makna tersebut juga dipengaruhi oleh budaya yang kita miliki atau hasil dari pengalaman-pengalaman pribadi dalam budaya tersebut.
Komunikasi terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial tertentu. Banyak aspek lingkungan fisik termasuk arti simbolik yang dapat mempengaruhi
komunikasi. Sementara itu konteks sosial menentukan hubungan sosial antara komunikator dan komunikan. Bentuk bahasa yang digunakan, rasa hormat kepada
seseorang, waktu, suasana hati, siapa berbicara kepada siapa, tingkat kecemasan atau kepercayaan diri yang ditampilkan, merupakan bagian dari aspek-aspek
komunikasi yang dipengaruhi oleh konteks sosial. Konteks sosial menjadi penting karena merefleksikan bagaimana manusia hidup dan bagaimana mereka
berinteraksi dengan orang lain. Dengan kata lain, lingkungan sosial adalah budaya, dan bila kita ingin memahami komunikasi, kitapun harus memahami
budaya.
II.2 Komunikasi Antarbudaya
Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan yang sangat erat. Orang berkomunikasi sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Kapan, dengan siapa,
berapa banyak hal yang dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari orang-orang yang berinteraksi.
Melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku tersebut dipelajari dan
diketahui; dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia
Universitas Sumatera Utara
mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep dan label-label yang dihasilkan budaya mereka Mulyana dan Rakhmat, 1998: 24.
Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara kita
berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan
respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik
dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut akan berbeda pula Mulyana dan Rakhmat, 1998: 24-25.
Adapun beberapa definisi komunikasi antarbudaya yang dikutip dari Liliweri 2004: 10-11, antara lain:
1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan
Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader-komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda
kebudayaan, misalnya antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial.
2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda.
3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang
kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta.
4. Guo-Ming Chen dan William J. Stratosta mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok. Young Yun Kim dalam Rahardjo 2005: 52-53 mengatakan, tidak seperti
studi-studi komunikasi lain, maka hal yang terpenting dari komunikasi antarbudaya yang membedakannya dari kajian keilmuan lainnya adalah tingkat
Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pengalaman pihak-pihak yang berkomunikasi karena adanya perbedaan kultural. Selanjutnya menurut Kim,
asumsi yang mendasari batasan tentang komunikasi antarbudaya adalah bahwa individu-individu yang memiliki budaya yang sama pada umumnya berbagi
kesamaan-kesamaan homogenitas dalam keseluruhan latar belakang pengalaman mereka daripada orang yang berasal dari budaya yang berbeda.
Komunikasi antarbudaya menelaah elemen-elemen kebudayaan yang sangat mempengaruhi interaksi ketika anggota dari dua kebudayaan yang berbeda
berkomunikasi. Komunikasi antarbudaya terjadi ketika pesan yang harus ditangkap dan dipahami, diproduksi oleh anggota dari suatu budaya tertentu
diproses dan dikonsumsi oleh anggota dari budaya yang lain. Jadi, komunikasi antarbudaya dapat didefinisikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan
oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan Liliweri, 2004: 9. Dari pernyataan tersebut, Liliweri 2004: 9 menjelaskan komunikasi
antarbudaya sebagai berikut: 1.
Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang
budaya.
2. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang
disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya.
3. Komunikasi antar budaya merupakan pembagian pesan yang
berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang
berbeda latar belakang budayanya.
4. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang
yang berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain.
5. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk
simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Universitas Sumatera Utara
6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang
dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
menghasilkan efek tertentu.
7. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi,
gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan
dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan.
Komunikasi antarbudaya tidak dapat terlepas dari faktor-faktor budaya yang melekat pada diri individu. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.
Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Dalam bahasa Sansekerta kata budaya berasal dari kata buddhayah yang berarti akal budi. Dalam filsafat Hindu,
akal budi melibatkan seluruh unsur panca indera, baik dalam kegitan pikiran kognitif, perasaan afektif, maupun perilaku psikomotorik. Sedangkan kata
lain yang juga memiliki makna yang sama dengan budaya adalah ’kultur’ yang berasal dari Romawi, cultura, biasanya digunakan untuk menyebut kegiatan
manusia mengolah tanah atau bercocok tanam. Kultur adalah hasil penciptaan, perasaan dan prakarsa manusia berupa karya yang bersifat fisik maupun nonfisik
Purwasito, 2003: 95. Komunikasi antarbudaya dalam konteks ini menunjuk kepada komunikasi
antaretnis, dengan sub-sub budayanya. Pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi berasal dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Sub-sub budaya
ini menunjuk kepada kelompok masyarakat atau komunitas sosial, etnis, regional, ekonomis, yang menunjukkan pola-pola tingkah laku dengan ciri khas tertentu dan
memadai untuk dapat dibedakan dari kelompok-kelompok masyarakat yang lain dalam satu kesatuan budaya atau masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai salah satu bidang studi dari ilmu komunikasi, komunikasi antarbudaya mempunyai objek formal, yakni mempelajari komunikasi
antarpribadi yang dilakukan oleh seseorang komunikator sebagai produsen pesan dari satu kebudayaan dengan konsumen pesan atau komunikan dari kebudayaan
lain. Komunikasi antarbudaya berkaitan dengan hubungan timbal balik antara sifat-sifat yang terkandung dalam komunikasi, kebudayaan pada gilirannya
menghasilkan sifat-sifat komunikasi antarbudaya. Untuk memahami hakikat komunikasi antarbudaya dapat kita perhatikan gambar bagan berikut ini Liliweri,
2001: 26-28.
Gambar 1. Ruang Lingkup Studi Ilmu Komunikasi
COMPARATIVE
INTERPERSONAL Comparative
Intercultural Communication
Developmental Communication
Comparative Media Effects
Comparative and
International relation
New World Information
Order
CROSS CULTURAL COMMUNICATION
INTERCULTURAL COMMUNICATION
COMPARATIVE MASS COMMUNICATION
INTERNATIONAL COMMUNICATION
MEDIATED
INTERACTIVE
II I
IV III
Universitas Sumatera Utara
Bagan di atas menggambarkan adanya dua dimensi utama yang membedakan wilayah penelitian budaya dan komunikasi. Dimensi tersebut adalah
interactive comparative dan mediated-interpersonal. Kuadran I, merupakan wilayah penelitian komunikasi antarbudaya
intercultural communication yang merupakan komunikasi interpersonal antara orang-orang dari sistem budaya yang berbeda anatau komunikasi antara orang-
orang yang berbeda subsistem di dalam sistem budaya yang sama. Kuadran II, adalah wilayah penelitian komunikasi lintas budaya cross-
cultural communication, dimana komunikasi yang berlangsung adalah komunikasi interpersonal seperti pada kuadaran I, tetapi penelitiannya adalah
penelitian komparatif yaitu membandingkan satu budaya denga budaya yang lain. Kuadran III dan IV, fenomena komunikasi yang diteliti adalah komunikasi
yang menggunakan media mediated commnuication. Penelitian di kuadran III memfokuskan perhatian pada komunikasi bermedia dari satu sistem budaya ke
sistem budaya yang lain, yang disebut komunikasi internasional international communication. Kuadran IV, membandingkan sistem-sistem media dari berbagai
sistem budaya comparative mass communication Liliweri, 2001: 28. Berdasarkan bagan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa studi
komunikasi antarbudaya menitikberatkan interaksi interpersonal yang terjadi di antara anggota-anggota dari budaya yang berbeda.
Perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen sosio-budaya. Beberapa unsur-unsur sosio-budaya yang terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
komunikasi antarbudaya yakni persepsi, proses verbal dan proses nonverbal Mulyana dan Rakhmat, 1998: 25.
II.2.1 Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dari
proses internal itulah nantinya individu dapat membeda-bedakan, merespon dan memberi makna kepada stimuli-stimuli yang ada. Dengan kata lain, persepsi
adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna yang kemudian diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya yang mereka miliki Mulyana dan Rakhmat, 1998: 25.
Untuk memahami dunia dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Kita harus belajar memahami bagaimana
mempersepsi dunia. Dalam komunikasi antarbudaya yang ideal kita akan mengharapkan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Persepsi yang
sama akan memudahkan partisipan komunikasi mencapai kualitas hasil komunikasi yang diharapkan. Persepsi adalah juga inti komunikasi, karena jika
persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan yang
lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi dan sebagai konsekuensinya semakin
Universitas Sumatera Utara
cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas http:kuliahkomunikasi.com.
Segala sesuatu yang dikomunikasikan adalah persepsi seseorang tentang dunia dan lingkungannya. Kebiasaan dimana orang-orang suatu budaya merespon
sesuatu menunjukkan hubungan-hubungan antara budaya, persepsi dan komunikasi. Terdapat beragam persepsi seperti halnya persepsi tentang usia,
ruang dan jarak sosial, etnik, kerja, kekuasaan, perilaku agresif, penyingkapan diri, waktu, persaingan yang keseluruhannya berakar dalam budaya.
DeVito dalam Purwasito 2003: 173 menjelaskan bahwa persepsi berangkat dari diri sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain, mempengaruhi
indera kita melalui umpan balik kesadaran mengenai perasaan, pemikiran dan perilaku kita sendiri. Dari interaksi tersebut timbul suatu kesadaran tertentu, yaitu
bahwa perasaan kita ternyata tidak jauh berbeda dengan perasaan orang lain. Hal ini adalah pengukuhan positif yang membantu seseorang merasa biasa-biasa atau
normal-normal saja hidup dalam lingkungan multikultural. Persepsi membantu seseorang menemukan dirinya melalui proses
perbandingan sosial, seperti perbandingan kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai dan kegagalan kita dengan orang lain. Setiap individu secara alami
mempunyai persepsi yang berbeda terkait dengan kepribadiannya. Dalam konteks itu, fokus kajian komunikasi antarbudaya diarahkan untuk mengemukakan
emosional atau evaluative meaning dan frame of experience para partisipan komunikasi. Salah pengertian dalam tindakan komunikasi antarbudaya juga
disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi Purwasito, 2003: 173-174.
Universitas Sumatera Utara
Keanekaragaman persepsi dan makna yang dibangun dalam persepsi sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur sosio-budaya yakni: sistem-sistem
kepercayaan beliefs, nilai value, sikap attitude, pandangan dunia human nature, orientasi tindakan activity orientation serta persepsi tentang diri sendiri
dan orang lain perception of self and others.
II.2.2 Proses-Proses Verbal
Proses-proses verbal tidak hanya meliputi bagaimana orang berbicara dengan sesamanya bahasa verbal, namun juga kegiatan-kegiatan internal
berpikir pola pikir dan pengembangan makna bagi kata-kata yang digunakan. Bahasa adalah suatu sistem lambang terorganisasi yang disepakati secara
umum dan merupakan hasil belajar yang digunakan untuk menyajikan pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas geografis atau budaya. Oleh
karena bahasa merupakan suatu sistem tak pasti untuk menyajikan realitas secara simbolik, maka makna kata yang digunakan bergantung pada berbagai penafsiran.
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk mewariskan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa merupakan alat untuk berinteraksi dengan
orang lain dan juga sebagai alat untuk berpikir. Dalam konteks ini, bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai
pedoman untuk melihat realitas sosial. Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan dan turut membentuk pikiran.
Proses-proses mental, bentuk-bentuk penalaran dan pendekatan- pendekatan terhadap pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu komunitas
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu komponen penting budaya. Pola-pola berpikir suatu budaya mempengaruhi bagaimana individu-individu dalam budaya itu berkomunikasi,
yang pada gilirannya akan mempengaruhi bagaimana setiap orang merespon individu-individu dari suatu budaya lain.
II.2.3 Proses-Proses Nonverbal
Proses-proses verbal merupakan alat utama untuk tukar-menukar pikiran dan gagasan, namun proses-proses ini sering dapat digantikan oleh proses-proses
nonverbal yang antara lain meliputi: isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, ruang, waktu dan
suara. Proses nonverbal yang sangat relevan dengan komunikasi antarbudaya adalah bentuk bahasa diam: konsep waktu dan penggunaan serta pengaturan
ruang. Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya tentang masa lalu,
masa sekarang, masa depan dan penting tidaknya waktu. Waktu merupakan komponen budaya yang penting. Terdapat banyak perbedaan mengenai konsep ini
antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi komunikasi.
Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi antarpribadi disebut proksemik. Proksemik tidak hanya meliputi jarak antara
orang-orang yang terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisiknya. Orang- orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam
menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya. Orientasi fisik juga dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
oleh budaya. Orang cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Cara seseorang mengatur ruang merupakan suatu fungsi budaya.
II.2.4 Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Sebuah aktivitas komunikasi dapat dinilai efektif apabila terdapat persamaan makna pesan antara komunikator dan komunikan, demikian juga
halnya dengan komunikasi antarbudaya. Tetapi hal ini menjadi lebih sulit mengingat adanya unsur-unsur kebudayaan yang berbeda di antara pelaku
komunikasinya. Oleh karena itulah, usaha untuk menjalin komunikasi antarbudaya dalam praktiknya bukanlah merupakan suatu persoalan yang
sederhana. Terdapat masalah-masalah potensial yang sering terjadi seperti kesamaan, penarikan diri, kecemasan, pengurangan ketidakpastian, stereotip,
prasangka, rasisme, kekuasaan, etnosentrisme dan culture shock Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 316. Secara umum, sebenarnya tujuan komunikasi
antarbudaya antara lain adalah untuk menyatakan identitas sosial dan menjembatani perbedaan antarbudaya melalui perolehan infomasi baru,
pengalaman atas kekeliruan dalam komunikasi antarbudaya sering membuat manusia makin berusaha mengubah kebiasaan berkomunikasinya, paling tidak
melalui pemahaman terhadap latar belakang budaya orang lain. Menurut Lewis dan Slade yang dikutip dari jurnal.pdii.lipi.go.id, ada tiga
kawasan problematik dalam lingkup pertukaran antarbudaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai dan perbedaan pola perilaku kultural. Kendala bahasa
merupakan hambatan yang lebih mudah untuk ditanggulangi, karena dapat
Universitas Sumatera Utara
dipelajari, sedangkan dua kendala lainnya akan terasa lebih sulit untuk ditanggulangi. Perbedaan nilai merupakan hambatan yang serius terhadap
munculnya kesalahpahaman budaya, sebab ketika dua orang yang berasal dari kultur berbeda melakukan interaksi, maka perbedaan-perbedaan tersebut akan
menghalangi tercapainya kesepakatan yang rasional tentang isu-isu penting. Kesalahpahaman antarkultural yang dikarenakan perbedaan pola-pola perilaku
kultural lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan masing-masing kelompok budaya untuk memberi apresiasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
oleh setiap kelompok budaya tersebut. Apa saja ciri individu yang mampu melakukan efektivitas komunikasi
antarbudaya? Menjawab pertanyaan ini, terdapat beberapa orientasi jawaban yang merupakan variabel-variabel dari kriteria pribadi sebagai penentu keberhasilan
komunikasi antar budaya yang efektif, yaitu: 1.
Kemampuan penyesuaian diri dan kualitas pertumbuhan pribadi pelaku komunikasi itu sendiri.
2. Sikap, pengetahuan tentang budaya lain dan perilaku mitra komunikasi
yang dapat teramati. 3.
Kualitas komunikasi, pemersepsi dan sistem dyadic yang dibentuk para pelaku komunikasi.
Hasil penelitian Kealey dan Ruben 1983 dalam jurnal.pdii.lipi.go.id tentang efektifitas komunikasi antarbudaya menunjukkan hasil, yaitu terdapatnya
variabel-variabel yang menentukan terjadinya komunikasi antarbudaya yang efektif melalui variabel-variabel yang berkaitan dengan keterampilan sosial, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kejujuran, empati, pengungkapan, rasa hormat dan keluwesan dari pelaku
komunikasi. 2.
Variabel situasional yang terdiri atas kondisi kerja, batasan-batasan kerja dan tingkat kesulitan kerja, kondisi hidup, persoalan kesehatan, sasaran-
sasaran proyek yang realistis, kesimpangsiuran politik dan kesulitan bahasa dari pelaku komunikasi.
3. Kekuatan kepribadian, paritisipasi sosial, kemampuan bahasa lokal dan
apresiasi adat-istiadat dari pelaku komunikasi. 4.
Penyesuaian dan kepuasan pribadi, kepiawaian professional dan hubungan hati ke hati dengan para anggota budaya tuan rumah.
5. Sifat kepribadian yang terbuka dan tertarik kepada orang lain, percaya diri,
luwes dan piawai secara profesional dari pelaku komunikasi. 6.
Kemampuan melakukan penyesuaian diri dan mengatasi stress, kontak dengan orang setempat, pemahaman dan keefektifan dalam alih
pengetahuan dan teknologi dari pelaku komunikasi.
Kealey dan Ruben jurnal.pdii.lipi.go.id juga menyatakan bahwa variabel- variabel pribadi menjadi lebih penting dari pada variabel situasi di dalam
keefektifan komunikasi antarbudaya. Ada beberapa faktor sosio-budaya yang dapat menjadi kendala keefektifan komunikasi antarbudaya yang dilakukan
seorang individu, yaitu: 1.
Perbedaan Bahasa. Hal terpenting yang dapat menyulitkan komunikasi antarbudaya untuk bisa efektif adalah faktor perbedaan bahasa. Bahasa
merupakan suatu medium yang sangat khas budaya. Jika dua orang tidak berkomunikasi dengan bahasa yang sama, maka interaksi mereka menjadi
terbatas. Kesulitan dalam perbedaan bahasa, terdiri atas unsure-unsur aspek prosadik bahasa termasuk bentuk tekanan dan intonasi, aspek
pragmaris bahasa termasuk pemberian jawab dalam percakapan dan gaya komunikasi langsung maupun tak langsung, akan dengan mudah
menimbulkan kesalahpahaman.
2. Mengabaikan perbedaan orang lainn yang secara kultural berbeda.
Hambatan yang paling lazim adalah bilamana individu menganggap bahwa dalam proses komunikasi yang ada adalahkesamaan dan bukan
perbedaan. Hal ini terutama terjadi dalam hal nilai, sikap dan kepercayaan. Singkatnya, individu dalam berkomunikasi seringkali beranggapan bahwa
pada dasarnya manusia itu sama, anggapan ini tidaklah benar.
3. Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda. Artinya,
dalam setiap kelompok cultural terdapat perbedaan yang besar dan penting. Kita mengasumsikan bahwa semua orang yang menjadi anggota
kelompok yang sama adalah sama. Dalam komunikasi antarbudaya harus
Universitas Sumatera Utara
disadari bahwa dalam setiap kutur, terdapat banyak subkultur yang jauh berbeda satu sama lain dan berbeda pula dari kultur mayoritasnya.
4. Mengabaikan perbedaan dalam makna. Dalam proses komunikasi, makna
tidak terletak pada kata-kata yang digunakan, melainkan pada orang yang menggunakan kata-kata itu. Oleh karena itu, dalam proses komunikasi
antarbudaya yang efektif perlu diperhatikan bahwa meskipun kata yang digunakan sama, makna konotatifnya akan sangat berbeda. Hal ini
bergantung pada definisi kultural pemersepsi komunikator dan komunikan.
5. Melanggar adat kebiasaan kultural. Ini diartikan bahwa setiap kultur
mempunyai aturan komunikasi sendiri-sendiri. Aturan ini menetapkan mana yang patut dan tidak patut. Dalam kemyataannya pada proses
komunikasi ni seringkali diabaikan dan sering tergantung pada habit atau kebiasaan dari budayanya sendiri.
6. Menilai perbedaan secara negatif. Hal ini diartikan meskipun kita
menyadari adanya perbedaan di antara kultur yang berbeda, kita tetap tidak boleh menilai bahwa perbedaan itu sebagai hal yang negatif.
7. Culture Shock kejutan budaya. Kejutan budaya meruakan reaksi
psikologis yang dialami seseorang karena berasa di tengah-tengah suatu kultur yang berbeda dengan kulturnya sendiri. Kejutan budaya itu sendiri
adalah normal dimana kebanyakan orang mengalaminya bila memasuki kultur yang baru dan berbeda. Namun demikian, keadaan ini akan
menimbulkan ketidaksenangan dan frustasi dikarenakan kejutan budaya ini menimbulkan perasaan terasing. Singkatnya, bila kita kurang mengenal
adat-istiadat masyarakat yang baru, maka kita tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
Kepiawaian dalam proses komunikasi antar budaya sangat diperlukan untuk mendapatkan kefektifitasan. Semakin baik kita mengenal dan memahami
budaya mitra berkomunikasi kita, maka akan semakin efektif pula proses komunikasi yang kita lakukan. Selain itu, sikap stereotip atas beragam budaya
harus kita terima sebagai makna yang positif atas ragam budaya dan uniknya manusia.
Universitas Sumatera Utara
II.3 Identitas Budaya II.3.1 Makna Identitas Budaya