Frekuensi Kehadiran FK atau Konstansi Spesies Makroinvertebrata

Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dan beragamnya aktivitas manusia dari hulu ke hilir sungai menyebabkan terjadinya perbedaan kondisi fisik serta sifat fisik-kimia air dan biota yang terdapat pada masing-masing stasiun penelitian yang berbeda, seperti substrat dasar, kedalaman, transparansi, warna kekeruhan, kecepatan arus, temperatur, pH, DO dan biochemical oxygen demand BOD seperti tercantum pada Tabel 9 yang sangat menentukan kepadatan spesies yang terdapat di habitat tersebut.

4.4. Frekuensi Kehadiran FK atau Konstansi Spesies Makroinvertebrata

Air pada Masing-masing Stasiun Penelitian Frekuensi kehadiran masing-masing spesies makroinvertebrata air pada setiap stasiun penelitian, seperti terlihat pada Tabel 7 didapat gambaran bahwa spesies makroinvertebrata air yang sering ditemukan pada stasiun 1 adalah spesies Thiara sp, spesies ini tergolong spesies yang keberadaannya di perairan disebut konstan dengan frekuensi kehadiran 55,56, spesies Cordulegaster boltenii, Blatta sp dan Haliplus dengan frekuensi kehadiran berkisar antara 33,33-44,44 yang keberadaannya disebut assesori, sedangkan spesies-spesies yang lainnya termasuk sangat jarang ditemukan atau spesies yang tergolong assidental, yaitu dengan frekuensi kehadiran 25. Pada stasiun 2 didapatkan tiga spesies yang memiliki frekuensi kehadiran berkisar antara 55,56-66,67, yaitu spesies Quoyia decollate, Sphaerium sp dan Cordulegaster boltenii yang dapat digolongkan keberadaannya di perairan pada Universitas Sumatera Utara stasiun 2 ini adalah konstan, kemudian lima spesies Blatta sp, Thiara sp, Gomphus vulgatissimus, Penaeus sp dan Bellamya javanica memiliki frekuensi kehadiran antara 33,33-44,44 yang keberadaannya digolongkan assesori dan spesies-spesies lainnya termasuk sangat jarang ditemukan atau spesies yang tergolong assidental, yaitu dengan frekuensi kehadiran 25. Dari stasiun 3 didapatkan satu spesies yang keberadaannya digolongkan konstan, yaitu spesies Sphaerium sp dengan frekuensi kehadiran 66,67 dan dua spesies yang keberadaannya digolongkan Assesoris, yaitu spesies Quoyia decollate dan Penaeus sp, sedangkan spesies-spesies yang lainnya memiliki frekuensi kehadiran 25 dengan keberadaannya digolongkan aksidental. Di stasiun 4 didapatkan tiga spesies yang keberadaannya digolongkan absolut yaitu spesies Tubifex sp, Quoyia decollate dan Helobdella stagnalis dengan frekuensi kehadiran sangat sering 88,89-100, satu spesies yang memiliki frekuensi kehadiran 55,56, yaitu spesies Ballamya javanica yang keberadaannya digolongkan konstan dan dua yang memiliki frekuensi kehadiran 33,33, yaitu spesies Limnodrillus sp1 dan Penaeus sp yang keberadaannya digolongkan Assesoris, sedangkan spesies-spesies yang lainnya memiliki frekuensi kehadiran 25 dengan keberadaannya digolongkan aksidental. Universitas Sumatera Utara Tabel 7. Spesies dan Frekuensi Kehadiran dan Konstansi Makroinvertebrata yang Didapatkan pada Masing-masing Stasiun Penelitian di Sepanjang Aliran Sungai Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai Spesies Stasiun 1 2 3 4 5 1.Blatta sp 66,66 c 144,44 c - - - 2.Platambus maculates 44,44 d 22,22 d - 33,33 d - 3.Orectochilus sp 11,11 d - - - - 4.Haliplus sp 55,55 c - - - - 5.Caenis moesta - 44,44 d - - - 6.Baetis sp 33,33 d - - - - 7.Hiptogenia sp 11,11 d - - - - 8.Asellus aquaticus - 22,22 d - - - 9.Cordulegaster boltenii 111,11 c 166,66 b 22,22 d 44,44 d - 10.Hypsibius sp - - - - 22,22 d 11. Coenagrion mercuriale - - - 22,22 d - 12. Gerris sp 33,33 d - - - - 13. Gomphus vulgatissimus 66,66 d 100 c 22,22 d 33,33 d 44,44 d 14. Enallagma cyathigerum - - - - 22,22 d 15. Mayatrichia ayama - 22,22 d - - 22,22 d 16. Philopotamus montanus 44,44 d - - - - 17. Rhycophila dorsalis 22,22 d - - - - 18. Lumbriculus sp - - - 33,33 d 100 d 19. Megascolex sp - - - 33,33 d 55,55 c 20. Branchiura sowerbyi - 33,33 d - 77,77 d - 21. Limnodrillus sp1 - 33,33 d 22,22 d 211,11 c 11,11 d 22. Limnodrillus sp2 111,11 d 22,22 d 22,22 d 55,55 d - 23. Tubifex sp - - 144,44 d 8544,44 a 5966,66 a 24. Helobdella stagnalis - - - 1077,77 a 211,11 c 25. Penaeus sp - 77,77 c 300 c 111,11 c 688,88 b 26. Sphaerium sp - 722,22 b 477,77 b - - 27. Pila ampullaceal - - 44,44 d - - 28. Heliacus variegates - - 22,22 d - - 29. Thiara sp 188,88 b 1100 c 388,88 d - 77,77 d 30. Liotina sp - - - 22,22 d - 31. Quoyia decollate - 2188,88 b 3744,44 c 10500 a 277,77 b 32. Strombus sp 22,22 d 22,22 d - 22,22 33,33 d 33. Euchelus atratus - 44,44 d - - - 34. Bellamya javanica - 44,44 c 144,44 d 100 b 166,66 a Keterangan: a = Absolut, b = Konstan, c = Assesoris dan d = Aksidental. Universitas Sumatera Utara Pada stasiun 5 didapatkan dua spesies yang keberadaannya digolongkan absolut, yaitu spesies Ballamya javanica dan Tubifex sp dengan frekuensi kehadirannya masing-masing 77,78 dan 88,89 dan dua spesies yang keberadaannya digolongkan konstan, yaitu Penaeus sp dan Quoyia decollate, masing- masing dengan frekuensi kehadiran 55,56, serta dua spesies yang keberadaannya digolongkan Assesoris, yaitu Megascolex sp dan Helobdella stagnalis masing-masing dengan frekuensi kehadiran 33,33 dan 44,44, sedangkan spesies-spesies yang lainnya memiliki frekuensi kehadiran 25 dengan keberadaannya digolongkan aksidental. Berdasarkan keberadaannya atau frekuensi kehadiran dari masing-masing spesies makroinvertebrata air yang terdapat pada masing-masing stasiun penelitian dari hulu hingga ke hilirnya didapatkan bahwa spesies Tubifex sp merupakan spesies yang paling sering ditemukan dan keberadaannya digolongkan absolut pada stasiun 4-5, kemudian spesies Holobdella stagnalis dan Quoyia decollate pada stasiun 4, serta spesies Bellamya javanica pada stasiun 5, keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi perairan pada stasiun ini sangat disukai dan mendukung keberadaannya di habitat tersebut walaupun kondisi perairannya dapat digolongkan telah tercemar akibat bahan buangan dari berbagai aktivitas manusia yang berada di sepanjang aliran Sungai Bedagai, seperti berbagai limbah rumah tangga domestik dan industri, yang menyebabkan warnanya keruh kehitaman, sehingga rendahnya transparansi air 19-21 cm, substrat dasar pasir berlumpur dan banyak mengandung sampah organik, kecepatan arus yang lambat, keasaman yang cukup tinggi pH 5,2-5,5, oksigen Universitas Sumatera Utara terlarut yang rendah DO berkisar antara 3,6-3,7 mgl dan BOD yang cukup tinggi 80,6 mgl. Menurut Gaufin 1958 dalam Wilhm 1975 spesies Tubifex sp merupakan hewan makroinvertebrata air yang sering ditemukan pada perairan yang telah tercemar karena memiliki daya toleran yang besar, terutama terhadap kadar oksigen yang rendah di samping itu jenis cacing ini pemakan zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati, detritus dan lain sebagainya. Spesies makroinvertebrata air yang memiliki frekuensi kehadiran berkisar antara 51-75 yang keberadaannya digolongkan sering konstan pada stasiun didapatkan dari spesies Thiara sp dan mengalami penurunan keberadaan menjadi jarang assesoris pada stasiun 2, serta sangat jarang aksidental pada stasiun 5. Ini mungkin disebabkan karena hewan ini memiliki toleransi yang cukup luas terhadap perubahan lingkungan, tetapi tidak menyukai lingkungan perairan yang bersubstrat berbatu dan berpasir dan miskin akan kandungan bahan organik. Keadaan ini cukup berbeda dengan spesies Sphaerium sp yang keberadaannya hanya sering konstan ditemukan pada stasiun 2 dan 3 dengan kondisi air keruh kecoklatan, transparansi cukup baik 22-30 cm, substrat pasir berlumpur, pH antara 6,1-7,8 dengan kandungan oksigen terlarut DO cukup tinggi 6,8-7,1 mgl. Dari tiga puluh empat spesies makroinvertebrata air yang ditemukan pada stasiun-stasiun penelitian di sepanjang aliran sungai Bedagai, diantaranya ada spesies yang dapat digolongkan sebagai spesies yang bersifat karakteristik, yaitu spesies yang memiliki nilai konstansi atau frekuensi kehadiran 50, diantaranya adalah Thiara Universitas Sumatera Utara sp pada stasiun 1, Cordulegaster boltenii, Sphaerium sp dan Quoyia delcollate pada stasiun 2. Sphaerium sp pada stasiun 3. Tubifex sp, Helobdella stagnalis, Quoyia delcollate dan Bellamya javanica pada stasiun 4, Tubifex sp, Penaeus sp, Quoyia delcollate dan Bellamya javanica pada stasiun 5. Menurut Kendeigh 1975 dalam Adianto 1993 hewan karakteristik adalah hewan yang sering ditemukan pada suatu area atau komunitas dan jarang ditemukan pada area atau komunitas lainnya dengan perbandingan 3 : 1 dan hewan tersebut ditemukan paling kurang 50 dari sampel yang diambil. Apabila didasarkan pada kesering-beradaannya constancy yang cukup tinggi yaitu yang memiliki nilai kepadatan relatif besar dari 10 dan frekuensi relatif besar dari 25 dapat dinyatakan bahwa makroinvertebrata air tersebut cukup dapat hidup dengan baik di habitatnya Suin, 1989 dalam Arlen, 1997. Sehubungan dengan gambaran keadaaan tersebut maka dari Tabel 6 dan 7 di atas dapat disusun suatu tabel seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Spesies Makroinvertebrata Air yang Memiliki Nilai Kepadatan Relatif 10 dan Frekuensi Kehadiran 25 + yang Didapatkan pada Masing-masing Stasiun Penelitian di Sepanjang Aliran Sungai Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai No Spesies Stasiun 1 2 3 4 5 1 Cordulegaster boltenii + - - - - 2 Tubifex sp - - - + + 3 Sphaerium sp - + - - - 4 Thiara sp + + - - - 5 Quoyia decollate - + + + - Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 8 jelas terlihat bahwa pada stasiun 1 kedua spesies makroinvertebrata air yang ditemukan, yakni Cordulegaster boltenii dan Thiara sp dapat hidup dan berkembang dengan baik, hal ini cukup berbeda dengan stasiun 2 dan berbeda sekali dengan stasiun 3-5. Pada stasiun 2 yang dapat hidup dan berkembang dengan baik juga ditemukan tiga spesies, yaitu Sphaerium sp, Thiara sp dan Quoyia decollate yang cukup berbeda dengan stasiun 3-4 dan berbeda sekali dengan stasiun 5. Pada stasiun 4 ditemukan dua spesies yang dapat hidup dan berkembang dengan baik, yaitu spesies Tubifex sp dan Quoyia decollate yang cukup berbeda dengan stasiun 2-3 dan berbeda sekali dengan stasiun 1 dan 5. Sedangkan pada stasiun 5 hanya didapatkan satu spesies yang dapat hidup dan berkembang dengan baik, yaitu spesies Tubifex sp yang cukup berbeda dengan stasiun 4 dan berbeda sekali dengan stasiun-stasiun lainnya. Menurut Sastrawijaya 1991, banyaknya bahan pencemaran dapat memberikan dua pengaruh terhadap perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi. Oleh karena itu, penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran. Universitas Sumatera Utara

4.5. Kondisi Fisik dan Sifat Fisik – Kimia Air Sungai Bedagai