HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN

10 untuk setiap peningkatan suhu 4 o C dan 2. Suhu untuk memanaskan produk menjadi lebih tinggi Hall, 1963 dalam Sari, 2005. Panas yang digunakan pada proses pengeringan buatan berasal dari berbagai sumber energi panas yang ada, tergantung dari ketersediaan sumber energi yang ada di sekitar proses pengeringan berlangsung. Kebanyakan sumber energi yang digunakan adalah biomassa, bahan bakar minyak, dan listrik. Konversi biomassa menjadi panas biasanya menggunakan tungku atau boiler melalui proses pembakaran. Biasanya uap panas hasil pembakaran tidak secara langsung bersentuhan dengan bahan namun melalui alat penukar panas heat exchanger terlebih dahulu supaya bahan tidak terkontaminasi oleh bau uap biomassa dan jelaga yang ditimbulkan. Panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa berbeda-beda tergantung dari nilai kalor dari biomassa tersebut. Alat konversi yang sering digunakan untuk bahan bakar minyak sebagai penyedia panas adalah burner atau boiler. Panas yang dihasilkan dari BBM tergantung nilai kalornya. Sedangkan laju pemakaian BBM tergantung dari tekanan yang diberikan kepada burner. Penyedia panas yang lain adalah listrik. Keunggulannya adalah listrik mampu menghasilkan energi yang besar, bisa diatur sesuai dengan keinginan pengguna, dan bersih. Namun kelemahannya yaitu penggunaan listrik cenderung mahal karena daya yang digunakan besar untuk pemakaian yang kontinyu. Bahan yang akan dikeringkan menentukan jenis mesin pengering yang akan digunakan. Pemilihan mesin pengering yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Untuk menentukan dan memilih mesin pengering yang akan digunakan seseorang sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi tahap pra-pengeringan misalnya pelepasan air secara mekanis, evaporasi, pengkondisian awal bahan umpan dengan pencampuran padatan, pengenceran atau pembuatan pelet, dan pengumpanan serta tahap pasca-panen seperti pembersihan gas buang, pengumpulan hasil, pendaurulangan sebagian hasil luaran, pendinginan hasil, pelapisan hasil, aglomerasi, dan lain-lain Devahastin, 2001.

D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN

Pengeringan merupakan suatu teknik untuk menurunkan kadar air sampai batas aman sehingga tidak ada lagi aktifitas mikroorganisme yang merugikan. 11 Penelitian tentang pengeringan sudah sangat banyak dilakukan terlebih mengenai metode pengeringan. Metode pengeringan sangat penting diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap jenis bahan yang dikeringkan dan kualitas hasil pengeringan. Metode yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Metode yang banyak dikembangkan saat ini adalah pengeringan buatan artificial drying yang memanfaatkan sumber panas bukan dari matahari atau udara sekitar. Elfian 1985 menggunakan alat pengering lapisan tipis untuk pengeringan jagung Zea mays L. dan kedelai Glycine max L. Merril. Pengeringan dilakukan secara terus menerus dengan kecepatan aliran udara 0.1 mdetik pada suhu dan RH udara pengering konstan sampai tercapai kondisi kadar air keseimbangan. Pada pengeringan jagung dengan suhu 40 o C; RH 65 dan 45 o C; RH 50, terlihat adanya tendensi laju pengeringan konstan yang singkat pada awal pengeringan, sedangkan pengeringan dengan suhu 50 o C; RH 34 dan 55 o C; RH 26 seluruhnya berlangsung pada laju pengeringan menurun. Perubahan kadar air yang melonjak terjadi selama 3-4 jam pertama. Pengeringan berlangsung sampai perubahan kadar air per satuan waktu mendekati nol atau kondisi bahan telah mencapai kadar air keseimbangan. Kadar air keseimbangan tercapai selama 32 jam. Subekti 1986 mengembangkan alat pengering jagung model sumur untuk tingkat pedesaan. Pada percobaan tanpa beban dengan bahan bakar arang sekam, tempurung kelapa dan kayu bakar diperoleh bahwa pembakaran dengan tempurung kelapa menghasilkan penyebaran suhu yang lebih seragam dan tingkat suhu yang lebih tinggi dari bahan bakar lainnya. Dari hasil pengujian, efisiensi pengeringan untuk RH 84 dan RH 90 adalah berturut-turut sebesar 13.89 dan 10.2, sedangkan efisiensi pemanasan adalah sebesar 16.96 pada RH 84 dan 14.72 pada RH 90. Lama pengeringan pada RH 84 adalah 11 jam dan 18 jam pada RH 90. Kurva laju penurunan kadar air bahan lebih mendekati bentuk eksponen negatif daripada bentuk linear. Kuncoro 1993 melakukan pengeringan benih kacang tanah, jagung, dan kedelai menggunakan alat pengering tipe konveksi bebas. Jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung tongkol dan jagung pipilan. Suhu untuk pengeringan dipertahankan pada kisaran antara 39-44 o C rak terbawah dengan 12 bahan bakar tempurung kelapa. Jagung tongkol yang bobotnya 152 kg input dan kadar air 34.70 bb basis basah membutuhkan waktu 54 jam untuk mencapai kadar air 19.50 bb dan menghabiskan 66.67 kg tempurung kelapa. Jagung pipilan yang bobotnya 92.41 kg input dan berkadar air awal 19.51 bb membutuhkan waktu pengeringan 34 jam untuk menurunkan kadar air menjadi 11.30 bb dan mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 40.17 kg. Pengeringan ini mempersingkat waktu 4-5 hari kerja dibandingkan proses penjemuran saat hujan. Laju pengeringan jagung tongkol 0.74 bkjam dan jagung pipil 0.58 bkjam. Efisiensi pemanasan dan efisiensi pengeringan total untuk jagung tongkol dan pipil masing-masing adalah 41.42; 10.59 dan 35.58; 2.31. Jubaedah 2000 menggunakan alat pengering tipe bak untuk proses pengeringan jagung dengan terlebih dahulu dilakukan proses tempering untuk menyeragamkan kadar air akhir bahan. Bahan yang digunakan adalah jagung pipilan varietas hibrida dengan perlakuan suhu plenum dipertahankan konstan 70 o C kecepatan aliran udara 35 cfmft 2 0.178 ms dan dua level ketebalan tumpukan yaitu 60 cm dan 75 cm. Percobaan tempering dilakukan selama 12 jam. Pengeringan jagung dengan ketebalan 60 cm dari kadar air awal 26.8 bb hingga mencapai 14.1 bb memerlukan waktu 6 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 8.85 kg, untuk pengeringan jagung dengan tebal 75 cm dari kadar air awal 27.3 bb hingga kadar air akhir 14.6 bb memerlukan waktu 7 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 11.25 kg.

III. PERCOBAAN A. WAKTU DAN TEMPAT