wajib dilakukan
oleh Direksi. Dalam hal ini, pihak Direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 tiga kategori sebagai berikut:
1. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan.
2. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan.
8
Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Semarang : Mandar Maju, 2000, hal. 101.
9
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005, hal 7.
Universitas Sumatera Utara
3. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan
oleh perundang-undangan.
10
Ketika kesalahan atau kelalaian itu datang, maka resiko harus dapat dipertanggungjawabkan. Setiap orang yang hidup pasti akan mengalami dan akan
menghadapi risiko atas hidupnya sendiri, hal ini diakibatkan ketidaktahuannya mengenai peristiwa yang akan ia alami secara pasti. Sehingga, manusia itu harus
dapat mempertanggungjawabkan dan mencari jalan keluar atas kejadian yang mengakibatkan resiko yang terjadi atas hidupnya sendiri atau atas perbuatan yang
telah dilakukan. Menurut L. Athearn, risiko merupakan aspek utama dari kehidupan pada
umumnya dan merupakan faktor utama yang penting dalam asuransi. Sebab risiko itu merupakan kemunginan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan, yakni
ketidakpastian suatu peristiwa yang tidak diinginkan.
11
Tanggung jawab pribadi Direksi adalah keadaan dimana Direksi tidak melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan
dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi menjadi patokan batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi Direksi
dapat juga terikut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
12
Dipandang
10
Munir Fuady Munir Fuady II, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 60.
11
Sri Rejeki Hartono 1, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 1997, hal. 60.
12
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 143.
Universitas Sumatera Utara
secara sekilas hukum perseroan mengisyaratkan bahwa Direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian care yang semestinya sebagaimana halnya para
pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian.
13
Keberadaan Direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya tidak mungkin ada
Direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi bagi perseroan terbatas sangat penting.
14
Berkenaan dengan masalah penerapan kewajiban berhati-hati duty of care dalam pelaksanaan pengurusan Perseroan, perlu dikemukakan prinsip yang berlaku
umum, yang disebut dengan “risiko pertimbangan bisnis” business judgement risk.
15
Maksudnya, bila Direksi benar-benar jujur dan memiliki itikad baik dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan Perseroan, dan dapat membuktikannya
maka Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan tersebut. Hal ini berhubungan dengan prinsip Corporate Opportunity dalam Hukum Perseroan
Terbatas yang diatur dalam Pasal 97 ayat 2 yang menyatakan: “Pengurusan sebagimana dimaksud pada ayat 1, wajib dilaksanakan setiap
anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.” Dan Pasal 99 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menyebutkan:
13
Bismar Nasution, “Pertanggungjawaban Direksi,” http:bismar.wordpress.com20091223, diakses tanggal 20 Pebruari 2011.
14
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004, hal. 131.
15
Ibid, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
“Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila: a.
terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; b.
anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.”
Direksi dapat digugat secara pribadi ke pengadilan negeri jika perseroan mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannnya, misalnya
dalam hal terjadinya suatu kepailitan perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan dan kelalaian Direksi, pertanggungjawaban Direksi terjadi secara tanggung renteng atas
kerugian dan kepailitan perseroan bila harta kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut.
Corporate Opportunity merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham
utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan
perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan
opportunity bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
16
Transaksi kesempatan perseroan Corporate Opportunity mengajarkan bahwa bahwa akibat dari adanya fiduciary duty dari Direksi, maka Direksi haruslah
16
Munir Fuady Munir Fuady III, Doktrin-Doktrin Modern dalam Coporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti,, 2006, hal. 224.
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi. Dengan demikian, jika perusahaan mempunyai kesempatan opportunity untuk
melakukan suatu transakasi yang sama dengan pihak ketiga sementara pihak Direksi juga ingin melakukan transaksi yang sama dengan pihak ketiga, maka pihak Direksi
perusahaan harus mengutamakan kepentingan perseroan terlebih dahulu dengan mempersilahkan perusahaan untuk melakukan transaksi tersebut, dan Direksi harus
mengalah untuk itu. Dengan kepentingan perseroan sehingga harus lebih diutamakan oleh Direksi dimaksudkan adalah setiap hak right, kekayaan
property, kepentingan interest, dan pengharapan expectancy yang dimiliki oleh perseroan atau yang menurut prinsip keadilan seharusnya kepunyaan perseroan.
17
Pelanggaran terhadap Corporate Opportunity Doctrine mengakibatkan perseroan memperoleh ganti rugi seimbang dengan kehilangan keuntungan yang
diharapkan seandainya perseroan memperoleh peluang bisnis tersebut.
18
Dengan adanya pengaturan prinsip oportunitas perusahaan ini Corporate Opportunity, seorang Direksi harus dapat menunjukan kepengurusan dan
pelaksanaan kegiatan usaha dengan itikad baik dan tindak kehati-hatian dalam menjalankan perseroan, namun tidak memberikan kejelasan sejauh mana penerapan
prinsip tindakan itu dibenarkan atau dikatakan sebagai itikad baik dan telah hati-hati dalam menjalankan perseroan yang dipegang oleh Direksi Perseroan? Dan bagaimana
17
Ibid, hal. 63.
18
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Kencana, 2009, hal.157.
Universitas Sumatera Utara
tindakan oportunitas perusahaan yang dilarang oleh hukum sesuai dengan tinjauan aturan hukum yang telah dibentuk oleh pemerintah?
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka untuk dapat lebih mengetahui tanggung jawab Direksi , maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan membuat penelitian yang berjudul “WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS”.
B. Perumusan Masalah