Akomodasi Komunikasi Dalam Interaksi Antarbudaya Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi islam (S.Kom.I.)

Oleh MARIA ULPA NIM: 1111051000009

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya

Adanya kebutuhan yang dimiliki setiap individu mengakibatkan adanya mobilitas sosial atau disebut dengan istilah merantau dengan beragam kepentingan pekerjaan, pendidikan, keluarga. Begitu pula yang dialami oleh mahasiswa-mahasiswa yang berasala dari Patani Thailand kerena tuntutan pendidikan di Indonesia mereka harus beradaptasi dengan lingkung barunya.

Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan maslahnya adalah Bagaimana akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya anggota HIPPI terhadap lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas budayanya?,Bagaimana hambatan penyesuaian dalam komunikasi antarbudaya pada anggota HIPPI?

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori akomodasi komunikasi. Richard dan Turner mendefenisikan bahwa Akomodasi

(accommodation) sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi atau

mengatur prilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Seseorang cenderung memiliki naskah kognitif internal yang digunakan ketika berbicara dengan orang lain.

Metodelogi dalam penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, dengan mengguanakan metode ini peneliti ingin menemukan dan memahami akomodasi komunikasi yang dilakukan mahasiswa yang berasal dari Thailand terhadap mahasiswa atau masyarakat yang ada di Jakarta yang juga berasal dari varian budaya.

Hasil peneitian bahwa akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya pada mahasiswa yang berasal dari Patani Thailand yaitu mereka menyesuaikan dan menunjukkan prilaku apa adanya tanpa ada modifikasi komunikasi terutama dalam hal percakapan. Pertama dalam segi bahasa, dalam percakapan tidak adanya setting

of communication. Kedua pengungkapan identitas dalam segi pakaian. Hambatan

peneyesuaian komunikasi dalam interaksi antarbudaya yang dialami oleh mahasiswa Patani tidak ada, hal ini karena ada dua factor kesamaan budaya yang hamper sama yaitu dalam segi bahasa dan dalam hal kepercayaan.


(6)

ii

Pertama dan yang paling utama saya ucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin

segala puji bagi allah SWT Dzat yang tiada pernah berhenti memberi rakhmat dan nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “AKOMODASI

KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI ANTARBUDAYA Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya”.

Kedua shalawat dan salam saya haturkan kepada baginda Nabi Muhammada SAW yang telah banyak sekali berjasa bagi pekembangan bagi umat islam, yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang menderang. Semoga kita semua mendapat syafa’atnya di hari akhir nanti.

Skripsi ini disusun sebagaimana memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) UIN Jakarta serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama pembelajaran dikelas.

Penulis telah berusaha untuk memaparkan dan menyajikan suatu karya tulis ilmiah yang rapi dan mudah-mudahan pembaca mudah untuk memahami. Penulis menyadari bahwa penyajian skipsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Hal in disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada serta mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran akan sangat penulis terima dengan hati yang terbuka untuk menyempurnakan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali orang-orang yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis, dan penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :


(7)

iii

pula kepada kakakku Mukhlis Adib, we are the big hoping for our parents so do not make the tears for it.

2. Dr. Arif Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto Ph.D, M.Ed, Wakil Dekan Bidang Akademik. Drs. Jumroni M.Si, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Drs. Wahidin Saputra M.A, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

3. Rachmat Baihaky M.A, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi, dan Fita Faturrohmah, M.A, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Dr. A. Ilyas Ismail, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama ini telah banyak mentransfer ilmu tanpa ada lelah membimbing dan mendidik kami selama duduk di bangku kuliah UIN Jakarta, semoga allah membalas semua kebaikannya barakallahufiikum, dan mudah-mudahan ilmu yang penulis dapatkan selalu barokah dan bermanfaat di sepanjang hidup penulis. 6. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

tanpa terkecuali yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan sehingga kami dapat nyaman dan lancar mengikuti perkuliahan.

7. Kepada seluruh teman-teman dari Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia (HIPPI) yang telah terbuka dan baik menerima peneliti untuk melakukan penelitian terkhusus untuk ka aiman, ka nawawee, ka aminah, aidee, asuan, hakim yang telah bersedia diwawancara oleh peneliti.

8. Seluruh kawan-kawan KPI 2010 dari A – G, terimakasih atas bantuan dan kerja sama dan saling memberi dukungan satu sama lain semoga kita semua dipermudah dalam segala urusan dan sukses.


(8)

iv

peneliti ambil dari organisasi ini semoga PSM UIN Jakarta tambah maju kedepannya.

10.Seluruh pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat dan rasa terimakasih peneliti ucapkan yang telah banyak memberi dukungan dan semangat.

Jakarta, 10 september 2014


(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Teknik Pengumpulan Data ... 11

G. Teknik Analisis data ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Akomodasi (accommodation Theory) ... 16

B. Tahap Adaptasi Budaya ... 21

C. Bentuk- Bentuk Penyesuaian Diri ... 22

D. Pengertian Komunikasi ... 23

E. Pengertian Kebudayaan ... 27

F. Komunikasi Antarbudaya... 30

1. Identitas Budaya ... 32

2. Gegar Budaya ... 34


(10)

vi

A. Latar Belakang HIPPI ... 42

B. Lambang HIPPI ... 43

C. Lagu HIPPI ... 45

D. Struktur Organisasi HIPPI Periode 2012-2013 ... 47

E. Nama Susunan Staff Pengurus HIPPI Periode 2012-2013 .... 48

F. Profil Wilayah Patani ... 49

1. Peta Wilayah Patani ... 49

2. Geografi ... 49

3. Sejarah Singkat Kerajaan Patani ... 50

G. Demografi ... 54

H. Simbol Wilayah Patani ... 54

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Akomodasi Komunikasi Dalam Interaksi Antarbudaya Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya ... 55

1. Pengungkapan Identitas Budaya Dari Segi Bahasa ... 56

2. Pengungkapan Identitas Budaya Dari Segi Pakaian ... 68

3. Bentuk- Bentuk Adaptasi Budaya ... 69

4. Tahap –Tahap Adaptasi Budaya ... 72

5. Asumsi-asumsi Dalam Teori Akomodasi ... 73

B. Hambatan Dalam Adaptasi Antarbudaya ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

vii

3. Model komunikasi antarbudaya ... 31

4. Gambar lambang HIPPI ... 44

5. Bagan struktur organisasi HIPPI periode 2012-2013... 47

6. Peta wilayah patani ... 49

7. Gambar simbol wilayah Patani ... 55

8. Foto pembekalan materi tentang bahasa Indonesia ketika orientasi .... 60

9. Foto pembekalan mental ketika orientasi penerimaan anggota baru HIPPI ... 61

10.Foto kegiatan ruitin yasinan dan khutbah ... 62

11.Gambar tulisan Jawi (arab melayu)... 63


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya kebutuhan yang tertentu yang dimiliki setiap individu mengakibatkan banyak orang melakukan mobilitas sosial. Salah satunya kebutuhan pendidikan misalnya yang terjadi pada mahasiswa Thailand terhimpun dalam salah satu perhimpunan yang dinamakan HIPPI (Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia). HIPPI didirikan pada tahun 2011 yang beranggotakan sekitar 50 orang yang tersebar dibeberapa perguruan tinggi yang ada di Jakarta, seperti UIN syarif Hhidayatullah Jakarta, UHAMKA, UMJ dan beberapa perguruan tinggi lainnya. Mobilitas yang dilakukan anggota HIPPI memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa, masyarakat di lingkungan barunya yang saling berbeda budaya di Jakarta khususnya, inilah yang menyebabkan terjadinya komunikasi antarbudaya. Setiap orang tentunya ingin mencapai komunikasi yang efektif ketika berinteraksi dengan orang lain, begitu pula pada mahasiswa yang berasal dari Thailand ini sebagai mahasiswa asing yang tinggal di Negara yang secara latarbelakang berbeda budaya.

Apabila kita bertanya mengenai apakah yang membedakan manusia dari hewan secara fundamentil maka jawabannya adalah bahwa bahwa manusia itu mampu berbudaya, sedang hewan tidak. 1 Aristoteles berpendapat bahwa manusia adalah zoon politikon yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup bergolongan atau

1


(13)

Lain lagi dengan aristoteles maka Bergson (lahir 1859) berependapat bahwa manusia ini hidup bersama bukan oleh karena persamaan, melainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya.2

Sebagai makhluk sosial manusia ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya, rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.3Esensi komunikasi terletak pada proses yakni aktivitas yang melayani hubungan antara pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan waktu. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, prilaku dan tindakan yang terampil dari manusia

(communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan

berinteraksi sosial kalau di tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan orang lain.4

Perbedaan, kekhasan dan keunikan merupakan keniscayaan yang ada dimana-mana ; pada orang kembar, keluarga, komunitas dan masyarakat sehingga kedimana-manapun kita pergi menemui perbedaan dan kita harus menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Keikhlasan kita tercermin dari menerima dan memberi ruang dan peluang kepada orang lain yang berbeda pendapat, kelompok dan komunitas. Perbedaan, jenis

2

Hassan Shadily, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 56 3

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu komunikasi, PT Rajagrafindo, Jakarta, 2007, hal. 1 4


(14)

kelamin, kebangsaan dan suku agar kamu saling mengenal dan paling mulia orang bertakwa sebagai mana dalam qur’an surat Al-Hujrat: 13 :5

لئابق ًابْ عش ْمكانْلعج ىثْنأ ركذ ْنِّ ْمكانْقلخ انإ سانلا ا يأ اي

ْ فراعتل

Artinya : Wahai manusia sungguh kami telah menciptkan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan kemudian kami jadikan kamu bernangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa dan mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa persahabatan, kebiasaann makan, praktik komunikasi, tinadakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Ada orang-orang yang berbicara bahasa tagalog, memakan ular, menghindari minuman keras terbuat dari anggur, menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui telepon, atau meluncurkan roket ke bulan, ini semua karena mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam suatu budaya yang mengandung insur –unsur tersebut. Apayang orang-orang lakukan, bagaimana mereka bertindak, bagaimana mereka hidup dan berkomunikasi, merupakan respon-respon terhadap dan fungsi-fungsi dari budaya mereka.6

5

Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi , UIN Jakarta press, Ciputat, 2003, hal. 169

6

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2009, hal. 18


(15)

antarbudaya memerlukan penelitian tentang budaya dan kesulitan-kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain.7

Pemahaman mengenai komunikasi dan kebudayaan yang cukup luas dan kompleks, lebih mudah dimengerti melalui upaya introspeksi pengalaman pergaulan hidup anda sehari-hari di lingkungan keluarga, batak, bugis ataupun makasar. Masing-masing prilaku adat kebiasaan anda dengan prilaku anda, teman atau orang lain. Hal itu terjadi karena perbedaan latar belakang dan nilai-nilai seperti nilai agama, kebudayaan, keyakinan, sikap maupun norma (kaidah) hidup. Prilaku komunikasi, berlangsung satu sama lain dengan sengaja atau tidak. Nilai-nilai agama, kebudayaan, dan norma-norma, berlaku sebagai pedoman prilaku yang melatar belakangnya dengan tidak disadari sehingga menjadi acuan prilaku komunikasi sesorang. Komunikasi akan lancar, jika orang-orang yang terlibat di dalamnya mempunyai latar belakang budaya yang sama.8

Penelitian ini menjelaskan suatu proses adaptasi antarbudaya dengan adanya bentuk akomodasi komunikasi. Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya

7

Ibid., hal. 12

8


(16)

terhadap orang lain.9 Communication Accomodation Theory (CAT) memberikan perhatian pada interaksi memahami antara orang-orang dari kelompok yang berbeda dengan menilai bahasa, perilaku nonverbal dan penggunaan paralinguistik individu, dalam hal ini kelompok mahasiswa yang berasal dari Thailand. Kemampuan mahasiswa Thailand berinterkasi dengan mahasiswa atau masyarakat di Jakarta khususnya tidak selalu lancar dikarenakan perbedaan dari mulai bahasa, prilaku verbal dan nonverbal, mau tidak mau agar komunikasi tersebut bisa berjalan dengan efektif seharusnya antara mahasiswa Thailand dengan mahasiswa atau masyarakat yang di Jakarta khusunya salah satunya harus melakukan akomodasi. Yang ingin dilihat peneiti dalam penelitian ini apakah mahasiswa yang berasal dari Thailand ini melakukan akomodasi ketika berinteraksi dengan mahasiswa atau masyarakat di Jakarta khususnya. Oleh karean itu dari latar belakang diatas peneliti menarik judul “AKOMODASI KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI ANTARBUDAYA (Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam sebuah penelitian itu penting terkait dengan spesifikasi dari apa yang ingin diteliti dalam sebuah penelitian. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu mahasiswa yang berasal dari Thailand yang tinggal di Jakarta yang kuliah di Perguruan Tinggi di Jakarta yaitu di UIN Syarif Hidayatullah

9

West, Richard dan H. Turner, Lynn., (Penerjemah: Maria Natalia dan Damayanti Maer), Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), hal. 217


(17)

(Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia) periode 2012-2013.

2. Perumusan Masalah

Adapun berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya anggota HIPPI terhadap lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas budayanya?

b. Bagaimana hambatan penyesuaian dalam komunikasi antarbudaya pada anggota HIPPI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya anggota HIPPI terhadap lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas budayanya.

b. Untuk mengetahui hambatan anggota HIPPI ketika melakukan akomodasi dalam berinteraksi dengan lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas budayanya.

1. Manfaat Penelitian a. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya wahana ilmu pengetahuan khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang


(18)

menggeluti bidang komunikasi Antarbudaya sebagai salah satu tinjauan untuk meneliti tentang bagaimana fenomena komunikasi antarbudaya dalam berbagai daerah tertentu.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman bahwa dalam menghadapi komunikasi dengan orang yang berbeda budaya, karena esensi dari komunikasi itu sangat penting terhadap keberhasilan suatu tujuan yang akan kita capai khususnya bagi para mahasiswa-mahasiswa yang rantau baik lokal maupun internasional seperti pada mahasiswa Thailand yang tergabung dalam HIPPI dalam berinteraksi dengan maahasiswa atau masyarakat di lingkungan barunya yaitu di Jakarta khususnya yang berasal dari berbagai varian latar belakang yang berbeda. Dalam penelitian ini peneiti akan menganalisis interaksi mahasiswa yang berasal dari Thailand dengan mahasiswa, masyarakat di lingkungan barunya yang ada di Jakarta khususnya dengan tinjauan teori akomodasi komunikasi. Dengan penelitian ini pembaca atau masyarakat luas diharapkan dapat memahami dan membentuk komunikasi yang efektif khususnya penyesuaian/ akomodasi terhadap lawan bicara.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka sebagai bahan persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini penulis melihat beberapa penelitian komunikasi yang berkaitan dengan judul


(19)

diantaranya:

2. Siti Asiyah menulis tentang “ POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT

BERAGAMA ( Studi Kasus Antarbudaya Tionghua dengan Muslim Pribumi di RW 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang ). Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang komunikasi antarbudaya Tionghua dengan pribumi hanya saja perbedaan dalam objek penelitian. Dalam tulisan skripsis Siti ini menyimpulkan bahwa pola komunikasi antara etnis Tionghua dengan muslim pribumi umumnya terdiri dari pola komunikasi antarpribadi dan kelompok baik dalam lingkungan keluarga maupun bermasyarakat terutama ketika mereka saling bertemu di jalan, atau sedang terlibat dalam proses jual beli.10

3. Raden Dimas Anugrah Dwi Satria menulis tentang “ KOMUNIKASI

ANTARBUDAYA MASYARAKAT ADAT BADUY DALAM DENGAN MASYARAKAT LUAR BADUY DI BANTEN “. Raden menyimpulkan bahwa, pola komunikasi yang terjadi antara masyarakat Baduy dalam dan luar sangatlah baik dan teratur karena mereka betul-betul mentaati peraturan adat yang telah dibuat orang para lelulur adat mereka.11

4. Ani Belasa Fitri menulis tentang “ Pesan Komunikasi Antarbudaya Seni Musik Gong Si Bolong Pada Masyarakat Kota Depok. Ani menyimpulkan

10

Siti Asiyah, pola komunikasi antar umat beragama (studi komunikasi antarbudaya tionghua dengan muslim pribumi di RW 04 kelurahan Mekarsari Tangerang), KPI UIN Jakarta, 2013

11

Raden Dimas Anugrah, komunikasi antar budaya masyarakat baduy dalam dengan masyarakat luar baduy di banten, KPI UIN Jakarta, 2013


(20)

bahwa, seni musik Gong Si Bolong selalu meninggalkan pesan bermakna, vesan verbal melalui lagu dan pesan non verbal melalui musik gamelan Gong Si Bolong. Ani menjelaskan dengan menggunakan teknik pengolahan pesan dari Cassandra bersifat persuasive dan teori semantik dari Osgood tiga dimensi.

1. Metodelogi Penelitian

Metodelogi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodelogi adalah adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian. Metodelogi dipengaruhi berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangkan penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami bagaimana data dan menghubungkan data yang rumit dengan pristiwa dan situasi lain.12

1. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Cresswell (1998: 15) mendefenisikan penelitian kualitatif yang kurang bertumpu pada sumber-sumber informasi, tetapi membawa ide-ide yang sama:

“Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher build a complex, holistic picture, analyzes word, report detailed views of informants and conducts the study in a natural setting”.

12

Dirga Maulana, relasi media dan politik: analisis terhadap tvone dan kepentingan politik pemilik, skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, (UIN Jakarta, 2013)


(21)

rujukan pada naratif yang kompleks yang mengajak pembaca kedalam dimensi jamak dari sebuah masalahatau isu dan menyajikannya dalam kompleksitasnya.13

Pendekatan kualitatif mengarahkan kepada pemahaman yang lebih luas tentang makna dan konteks tingkah laku dan proses yang terjadi dalam pola-pola amatan dari factor-faktor berhubungan. Pendekatan itu juga menelaah bebagai persepsi yang dimiliki partisipan pada situasi yang sama dan memungkinkan peneliti menelaah sejarah personal dan factor-faktor yang berkembang.14

Penelitian ini bersifat deskriptif. deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melukiskan atau memaparkan suatu objek, misalnya suatu gejala atau fenomena sosial berdasarkan teori akomodasi komunikasi. Pada jenis penelitian ini, seorang peneliti tidak mencari atau menjelaskan hubungan antara variablel, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori atau untuk mengidetifikasi pertanyaan untuk diteliti lebih lanjut. Karena itu metode penelitian deskriptif tidak bertujuan menguji teori.15

Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti persentasi. Data tersebut mencakup transkip wawancara, catatan lapangan,

13

Ibid., h. 2 14

Julia brannen, memadu metode penelitian,Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2002, hal.117 15


(22)

fotografi, videotape, dokumen pribadi, memo, dan rekaman-rekaman resmi lainnya. Dalam pencarian mereka untuk pemahaman, peneliti kualitatif tidak mereduksi halaman demi halaman dari narasi dan dan data lain kedalam symbol-simbol numerik. Mereka mencoba menganalisis data dengan segala kekayaan sedapat dan sedekat mungkin dengan bentuk rekaman dan transkipnya.16

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena dengan mengguanakan metode ini peneliti ingin menemukan dan memahami akomodasi komunikasi yang dilakukan mahasiswa yang berasal dari Thailand terhadap mahasiswa atau masyarakat yang ada di Jakarta yang juga berasal dari varian budaya, peneliti ingin mendeskripsikan hasil-hasil temuan itu dengan menggunakan metode ini. Metode ini juga digunakan atau dipakai untuk mencapai dan memperoleh suatu cerita, pandangan yang segar dan cerita mengenai segala sesuatu yang sebagian besar sudah dan dapat diketahui dan dengan metode ini peneliti mampu untuk memberikan penjelasan suatu penjelasan secara terperinci tentang fenenomena yang sulit disampaikan dengan dengan metode kuantitatif.17

2. Teknik Pengumpulan Data

Observasi, wawancara, dokumen pribadi dan resmi, foto, rekaman, gambar dan percakapan informal semua merupakam sumber data kualitatif. Sumber yang paling umum digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumen, kadang-kadang dipergunakan secara bersama-sama dan kadang-kadang

16

Emzir, metodelogi penelitian kualitatif analisis data, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta, 2012, cet. Ke-3, hal 3

17

Anselm Strauss & Juliet Corbin, dasar-dasar penelitian kualitatif, PT Bina Ilmu Offset, Surabaya, hal.13


(23)

analisisnya terutama tergantung pada keterampilan integrative dan interpretif dari peneliti. Interpretasi diperlukan karena data yang dikumpulkan jarang berbentuk angka dan karena data kaya rincian dan panjang.18

a. Instrument penelitian 1. wawancara

Instrument yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang merupakan instrument utama dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan teori yang ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang peneliti ajukan bisa saja berubah ditengah-tengah wawancara sesuai dengan alur jawaban yang diberikan responden terkait dengan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan yang penulis buat hanya sebagai sebuah garis besar atau kisi-kisi bukan menjadi acuan utama dalam wawancara.Wawancara ini peneliti lakukan secara tidak terstruktur (unstructured

interview), seperti dalam buku sugiono memahami penelitian kualitatif, bahwa

wawancara ini pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam wawancara tidak terstruktur ini peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden dan berdasarkan analisis

18

Emzir, metodelogi penelitian kualitatif analisis data, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta, 2012, cet. Ke-3, hal. 37


(24)

terhadap satiap jawaban dari responden tersebut maka peneliti mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya pada suatu tujuan.19

Untuk pemilihan responden sebenarnya semua anggota dari HIPPI berhak menjadi responden, tetapi karena penelitian ini studi pada sebuah himpunan yang tergabung dalam sebuah organisasi maka peneliti mengambil responden dari ketua HIPPI untuk menggali data dari terbentuknya HIPPI kemudian beberapa orang anggota HIPPI yang menurut peneliti orang-orang tersebut dapat mengartikulasikan pertanyaan-pertanyaan pada saat wawancara dilakukan, jadi jumlah informan yang peneliti lakukan sebanyak lima orang.

2. observasi

observasi yang peneliti lakukan yaitu mengamati seluruh gerak kegiatan mereka dalam berkomunikasi baik sesama yang berasal dari Thailand maupun dengan teman-teman Indonesia. Observasi ini walaupun peneliti tidak melakukan observasi partisipan dengan kata lain peneliti tidak tinggal bersama dalam kurun waktu tertentu seperti yang dilakukan peneliti etnometodelogi lainnya, tetapi peneliti sedikit menggunakan teknik itu misalnya hadir diacara-acara yang diselenggarakan oleh HIPPI misalnya menghadiri diskusi, acara-acara perayaan hari besar islam, berkunjung sesuai dengan kebutuhan apa yang ingin diperoleh dalam penelitian ini. Dengan sering bergaul dengan mereka peneliti mempunyai peluang untuk mengamati gerak-gerik mereka dan bagaimana mereka berinteraksi dengan orang-orang disekitar mereka, termasuk orang-orang Indonesia.

19


(25)

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini dengan mendokumentasika beberapa kegiatan-kegiatan selama observasi dilakukan juga beberapa kajian dokumen-dokumen yang peneliti peroleh dari HIPPI, dokumen yang berkaitan dengan judul yang akan peneliti bahas dalam penelitian ini yang peneliti

3. Teknik Analisi Data

Setelah memperoleh data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian peneliti sesuai dengan pendekatan kualitatif yang kemudian diuraikan secara deskriptif secara structural dan gabungan kemudian dianalisis serta dilakukan interpretasi. Peneliti tidak akan menganalis berdasarkan angka-angka tetapi lebih kepada bentuk narasi, deskripsi dan cerita.

4. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan serta teraturnya penulisan skripsi ini maka peneliti membuat sistematika penulisan dengan memberi gambaran yang jelas serta lebih terararh mengenai pokok permasalahan yang dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima bab pembahasan :

BAB I PENDAHULUAN, dalam pendahauluan ini mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan


(26)

pustaka, metodelogi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, dalam bab ini mencakup teori-teori yang relevan digunakan dalam penulisan skripsi untuk menganalisa dan merancang sistem yang diperoleh dari berbagai hasil wawancara mendalam. Yang menjadi landasan penulisan skripsi ini diantaranya mengenai pengertian dari teori akomodasi komunikasi, interaksi dan komunikasi antarbudaya.

BAB III GAMBARAN UMUM Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia (HIPPI) dan Sekilas Profil Patani

Dalam bab ini berupa gambaran umum tentang HIPPI dari mulai sejarah terbentuknya, struktur organisasinya, visi dan misi dan nilai-nilai budaya di Thailand khususnya daerah Patani serta sekilas dari sejarah kerajaan Patani.

BAB IV ANALISIS dan INTERPRETASI, dalam bab ini akan membahas dari hasil-hasil temuan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, wawancara dan observasi peneliti yang kemudian akan di kombinasikan sesuai dengan teori yang ada dan kemudian akan dilakukan interpretasi terkait pembahasan penelitian.

BAB V KESIMPULAN, bab ini adalah peneliti memberikan kesimpulan dan saran selama penelitian ini dilakukan dalam bentuk skripsi.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Akomodasi (Accommodation Theory)

Teori ini merupakan salah satu teori tentang prilaku komunikasi yang sangat berpengaruh. Teori ini dirumuskan oleh Howard Giles dan para koleganya, teori akomodasi menjelaskan bagaimana dan kenapa kita menyesuaikan prilaku komunikasi kita terhadap tindakan orang lain.20 Richard dan Turner mendefenisikan bahwa Akomodasi (accommodation) sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi atau mengatur prilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Seseorang cenderung memiliki naskah kognitif internal yang digunakan ketika berbicara dengan orang lain.21

Dalam ilmu sosiologi, istilah “akomodasi” digunakan dalam dua arti, yaitu menunjuk pada suatu keadaan dan menunjuk pada suatu proses. Sebagai suatu keadaan, akomodasi mengacu pada terjadinya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antar orang-perorang atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan sebagai suatu proses, akomodasi berarti tindakan aktif yang

20

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009, hal. 222

21

West, Richard dan H. Turner, Lynn., (Penerjemah: Maria Natalia dan Damayanti Maer), Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), hal. 217


(28)

dilakukan untuk menerima kepentingan yang berbeda dalam rangka meredakan suatu pertentangan yang terjadi.22

Para sosiolog menggunakan istilah “akomodasi” sebagai suatu pengertian untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation). Istilah “adaptasi” diadopsi dari istilah dalam ilmu biologi, yang berarti suatu proses ketika mahkluk hidup selalu menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Dalam konteks sosial, adaptasi dipahami sebagai suatu proses ketika penyesuaian diri dapat dilakukan oleh individu atau kelompok-kelompok yang mula-mula saling bertentangan, dengan cara menyesuaikan diri dengan kepentingan yang berbeda dalam situasi tertentu.23

Alo menyatakan bahwa Komunikasi antarbudaya mengharuskan setiap pelakunya berusaha mendapatkan, mempertahankan dan mengembangkan aspek-aspek kognitif bersama. Seseorang harus mengetahui keberadaan budaya yang menjadi latarbelakang kehidupannya, seseorang itupun harus berusaha untuk mendapatkan dan memahami latar belakang budaya orang lain. Pengetahuan itu diperoleh dari informasi tentang kebudayaan orang lain, pengalaman pergaulan yang terus-menerus sehingga pengalaman itu dapat memengaruhi persepsi sikap sesesorang terhadap orang lain .24

Menurut Giles Nikolas Coupland dan Justine Coupland (1991) mendefenisikan konvergensi (convergence) sebagai “strategi dimana individu

22

Nurani Soyomukti, pangantar sosiologi, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2010, hal. 343 23

Ibid., hal. 343 24


(29)

terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata dan prilaku verbal dan nonverbal lainnya. Konvergensi merupakan proses yang selektif, seseorang tidak selalu memilih untuk menggunakan strategi konvergen dengan orang lain. Ketika orang melakukan konvergensi, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai tuturan atau prilaku orang lain.25

Dalam buku Richard, Giles menyebutkan bahwa Akomodasi adalah proses yang opsional dimana dua komunikator memutuskan apakah untuk mengakomodasi, salah satu, atau tidak keduanya. Giles percaya bahwa pembicara terkadang menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal diantara diri mereka sendiri dan orang lain. Ia menyebut hal ini divergensi (divergence). Divergensi sangat berbeda dengan konvergensi dalam hal bahwa ini merupakan proses disosiasi. Alih-alih menunjukkan bagaimana dua pembicara mirip dalam hal kecepatan bicara, tindak-tanduk atau postur, divergensi adalah ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para pembicara. Dengan kata lain, dua orang berbicara dengan Satu sama lain tanpa adanya kekhawatiran mengenai mengakomodasi satu sama lain.26

Morisson mengutarakan bahwa akomodasi baik pada konvergensi maupun divergensi dapat terjadi pada semua prilaku komunikasi melalui percakapan termasuk kesamaan atau perbedaan dalam hal intonasi suara, kecepatan, aksen, volume suara, kata-kata, tata bahasa, gerak tubuh dan lain-lain. Konvergensi dan divergensi dapat

25

West, Richard dan H. Turner Lynn., (Penerjemah: Maria Natalia dan Damayanti Maer), Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), hal. 222

26


(30)

bersifat mutual, kedua pembicara menjadi sama-sama menyatu atau sama-sama menjauh atau bersifat nonmutual, salah seorang pembicara menyatu dan pembicara lainnya menjauh. Konvergensi dapat juga bersifat “sebagian” (partial)atau “lengkap”

(complete).27

Morisson juga menambahkan bahwa konvergensi adakalanya disukai dan mendapatkan apresiasi atau sebaliknya tidak disukai. Orang cenderung memberikan respon positif kepada orang lain yang berupaya mengikuti atau meniru gaya bicara atau pilihan kata-katanya, tetapi orang tidak menyukai terlalu banyak konvergensi, khususnya jika hal itu tidak disukai atau tidak pantas. Dalam hal ini, seseorang yang tidak meniru gaya bicara lawan bicaranya tetapi meniru hal lain yang dianggap sama dengan lawan bicara (stereotype) dapat menimbulkan masalah.28

A. Asumsi- Asumsi Teori Akomodasi Komunikasi

Richard dan Turner mengidentifikasikan beberapa asumsi yang mengatakan bahwa akomodasi dipengaruhi oleh beberapa keadaan personal, situasional dan budaya, diantaranya:29

Asumsi pertama,. Banyak prinsip Teori Akomodasi Komunikasi berpijak pada keyakinan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara para komunikator dalam sebuah percakapan. Pengalaman- Persamaan dan perbedaan berbicara dan perilaku terdapat di dalam semua percakapan pengalaman dan latar belakang yang

27

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Jakarta, Prenada Media Group, 2013, cet-1, hal. 211

28

Ibid., hal. 212

29


(31)

lain. Semakin mirip sikap dan keyakinan kita dengan orang lain, makin kita tertarik kepada dan mengakomodasi orang lain tersebut.

Asumsi kedua, cara kita memersepsikan tuturan dan prilaku orang lain akan menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan. Asumsi ini terletak baik pada persepsi maupun evaluasi. Akomodasi Komunikasi adalah teori yang mementingkan bagaimana orang memersepsikan dan mengevaluasi apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan. Persepsi adalah proses memerhatikan dan menginterpretasikan pesan, sedangkan evaluasi merupakan proses menilai percakapan. Orang pertama-tama memersepsikan apa yang terjadi di dalam percakapan (misalnya, kemampuan berbicara orang satunya) sebelum mereka memutuskan bagaimana mereka akan berperilaku dalam percakapan.

Asumsi yang ketiga, berkaitan dengan dampak yang memiliki bahasa tehadap orang lain. Secara khusus, bahasa memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan status dan keanggotaan kelompok diantara para komunikator dalam sebuah percakapan. Pikirkan apa yang terjadi ketika dua orang yang berbicara dalam bahasa yang berbeda berusaha untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Bahasa yang digunakan dalam percakapan, karenanya, akan cenderung merefleksikan individu dengan status sosial yang lebih tinggi. Selain itu, keanggotaan kelompok menjadi hal yang penting karena sebagaimana dapat ditarik dari kutipan ini terdapat keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok yang “dominan”.30

30


(32)

Terakhir asumsi keempat, berfokus pada norma dan isu mengenai kepantasan sosial. Kita telah melihat bahwa akomodasi dapat bervariasi dalam kepantasan sosial. Tentu saja terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas.

B. Tahap Adaptasi Budaya

Ada banyak usaha telah dilakukan untuk mengurai dan menggambar tahapan adaptasi budaya. Sejumlah tulisan menunjukkan bahwa umumnya ada empat adaptasi:

1. Tahap 1 adalah priode “bulan madu”, saat mana individu menyesuaikan diri

dengan budaya baru yang menyenangkan karena penuh dengan orang-orang baru, serta lingkungan dan situasi baru.

2. Tahap 2 adalah masa dimana daya tarik dan kebaruan sering berubah menjadi frustasi, cemas, dan bahkan permusuhan, karena kenyataan hidup dilingkungan atau keadaan yang asing menjadi lebih terlihat.

3. Tahap 3 menandai dimulanya proses penyesuaian kembali, karena masing-masing mulai mengembangkan cara-cara mengatasi frustasi mereka dan menghadapi tantangan situasi baru.

4. Tahap 4, penyesuaian kembali berlanjut. Selama periode ini mungkin akan muncul beberapa macam hasil. Petama, banyak orang memperoleh kembali level keseimbangan dan kenyamanan, mengembangkan hubungan yang penuh makna dan sebuah penghargaan baru bagi budaya baru. Kedua, ada orang yang tidak bisa sepenuhnya menerima budaya baru, tetapi ia bisa menemukan cara yang baik untuk mengatasi persoalan guna meraih tujuan secara memadai


(33)

secara subtansial disertai dengan ketegangan.

C. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri31

Bentuk-bentuk penyesuaian diri itu bisa diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu, (a) yang adptive dan (b) yang adjustive.

a. Yang adaptive

Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu yang panas atau dirasakan terlalu panas.

b. Yang adjustive

Bentuk penyesuaian yang lain, yang tersangkut kehidupan psikis kita, biasanya disebut sebagai bentuk penyesuaian yang adjustive. Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustive ini, dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui , tingkah laku manusia sebagian besar dilatarbelakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali tingkah laku tertentu dalam bentuk-bentuk gerakan yang sudah menjadi kebiasaan atau gerakan-gerakan refleks. Maka penyesuian ini adalah penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma. Singkatnya penyesuaian terhadap norma-norma.

31


(34)

D. PENGERTIAN KOMUNIKASI

Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dan perkataan ini bersumber pada kata communis yang artinya sama dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung antara orang-orang yang terlibat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

Secara paradigmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu, ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka atau melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Jadi komunikasi secara paradigmatic bersifat intensional

(intentional), mengandung tujuan, karena itu harus dilakukan dengan perencanaan.32

Selain itu penulis akan mengemukakan beberapa defenisi komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi yang ditulis dalam buku Deddy Mulyana :33

Bernard Barelson dan Gary A. Steiner mendefenisikan bahwa komunikasi

adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan symbol-simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

32

Onong Uchjana Effendy, dinamika komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008, cet-7, hal. 3

33


(35)

dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif dari sumber kepada penerima.

Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi adalah proses yang

memungkinkan seseorang (komunikastor) menyampaikan rangsangan (biasanya lambing-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikate).

Gerald R. Miller mengungkapkan komunikasi terjadi ketika suatu sumber

menyampainkan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhu prilaku penerima.

1. Prinsip-Prinsip Komunikasi34

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman

(field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal

tertentu, misalnya bahasa atau symbol.

Gambar 1 : prinsip dasar komunikasi

Dari gambar diatas kita dapat menarik tiga prinsip dasar komunikasi :

34

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikas, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2005, cet-6, hal. 20


(36)

1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar of experiences).

2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A atau B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, maka makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif).

3. Tetapi kalau tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cebderung mengisolasi lingkaran masing-masin, maka komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.

2. Unsur-Unsur Komunikasi 35

lingkungan

Gambar 2

Sumber (source)

Semua pristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunkasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu

35

Ibid, hal. 24

Umpan balik

sumber media Penerima

efek

efek pesan


(37)

lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau dalam bahasa inggrisnya disebut soure, sender, encoder.

Pesan (message)

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa inggrisa biasanya pesan diterjemahkan dengan kata message, content atau information.

Media

Ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi.

Penerima

Adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau Negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver.


(38)

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima pesan.

Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pada penerima. Misalnya pada sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah factor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi jalannya komunikasi. factor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi waktu.

E. PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Budaya sering dianggap sebagai konsep inti dalam komunikasi antarbudaya. salah satu karakteristik budaya adalah bahwa kita mungkin tidak berpikir tentang hal ini sangat banyak. Mencoba untuk memahami budaya sendiri seperti menjelaskan


(39)

belakang budaya kita sendiri dan asumsi sampai kita menemukan orang-orang dari budaya lain, yang memberi kita kerangka acuan.36

Kata “ kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.37

Seorang antropolog E.B Tylor (1871) pernah mencoba memberikan defenisi mengenai kebudayaan berikut terjemahannya :38

“ Kebudyaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta

kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarkat”.

Dari sudut pandang komunikasi, budaya dapat didefenisikan sebagai kombinasi yang kompleks dari symbol-simbol umum, pengetahuan, cerita rakyat, adat, bahasa, pola pengolahan informasi, ritual, kebiasaan dan pola prilaku lain yang berkaitan dan memberi identitas bersama kepada sebuah kelompok orang tertentu pada satu titik waktu tertentu.39

a. KARAKTERISTIK BUDAYA40

1. Budaya itu kompleks dan bersegi banyak

36

Judith & Thomas, intercultural communication, New York, McGraw-Hill, 2005, edisi 2, hal. 27 37

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1990, cet-8, hal. 182 38

Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, cet.27, hal. 188

39

Brent D. Ruben & Lea P. Stewart, Komunikasi dan Prilaku Manusia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013, hal. 358

40


(40)

kompleksitas budaya adalah sesuatu yang paling tampak dan potensial bermasalah dalm berkomunikasi pada level masyarakat. Di sini perbedaan bahasa sering melibatkan isu-isu mendasar seperti kebiasaan sosial, kehidupan keluarga, pakaian, kebiasaan, makan, struktur kelas, orientasi politik, agama, adat-istiadat, filosofi ekonomi, kepercayaan dan system nilai.

Unsur-unsur budaya tertentu tersebut tidak berada dalam isolasi, tapi ia saling memengaruhi dengan cara-cara yang halus. Sebagai contoh, nilai dari budaya suatu masyarakat mempunyai dampak kepada ekonomi dan sebaliknya, serta sekaligus memengaruhi dan dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat, agam dan kehidupan keluarga.

2. Budaya konteks tinggi dan konteks rendah

Ahli komunikasi dan kebudayaan Edward Hall, mendefenisikan konteks sebagai “ informasi yang mengelilingi sebuah pristiwa; ia , secara tidak dapat dipisahkan menyatu dengan makna pristiwa. Edward Hall menunjukkan bahwa budaya-budaya dunia dan praktik komunikasi individu di dalam budaya merentang dari konteks tinggi ke konteks rendah.

Konteks tinggi (high contex/HC) pesan adalah ketika sebagian besar informasi berada dalam diri seseorang, sementara sangat sedikit informasi yang dikodekan, eksplisit, dan dikirimkan. Konteks rendah (low context/ LC) adalah kebalikannya, yaitu kebanyakan informasi bersifat pribadi dengan kode yang di eksplisitkan.

3. Budaya itu tidak terlihat

Sebagian besar karakteristik budaya yang menyelubungi hubungan, kelompok, organisasi, atau masyarakat itu tidak terlihat bagi masinh-masing init ini,


(41)

pengaruhnya sangatlahhalus dan meresap serta sering tidak terperhatikan. 4. Budaya itu subjektif

Karena kita tumbuh dengan dan menggunakan budaya kita secara apa adanya, kita amat tidak menyadari sifat subjektifnya. Bagi orang yang ada didalamnya, aspek-aspek budayanya adalah rasional dan sangat bisa dimengerti, namun tidaklah demikian bagi “orang luar”.

5. Budaya berubah sepanjang waktu

Budaya dan subbudaya tidak hidup dalam ruang hampa. Kita membawa serta pengaruh budaya pada saat kita berpartisipasi dalam sejumlah hubungan, kelompok atau organisasi. Sat kita sebagai individu berubah , kita menyiapkan dorongan bagi perubahan budaya di mana kita menjadi bagiannya. Dalam pengertian seperti ini, masing-masing kita adalah agen perubahan budaya.

F. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

Alo mengutip dari Andrea dan Dennis dalam buku Larry dan Porter, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku, bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial. Dan komunikasi komunikasi antarbudya terjadi diantara produser pesan dan penerima pesan yang latar kebudayaannya berbeda.

Dibawah ini Alo menerangkan model komunikasi antarbudaya, gambar dibawah ini menunjukkan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latarbelakang kebudayaan karena itu memiliki pula perbedaan kepribadian dan persepsi mereka terhadap relasi antarbudaya. Ketika A dan B bercakap-cakap itulah yang disebut


(42)

komunikasi antarbudaya karena dua pihak menerima perbedaan diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat menjadi motivasi bagi strategi komunikasi yang bersifar akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru “C” yang secara psikologis menyenangkan kedua orang itu. Hasilnya adalah komunikasi yang bersifat adaptif yakni A dan B saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antarpribadi-antarbudaya yang efektif.41

Model Komunikasi Antarbudaya

Gambar 342

41

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hal. 10 42

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, LKiS, 2003, hal. 32

Persepsi terhadap relasi antarpribadi kepribadian kebudayaan Ketidakpastian Kecemasan kebudayaan A C B Strategi komunikasi yang akomodatif kepribadian Persepsi terhadap relasi antarpribadi


(43)

itu mereka ada dalam proses negosiasi awal sebuah hubungan baru beserta budayanya. Sejak momen pertama keduanya melakukakan kontak, mereka memulai proses komunikasi antarbudaya, saling mengekpolrasi, negosiasi dan akomodasi. Dalam sejenak ketika kita mulai memerhatikan seseorang kita belum tahu apakah kita memiliki kesamaan tingkat pengetahuan, latarbelakang, orientasi waktu, filsafat politik, pola gerak isyarat, bentuk salam, orientasi keagamaan atau bahkan kemampuan bahasa yang sama. Dan kita tidak tahu apakah kita memiliki kesamaan pengalaman dalam hubungan dalam kelompok atau organisasi sebelumnya.43

Mereka juga menambahkan bahwa begitu kita berinteraksi, kita menggunakan komunikasi untuk mengurangi ketidakpastian kita tentang situasi dan orang-orang yang terlibat. Kita saling bicara dan mendengar satu sama lain, kita mempelajari penampilan, pakaian, perhiasan postur dan cara berjalan. Secara bertahap kita mulai memperoleh informasi yang membantu kita untuk menentukan apa yang kita miliki bersama dan di mana kita berbeda. Sejalan dengan proses yang berlanjut, pangkalan informasi bersama kita terus tumbuh meluas yang memungkinkan kita menjadi bagian daripadanya.

1. Identitas Budaya

Menurut Alo Liliweri, Secara etimologis kata identitas berasal dari kata

identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu

43

Brent D. Ruben & Lea P. Stewart, Komunikasi dan Prilaku Manusia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013, hal. 377


(44)

keadaan yang mirip satu sama lain, (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda, (3)kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau dua benda, (4) pada tataran teknis, pengertian etimologis diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”.44

Alo menambahkan bahwa indentitas pada tataran hubungan antar manusia akan mengantar seseorang untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual, yakni tentang bagaimana meletakkan seseorang kedalam tempat orang lain (komunikasi yang empatik), atau sekurang-kurangnya meletakkan atau berbagi (to share) pikiran, perasaan, masalah dan rasa simpatik (empati) dalam sebuah proses komunikasi (antarbudaya) dan pada tataran inilah identitas harus dipahami sebagai cara mengidentifikasi (melalui pemahaman terhadap identitas) atau merinci sesuatu yang dilihat, didengar, diketahui, atau yang digambarkan, termasuk mengidentifikasi sebuah specimen biologis (merinci ciri atau atau karakter fisik) bahkan mengidentifikasi seseorang dengan madzhab yang mempengaruhi, merinci aspek-aspek psikologis.45

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Identitas dibentuk ketika seseorang secara sosial berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan. Seseorang akan mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya memperlihatkan rasa identitas

44

Ibid., hal.68 45


(45)

subjective dimension (perasaan diri pribadi seseorang), dan ascribed dimension (apa yang orang lain katakan tentang diri orang tersebut). Dengan kata lain rasa identitas seseorang terdiri dari makna-makna yang dipelajari dan yang orang tersebut dapatkan, makna-makna tersebut diproyeksi kepada orang lain kapanpun orang tersebut berkomunikasi, suatu proses yang menciptakan diri seseorang yang digambarkan.46

Cohen dan Horowitz dalam Deddy Mulyana menyatakan pada dasarnya identitas etnik (budaya) muncul bila dua orang atau lebih kelompok etnik berhubungan. Horowitz menambahkan sering perubahan etnik merupakan akibat dari modifikasi prilaku kelompok dan modifikasi untuk mempersempit atau memperlebar batasan-batasan etnik. Dalam proses adaptasi timbal balik, identitas yang menandai masing-masing kelompok mungkin berubah, namun yang terjadi pada kelompok-kelompok monoritas sebagai akobat memasuki masyarakat pribumi.47 Etnisitas atau identitas etnis berasal dari warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan prilaku, asal daerah, dan bahasa yang sama.48

2. Gegar Budaya

Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diserita orang-orang yang secara tiba-tiba

46

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teorik Komunikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009, hal.131

47

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2009, hal. 158

48


(46)

berpindah atau dipindahkan keluar negeri. Sebagai mana penyakit lainnya, gegar budaya juga mempunyai gejala-gejala dan pengobatannya tersendiri.

Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambing-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi seribu satu cara yang kita lakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi situasi sehari-sehari, kapan berjabatan tangan dan apa yang harus kita lakukan bila bertemu dengan orang, kapan dan bagaimana memberikan tip, bagaimana berbelanja, kapan menerima dan kapan menolak undangan, kapan membuat pernyataan-pernyataan dengan sungguh-sungguh dan kapan sebaliknya. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk kata-kata, isyarat-isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan, dan norma-norma kita peroleh sepanjang perjalanan hidup sejak kecil.

Alo mengungkapkan 3 sasaran komunikasi yang selalu dikehendaki dalam proses komunikasi antarbudaya.49

1. Salah satu tujuan dalam hidup bersama adalah berkomunikasi sehingga diantara kita saling mendukung demi pencapaian tugas-tugas yang dikehendaki bersama, keberhasilan dalam tugas dapat didukung oleh komunikasi antarbudaya yang dilakukan secara terbuka, berfikir positif, saling mendukung, bersikap empati.

2. Meningkatkan hubungan antarpribadi dalam suasana antarbudaya. Manfaat aspek relasi adalah bagaimana orang lain berkomunikasi dengan seseorang,

49


(47)

Memahami dan mengerti tentang kesejawatan, kesetiakawanan merupakan dua factor yang penting dalam hubungan atau relasi antarpribadi.

3. Terciptanya penyesuaian antarpribadi. Komunikasi antarbudaya sering bergaul dengan frekuensi ynag tinggi maka prasangka-prasangka budaya yang sebelumnya telah terbentuk perlahan-lahan berkurang, jadi antara komunikan dan komunikator memulai suatu proses hidup bersama misalnya menyesuaikan diri antarbudaya, makin terbuka dengan sesama.

Brent dan Lea menjelaskan bahwa kejutan budaya (culture-shock) yaitu perasaan tanpa pertolongan, tersisihkan, meyalahkan orang lain, sakit hati dan ingin pulang kerumah. Awalnya kejutan budaya dipahami sebagai sebuah penyakit yaitu sebuah penyakit yang diderita seseorang yang sering dipindahkan secara tiba dari sati tempat terjadinya suatu pristiwa ke tempat lain. Keterjangkitan oleh penyakit ini ditandai oleh bermacam gejala termasuk frustasi, marah, cemas, perasaan tanpa pertolongan, kesepian yang berlebihan, terlalu ketakutan dirampok, ditipu atau menyantap makanan berbahaya.50

G. Problem Potensial Dalam Pola Komunikasi Antarbudaya

Komunikator dan komunikan secara bergantian dan terus-menerus dalam komunikasi, maka masalah terletak pada kedua belah pihak. Mencoba untuk mencari

50

Brent D. Ruben dan Lea P. Stewart, komunikasi dan prilaku manusia, Depok, PT Raja Grafindo, 2013, hal. 374


(48)

pihak mana yang bersalah dapat merupakan masalah komunikasi tersendiri. Komunikator dan komunikan berupaya untuk mengurangi problem potensial yang dijelaskan oleh Samovar dan memahami solusi atau factor pendukung yang ditawarkannya sebagai berikut:

1. Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi

Setiap individu memiliki alasan dan motivasi yang berbeda-beda dalam berkomunikasi. Perbedaan tujuan ini dapat menimbulkan masalah yang tidak dianggap enteng begitu saja, karena kadang-kadang menyangkut haga diri suatu kebudayaan, conoh dalam konteks politik individu atau kelompok dengan sengaja melakukan propaganda.

2. Etnosentrisme

Etnosentrisme adalah suatu perasaan superior atau keunggulan dari suatu kelompok orang yang menganggap kelompok lain lebih inferior dan kurang unggul. Apabila perasaan ini muncul maka sangat berpengaruh terhadap komunikasi antarbudaya.51

Karakteristik etnosentrisme :52

1. Tingkat Etnosentrism

Etnosentrisme dapat dilihat dalam 3 tingkatan : positif, negatif, dan sangat negatif. Petama positif, merupakan kepercayan bahwa, paling tidak bagi

51

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hal. 266

52


(49)

seseorang berasal dari budaya aslinya. Tingkat negatif, seseorang mengeavluasi secara sebagian. Seseorang percaya bahwa budayanya merupakan pusat dari segalanya dan budaya lain harus dinilai dan diukur berdasarkan standar budayanya. Terakhir dalam tingkat sangat negatif, bagi seseorang tidak cukup hanya menganggap budayanya sebagai yang paling benar dan bermanfaat, dia juga menganggap budayanya sebagai yang paling berkuasa dan dia percaya bahwa nilai dan kepercayaannya harus diadopsi oleh orang lain.

1. Etnosentrisme itu universal

Antropolog setuju bahwa kebayakan orang merupakan etnosentrisme dan bahwa kadang sifat etnosentrisme penting untuk mengeratkan hubungan dalam suatu masyarakat. Seperti budaya, etnosentrisme juga biasanya dipelajari secara tidak sadar.

2. Etnosentrisme memengaruhi identitas budaya

Alasan lain mengapa etnosentrisme begitu mendarah daging adalah etnosentris memeberikan identitas dan perasaan memiliki kepada anggotanya. Seperti yang dituliskna Rusen, “keanggotaan dalam dalam suatu kelompok, suatu Negara atau peradaban memberikan rasa penghargaan diri, membuat masyarakat bangga akan prestasi bangsanya”. Prilaku yang diartikan pendapat ini dalam etnosentrisme dituliskan oleh Scarborough: “orang-orang bangga akan budaya mereka, mereka harus bangga Karena budaya mereka merupakan sumber identitas, mereka memiliki


(50)

kesulitan memahami mengapa orang lain tidak berprilaku seperti mereka jika mereka dapat.

3. Tidak adanya kepercayaan

Komunikasi antarbudaya merupakan sebuah pristiwa pertukaran informasi yang peka terhadap kemungkinan terdapatnya ketidakpercayaan antara pihak-pihak yang terlibat. Orang umumnya segan untuk mengambil resiko berhubungan dengan orang asing. dalam hal ini perbedaan-perbedaan biasanya dilihat secara berlebihan. Misalnya ketidakpercayaan ini terdapat dalam situasi-situasi yang melibatkan orang-orang dari ras, status sosial, generasi, dan suku bangsa yang berbeda. Misalnya pengurus pengajian tidak akan mengundang penceramah yang tidak dikenal dan mereka tidak mengetahui latar belakangnya.

4. Penarikan diri

Komunikasi tidak akan terjadi bila salah satu pihak secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi. Ada dugaan bahwa dengan macam-macam perkembangan saat ini antara lain, meningkatkan urbanisasi, perasaan orang untuk menarik diri, apatis dan aliensi semakin banyak pula. Banyak contoh, pada tingkat internasional maupun nasional, yang menunjukkan penarikan diri dari saling pertukaran antarbudaya. Sejarah penuh dengan pristiwa-pristiwa tentang penarikan diri dari wakil-wakil suatu Negara dari konfrensi internasional, putusnya hubungan antar Negara dan lain-lain.


(51)

mengembangkan empati tidaklah mudah. Yang terpenting ada kemauan dari kedua belah pihak.

Empati ialah kemampuan untuk merasakan seperti orang lain atau untuk menempatkan diri pada diri orang lain. Untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, kita mampu menciptakan gambaran-gambaran yang memungkinkan pendalaman tentang perasaan dan karakteristiknya. Dengan cara turut mengalami keadaan internalnya, kita dapat mengenalnya, meramalkan reaksinya dan mengantisipasi kebutuhannya.

6. Stereotip

Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan

diskriminatif.53

Psikolog Abbate, Boca, dan Bocchiaro dalam Larry dan Edwin memberikan pengertian yang lebih formal “streotip merupakan susunan kognitif yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai

53


(52)

kelompok sosial manusia”. Larry dan Edwin mengungkapan alasan mengapa streotip itu begitu mudah menyebar adalah karena manusia memiliki kebutuhan psikologis untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal. Dunia dimana kita tinggal ini terlalu luas, terlalu kompleks dan dinamis untuk diketahui secara detail. Jadi seseorang ingin mengelompokkan dan mengotak-ngotakkanya. Tetapi masalahnya bukan pada pengelompokan atau pengotakan tersebut, namun pada overgeneralisasi dan penilaian negative (tindakan atau perasaan) terhadap anggota kelompok tersebut.54

7. Kekuasaan

Ada dua prinsip yang melandasi pengertian kekuasaan, yaitu bahwa:

1. Dalam setiap hubungan komunikasi terhadap kekuasaan dalam derajat tertentu.

2. Yang merupakan sumber masalah komunikasi bukanlah kekuasaan itu sendiri, melainkan penyalahgunaan dari kekuasaan. Oleh sebab itu pemahaman tentang kekuasaan dan dampaknya terhadap komunikasi merupakan bagian penting dalam pemahaman antarbudaya.

54


(53)

GAMBARAN UMUM HIMPUNAN PELAJAR PATANI DI

INDONESIA (HIPPI) dan SEKILAS PROFIL PATANI

A. Latar belakang HIPPI

Organisasi Himpunan Pelajar Patani di Indonesia (HIPPI) yang berada di Jakarta adalah organisasi kemahasiswaan dan berorientasi kemahasiswaan dan beorientasi kemasyarakatan bagi Umat Bangsa Melayu Patani. HIPPI merupakan wadah perkumpulan pelajar yang datang dari selatan Thailand, (propinsi Patani, Yala, Narathiwat dan sebagian Songkhla) dengan tujuan mencari pendidikan dan pengajaran di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan menetap dan menempuh studi di Jakarta khususnya.

Dinamakan HIPPI memiliki pasang surut dari generasi kegenerasi sebagai tantangan dan hambatan kepada umat Melayu Patani yang datang melanjutkan studi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disisi lain HIPPI mempunyai tujuan yang paling esensi dan mendasar yaitu sebagai wadah untuk mempersiapkan diri sebagai memproduk kader-kader yang giat melakukan kegiatan dan pembelajaran yang mampu dan sanggup membela nasib Umat Bangsa Melayu Patani.

HIPPI adalah organisasi yang menjunjung tinggi atas niali keislaman sehingga mampu mengaktualisasikan diri kepada masyarakat dan


(54)

mengembang potensi anggota baik disisi intelektualisasi, tanggungjawab dan moralitas untuk mencurah dan membangun masyarakat Patani atau tempat kelahiran sebagai masyarakat yang makmur, aman, damai dan sejahtera.

Umumnya organisasi pelajar/mahasiswa bergiat melakukan kegiatan pembelajaran, yang meliputi internal dan eksternal bebas bergiat dan bebas berfikir, dengan prinsip ranah wacana keinteletualan dan pemikiran ilmiah, dengan bersikap menghormati kebudayaan temapatan di masyarakat yang mematuhi hukum yang berlaku. Organisasi HIPPI tidak terikat dengan partai politik dan terpengaruh dari golongan tertentu, akan tetapi berusaha mempelajari semua gejala yang terjadi dengan maksud sebagai bahan pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kedewasaan bersikap dan kematangan cari berfikir.

Namun, sepanjang Organisasi HIPPI berjalan terus-menerus walaupun ada berbagai halangan serta hambatan yang membuat organisasi kurang berkembang sebagaimana yang diinginkan massa ada hambatan dari eksternal maupun internal sendiri.55

B. Lambang HIPPI

Himpunan Pelajar Patani di Indonesia (HIPPI) mempunyai lambing bebentuk ujung pulpen yang bertulisan JAKARTA dibawahnya.

55


(55)

Makna dari setiap lambangnya :

 Bentuk garis miring melambangkan kecepatan dalam bergerak dan semangat dalam giat belajar.

 Ujung bawah berbentuk ujung pulpen melambangkan pelajar Patani yang tekun dan tabah.

 Bersudut lima melambangkan islam didirikan atas lima perkara

 Tulisan HIPPI besar tegak lurus melambangkan HIPPI sebagai pendidik, pengajar, pengasuh, pembimbing dan Pembina generasi kegenerasi.

 Tulisan besar INDONESIA, melambangkan anggota HIPPI sedang belajar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

 Garis lintang dibawah tulisan Indonesia melambangkan independen (bebas tidak terikat dengan pihak manapun).

 Tulisan JAKARTA dibawah, melambangkan bahwa Organisasi HIPPI berada di Jakarta.


(56)

Makna dari warna lambang:

 Warna hijau melambangkan Bangsa Melayu yang Islami dan bumi Patani yang subur dan makmur.

 Warna merah melambangkan berani karena benar.

 Warna putih melambangkan kejujuran dan keikhlasan yang melandaska ketakwaan

 Warna kuning melambangkan optimism terhadap nilai-nilai luhur kemelayuan

 Warna hitam melambangkan ketangguhan. C. Lagu HIPPI

Sewaktu berada disini

Sebuah takdur tuhan yang murni

Menjadi rahmat terhadap kami

Bisa bersatu lagi anak PatanI

09 oktober 2011

Berdirinya tegak HIPPI

Telah membenar di ruang hati

Sebagai basis membina generasi

Himpunan pelajar Patani


(57)

Disana untuk wajah pertiwi

Tetap ada aku bersama

Keberadaanmu akau menjelma


(58)

D.

Struktur Organisasi HIPPI priode 2012-2013

AD/ART

MPA

WAKIL KETUA UMUM KETUA UMUM

PENASIHAT

SEKRETARIS UMUM

BENDAHARA UMUM

D. PENDIDIKAN & PENGKADERAN

D. PERHUBUNGAN & KEIMIGRASIAN

D. SOSIAL & KEBUDAYAAN

D.

KESEKRETARITAN & PENERANGAN

D.KEANGGOTAAN & MOAB D. OLAHRAGA

DAN KESEHATAN


(59)

DEPARTEMEN-DEPARTEMEN PERIODE 2012-2013

 STAF PENGURUS (SPH)

KETUA UMUM : Anan Nisoh

PENASIHAT : Sukifli Tohbo

WAKIL KETUA UMUM : Nawawee Maeroh

SEKRETARIS UMUM I : Sopwang Masa

SEKRETARIS UMUM II : Rohanee Cheha

BENDAHARA UMUM I : Asuwan Rira

BENDAHARA UMUM II : Husaimi Asae

BENDAHARA UMUM III : Sausan Doni

 DEPARTEMEN-DEPARTEMEN

Ketua D. Pendidikan & Pengkaderan : Komisi Kwengbu

Wakil : Mariam Ding

Ketua D. Perhubungan & Keimigrasian : Asnan Tanjungali

Wakil : Faeda Niha

Ketua D. Sosial & Kebudayaan : TuanHelmi TuanSulung

Wakil : Ummikalsum Asae

Ketua D. Kesekretariatan & Penerangan : Su Ai-dee Abuwab

Wakil : Nura Awae

Ketua D. Olahraga & Kesehatan : Ramzee Waeji

Wakil I : Fatihah Pohsa

Wakil II : Muniroh Datoo

Ketuan D. Keanggotaan & MOAB : Asuwan Rira

Wakil I : Ainah Sa’buding


(60)

F. Profil Wilayah Patani56

Pattani (Thai ปัตตานี, Tulisan Jawi: يناتتڤ) merupakan salah satu daripada wilayah-wilayah (changwat) di selatan Thailand. Wilayah-wilayah yang berdekatan (dari hala selatan tenggara ikut jam) adalah Narathiwat, Yala dan Songkhla.Masyarakat Melayu tempatan memanggil wilayah mereka, Patani

Darussalam atau Patani Raya.

a. Peta wilayah Patani

Sumber : internet

b. Geografi

Patani terletak di Semenanjung Malaysia dengan pantai Teluk Thailand di sebelah utara. Di bahagian selatan terdapat beberapa gunung-ganang dan tempat tarikan pelancong seperti taman negara Budo-Sungai Padi yang yang berada di

56


(61)

yang agak luar biasa seperti palma Bangsoon dan rotan Takathong. Di kawasan persempadan dengan Songkhla dan Yala pula terdapat sebuah taman rimba yang terkenal dengan gunung terjunnya, Namtok Sai Khao.

c. Sejarah Singkat Kerajaan Patani

Pada asalnya, Pattani merupakan sebuah kerajaan Melayu Islam yang merdeka. Setelah Ayutthaya jatuh pada tahun 1767 di tangan Burma, Dinasti Chakri yang baru ditubuhkan dan berjaya menghalau penjajah Burma dari Siam, menaruh minat untuk meluaskan pengaruhnya ke selatan termasuk Patani. Serangan pada tahun 1785 berjaya menakluki Patani. Untuk mengukuhkan penguasaannya, Siam melantik orang melayu sendiri sebagai gabenor di Patani dengan Raja Kampung Laut Tuan Besar dari Kelantan sebagai gabenor yang memakai gelaran raja/sultan atau dalam bahasa Siam sebagai Phraya. Phraya Patani ke-V dan terakhir iaitu Sultan Abdul Kadir Kamarudin Syah telah dibuang negeri ke Kelantan kerana terlibat dalam pemberontakan yang mahu membebaskan Patani dari Siam pada tahun 1902 sekaligus menghapuskan sistem beraja melayu di Patani. Pada 1909, penguasaan Siam terhadap Pattani diperkukuhkan dan diakui oleh British secara rasmi akibat perjanjian yang dimeteraikan dengan Empayar British. Narathiwat dan Yala ditadbirkan secara berasingan. Di Yala terdapat sebuah pergerakan pemisah Patani yang kembali


(62)

aktif pada 2004 setelah lama berdiam diri. Pergerakan pemisah ini menuntut kemerdekaan Pattani Darussalam atau bergabung dengan Malaysia.57

Untuk sebagian orang, Patani (wilayah Thailand bagian selatan) mungkin hanya sebuah kenangan Negeri Melayu. Orang-orang yang memerhatikan peta Asia Tenggara sekarang akan mengetahui bahwa sebuah negeri islam yang dulu Berjaya kini telah hilang dan tinggal kenangan. Dari sekian banyak kerajaan islam di Asia Tenggara pada abad ke 14-17 M, Patani adalah salah satu kerajaan islam yang sangat maju karena letaknya yang sangat strategis anata jalur perdagangan Cina dan India. Kemasyhuran dan kebesaran itu mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan para Ratu. Hanya saja kemegahan sebuah kerajaan tidak pernah lepas dari ancaman penjajah, hal ini pun dialami Patani. Kerajaan Thai yang berasal dari wilayah utara mulai masuk dan menguasai system pemerintahan, kesultanan Melayu Patani yang awalnya merupakan wilayah dengan mayoritas penduduk beragama islam berbalik menjadi minoritas dalam kekuasaan Thai yang penduduknya sebagian besar beragama Budha.58

A. Bangsa Dan Kerajaan Thai59

Orang-orang siam adalah berasal dari kawasan selatan negeri China. Suku bnagsa ini pada mulanya tinggal tinggal di kawasan kecil disepanjang Sg. Yangtze, yang kemudian secara perlahan-lahan dikuasai oleh kerajaan-kerajaan

57

http://ms.wikipedia.org/wiki/Wilayah_Pattani, diakses pada tanggal 19 agustus 2014 pukul 16:46

58

Rohanee Cheha, Pemikiran Pendidikan Islam Haji Sulong (Studi Atas Tokoh Pendidikan Islam Di Patani Thailand Selatan), skripsi S1(UMJ, 2013), hal 1

59


(63)

Berjaya mendirikan negeri mereka sendiri di Baratdaya China-Nanchao. Negeri ini terletak di satu kawasan tanah rata yang mengelilingi sebuah tasik yang letaknya 600 kaki tinggi di pergunungan Yunan.

Bangsa Thai adalah bangsa penjajah. Dari kedudukan asal mereka di Nanchao, mereka kemudian mengembangkan pengaruh mereka ke selatan dan ketimur. Keselatan mereka menyerang negeri-negeri melayu seperti Grahi (Chaiya), Gharbi( Krabi), Thambralingga(Surat Thani), Ligor(Nakhorn Sri Thamarat) dan sengora (Songkhla). Disebelah timur mereka menyerang wilayah-wilayah kepunyaan bangsa Mon dan Khmer. Kadang-kadang bangsa Thai ini juga menyerang Annam. Pada penghujung kurun ke-9, mereka pernah melanggar sempadan negeri China yang menyebabkan kerajaan China masa itu, Tang berpecah-belah. Pada tahun 1253 maharaja Monggol, Kublai Khan, menakluk Nanchao. Sejak itu orang Thai meninggalkan Nanchao dan berpindah ke selatan. Di selatan mereka menubuhkan kerajaan Sukhotai, sebuah negeri yang telah mereka takluki dari Khmer pada 1238. Disini orang Thai sangat terpengaruh dengan kebudayaan Khmer. Corak agama Budha yang diamalkan oleh orang Khmer diikuti oleh orang Thai, sesudah disesuaikan oleh raja Sukhotai yang terkenal, Rama Khamheng (1283-1317). Sesudah Rama Khamheng meninggal duini Sukhotai menjadi merosot. Sebuah kerajaan Thai yang lain pula muncul, Ayuthaya. Kerajaan ini diasaskan oleh seorang ketua orang Thai yang kuat, Rama


(64)

Tibodi, pada 1350. Haruslah diingat bahwa seorang pemerintah (Sultan) Patani pernah membuat lawatan ke Ayuthaya ini.

B. Patani Memeluk Islam60

Konon ada sebuah cerita mengenai bagaimana raja Patani memeluk islam. Pada suatu ketika raja Patani ditimpa sakit diobati oleh segala dukun istana tetapi tidak juga sembuh. Akhirnya ada seorang Pasai, Sheikh Said namanya memeberi kesanggupan untuk mengobatinya tetapi dengan syarat apabila sembuh nanti Raja mesti memeluk agama islam. Syarat itu diterima oleh raja, tetapi setelah sembuh baginda tidak menepati janjinya. Beberapa tahun kemudian penyakit lamanya kambuh lagi, lalu orang Pasai itu datang lagi mengobati penyakit baginda dengan syarat yang sama seperti dahulu. Apabila sudah sembuh baginda tetap mengingkari janjinya. Akhirnya penyakit itu menyerang lagi kali yang ketiga. Kali ini baginda baru bersumpah, katanya : “jikalau aku mengubahkan janjiku ini janganlah sembuh penyakitku ini selama-lamanya”. Setelah baginda sembuh dari sakitnya baginda bersama keluarga dan pembesar istana memeluk islam. Sejak itu mulailah islam berkembang di Patani.

Komunitas muslim Patani mulai terpisah dari kesatuan dunia muslim dari kesatuan dunia muslim Asia Tenggara dan membentuk sebuah minoritas etnis keagamaan dalam kekuasaan Muang Thai. Ketika kaum muslim melayu dipandang sebagai “ masalah” oleh pemerintahThai (Siam), orang-orang melayu yang ada di Malaysia justru memandang mereka sebagai “ saudara yang terjajah”.

60


(1)

menggunakan kerudung dan di Patani ketika ada perempuan yang tidak menggunkan kerudung persepsinya adalah perempuan Budha, pakaian khas perempuan-perempuan Patani adalah baju setelan kurung yang dipadu dengan kerudung kurung panjang yang identik berwarna hitam. Oleh karena itu mereka merasa heran ketika melihat masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam tetapi masih banyak sekali perempuan muslimah yang tidak menggunakan kerudung.,

Hambatan peneyesuaian komunikasi dalam interaksi antarbudaya yang dialami oleh mahasiswa Patani tidak ada. Hal ini menurut penulis ada dua faktor kesamaan-kesamaan yang mereka rasakan ketika tinggal di Indonesia sehingga menimbulkan kenyamanan dirasakan. Pertama faktor bahasa yang hampir sama sehingga tidak menyulitkan mereka untuk beradaptasi dengan orang-orang pribumi. Kedua factor kepercayaan, masyarakat Patani yang mayoritas beragama Islam merasakan kenyamanan ketika berada di Indonesia yang juga masyarakatnya mayoritas memeluk Islam ketimbang hidup di Negara Thaialand sendiri yang mayoritas memeluk agama Budha, sehingga mereka mereka merasakan adanya tali persaudaraan yang terjalin ketika bersosialisasi dengan orang-orang Indonesia.

B. Saran

Masukan dan saran untuk mahasiswa-mahasiswa Patani yang terhimpun dalam Himpunan Persatuan Patani Di Indonesia (HIPPI) teruslah berjuang menuntut ilmu sebanyak-banyaknya jangan pernah takut untuk mencoba, dan bagi mahasiswa Patani Di Indonesia alangkah baiknya memperluas koneksi dengan bersosialisasi dengan orang-orang pribumi seluas-luasnya. Misalnya dengan tinggal bersama dengan orang


(2)

pribumi agar terbiasa untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia sehingga terbiasa untuk mengungkapkan pendapat-pendapat dengan lancar.

Untuk mahasiswa yang akan meneliti tentang penelitian komunikasi antarbudaya untuk hendakanya memperkaya teori-teori dan refrensi tentang komunikasi antarbudaya karena penelitian ini sangat menarik untuk dilakukan dengan melihat Negara Indonesia khususnya yang kaya sekali akan adat dan budaya yang beragama pada kehidupan masyarakatnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Devito, Joseph, Komunikasi Antarmanusia, Tangerang, Karisma Publishing Group, 2011

Arbi, Armawati, Dakwah dan Komunikasi, Ciputat, UIN Jakarta Press, 2003 Ardianto, Elvinaro&Q-Aness, Bambang, Filsafat Ilmu Komunikasi, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya offset, 2007

Brannen, Julia, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002

Brent D. Ruben dan Lea P. Stewart, komunikasi dan prilaku manusia, Depok, PT Raja Grafindo, 2013

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2010

Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Raja grafindo, 2007 D. Ruben, Brent & P. Stewart, Lea, Komunikasi dan Prilaku Manusia, Jakarta, PT

Raja Grafindo Persada, 2013

Emzir, Metodelogi Penelitian Kualitatif : analisis data, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012

Fathy al-Fatani, Ahmad, Pengantar Sejarah Patani, Kelantan, Pustaka Darussalam, 1994


(4)

Harsojo, Pengantar Antropologi, Bandung, 1996

Larry, Richard & Edwin, Komunikasi Lintas Budaya, Jakarta, Salemba Humanika, 2010

Larry, Richard, Edwin, Communication Between Cultures, USA, Wadworth Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2007

Liliweri, Alo, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, LKiS, 2003

Modul materi pokok, Komunikasi Antar Budaya, Universitas Terbuka

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Jakarta, Prenada Media Group, 2013

Mulyana dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008

Mulyana, Deddy & Rakhmat, Jalaludin, Komunikasi Antarbudaya, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005

Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009

Mulyana, Dedy Ilmu Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010

Richard, West dan Lynn, H. Turner, (Penerjemah: Maria Natalia dan Damayanti Maer), Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008)

Ruswanto Wawan, Penelitian Komunikasi,Jakarta: penerbit universitas terbuka, 1995


(5)

Shadily, Hassan, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1993

Sobur, Alex, Psikologi Umum, CV Pustaka Setia, Bandung, 2003

Soyomukti, Nurani, pangantar sosiologi, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2010

Strauss, Anselm & Corbin, Juliet ,Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, PT Bina Ilmu Offset, Surabaya.

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabheta, Bandung, 2010

Syadiliy, Hasan, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1993

Uchjana Effendy, Onong, dinamika komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008

Vardiansyah Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Indeks, 2008

W. Littlejohn, Stephen dan A. Foss, karen, Teori Komunikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009

SKRIPSI :

Skripsi Rohanee Cheha, Pemikiran Pendidikan Islam Haji Sulong (Studi Atas Tokoh Pendidikan Islam Di Patani Thailand Selatan), UMJ, 2013

Skripsi Dirga Maulana, Relasi Media dan Politik: Analisis Terhadap Tv One dan Kepentingan Politik Pemilik, skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, (UIN Jakarta, 2013)

INTERNET:

http://eprints.undip.ac.id/29021/1/SUMMARY_SKRIPSI_Hanum_Salsabila.pdf, diakses pada tanggal 26 Juni 2014 jam 14:20.


(6)

http://id.wikipedia.org/wiki/Stereotipe, diakses pada tanggal 14 juni 2014 pukul 16.00

http://ms.wikipedia.org/wiki/Wilayah_Pattani, diakses pada tanggal 19 agustus 2014 pukul 16:46