mempengaruhi kualitas parameter semen dan dapat menurunkan jumlah testosteron total Al-Haija, 2011.
6. Merokok Banyak penelitian yang menyelidiki pengaruh merokok terhadap infertilitas
pria. Hasil penelitiannya masih kontroversial; beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok menyebabkan efek samping pada perburukan kualitas sperma
terutama pada perokok berat, perbedaan itu didasarkan pada begitu besarnya level stress oksidatif semen pada perokok berat dibandingkan dengan perokok ringan
maupun perokok pasif Saleh et al., 2001. Namun studi di Singapura menemukan bahwa merokok memang meningkatkan resiko infertilitas dan tidak terdapat
perbedaan yang menonjol antara perokok berat dan ringan. Di sisi lain, hasil yang kontras ditemukan pada penelitian lain yang menyatakan bahwa tidak terdapat
efek signifikan antara merokok dengan infertilitas pria Al-Haija, 2011. 7. Laptop dan telepon seluler
Pemaparan jangka panjang pada laptop dapat meningkatkan suhu skrotum dan berdampak negatif pada parameter sperma. Lebih lanjut, penggunaan telepon
seluler juga berdampak negatif pada infertilitas pria yaitu menurunkan jumlah sperma yang hidup secara paralel pada setiap kali terpapar telepon seluler dan
juga berhubungan dengan durasi menggunakan telepon seluler tersebut Al-Haija, 2011. Studi terbaru juga menunjukkan hal yang serupa yaitu spermatozoa
manusia bila terpapar oleh radiasi gelombang elektormagnetik dari telepon seluler selain dapat menurunkan jumlah sperma juga dapat menurunkan motilitas sperma
dan meningkatkan stress oksidatif sperma Vignera et al., 2012. 8. Stres
Hubungan antara stres dengan infertilitas juga diperhitungkan. Pria di bawah tekanan stres pada hasil pemeriksaan analisa semen menunjukkan terjadi
penurunan yang signifikan pada parameter sperma Al-Haija, 2011. Hal ini dikaitkan dengan penurunan level testosteron yang menyebabkan kegagalan
spermatogenesis dan akhirnya berpengaruh pada jumlah, motilitas, dan morfologi sperma Carrell ed., 2013.
2.1.5 Diagnosis Infertilitas Pria
Universitas Sumatera Utara
Langkah yang paling penting dalam mendiagnosis pria infertil adalah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Anamnesis mengenai
riwayat infertilitas durasi, kehamilan sebelumnya, evaluasi dan pengobatan fertilitas sebelumnya. Riwayat seksual juga sangat penting ditanyakan seperti
fungsi ereksi, frekuensi dan waktu melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Riwayat intervensi medis sebelumnya juga tak kalah penting
ditanyakan karena hal tersebut berkontribusi dalam penegakan diagnosis dari seperempat kasus infertilitas Al-Haija, 2011.
Rekomendasi terbaru dalam menegakkan diagnosis infertilitas menurut Practice Committees of the American Urological Association and the American
Society for Reproductive Medicine menyebutkan bahwa perlu dilakukannya evaluasi infertilitas sebelum 1 tahun jika terdapat faktor resiko infertilitas pria
seperti memiliki riwayat kriptorkrismus bilateral Wein et al., 2012. Anamnesis juga mengenai riwayat peradangan seperti orchitis, waktu pubertas, riwayat
keluarga yang mengalami infertilitas dan penyakit sistemik lainnya Al-Haija, 2011.
Pemeriksaan fisik merupakan langkah yang kedua dalam mendiagnosis abnormalitas yang menyebabkan infertilitas pada pria, terdiri dari pemeriksaan
fisik secara umum dan pemeriksaan genitalia. Pemeriksaan fisik secara umum seperti pengukuran tinggi, berat badan, dan tekanan darah yang akan memberikan
informasi tentang penyakit sistemik. Distribusi rambut di tubuh juga memberikan indikasi produksi androgen, ukuran payudara juga perlu diinspeksi untuk
mendeteksi ginekomasti Al-Haija,2011. Hepatomegali pada pemeriksaan abdomen meningkatkan kecurigaan kejadian perubahan metabolisme hormon seks
steroid Wein et al., 2012. Pemeriksaan genitalia dimulai dengan pemeriksaan yang cermat, seperti
pemeriksaan isi skrotum yang merupakan bagian yang paling kritis dalam pemeriksaan ini. Palpasi permukaan testis harus benar-benar dilakukan dengan
hati-hati untuk menilai konsistensi dan ada atau tidaknya massa dalam testis untuk menyingkirkan diagnosis infertilitas akibat karsinoma testikular. Ukuran testis
juga merupakan hal yang potensial diperiksa dalam kasus infertilitas. Ukuran
Universitas Sumatera Utara
testis normal adalah 4 x 3 cm atau volumenya 20 mL. Palpasi epididimis, korda spermatika penting dilakukan untuk menentukan apakah terdapat peradangan atau
kelainan lain seperti varikokel yang juga merupakan salah satu bagian dari etiologi infertilitas pada pria. Pemeriksaan rektal juga sebaiknya dilakukan, untuk
mengevaluasi prostat, apakah terdapat peradangan ataupun kista yang dapat menyumbat duktus ejakulatorius Wein et al., 2012.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis infertilitas pada pria melalui
pemeriksaan analisis semen. Analisis semen merupakan prediktor yang sangat penting dalam menentukan fertilitas pria. Analisis semen berguna untuk
mengevaluasi variasi dari parameter termasuk karakteristik spermatozoa, plasma semen dan sel non-sperma Wein et al., 2012.
Analisa karakteristik semen dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu Wein et al., 2012:
1. Pemeriksaan makroskopik: Terdapat lima hal yang diukur pada pemeriksaan makroskopik ini, yaitu pH,
koagulasipengenceran, warna, viskositas dan volume semen. Semen normal manusia berwarna agak putih hingga kuning keabu-abuan. Bila terkontaminasi
dengan urin, maka semen berwarna kuning. Semen juga dapat berwarna merah muda pada pasien dengan perdarahan uretra dan kekuning-kuningan pada pasien
jaundice. Keadaan fisik semen yang baru diejakulasi adalah kental. Tapi sekitar 20 menit kemudian akan mengalami pengenceran, disebut likuifaksi oleh
fibrinolisin enzim proteolitik yang disekresikan oleh prostat. Jika pengenceran tidak wajar berarti ada ketidakberesan pada kelenjar itu. Pengukuran pH
merupakan komponen standar dalam analisis semen yang ditentukan oleh sekresi vesika seminalis dan prostat. pH normal adalah sekitar 7,2 hingga 8,0. Karena
sekresi vesika seminalis bersifat alkali, pH asam mengindikasikan terdapat hipoplasia vesika seminalis yang biasa ditemui pada pasien azoospermia.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Gambaran Makroskopik Analisis Semen WHO, 2010 Parameter
Nilai Normal
Abnormalitas Signifikansi Klinik
pH
≥ 7,2 Asam, 7,2
Dengan volume rendah dan non koagulasi;
adanya ketiadaan kongenital vas deferens
bilateral, obstruksi duktus ejakulatorius,
ejakulasi retrograde parsial.
Koagulasi pengenceran
Koagulasi dan
pengenceran dalam 15-60
menit. Tidak ada koagulasi
dan pemanjangan pengenceran 60
menit. Ketiadaan vesika
seminalis kongenital.
Warna Putih keabu-
abuan. Kekuning-kuningan,
merah kecoklatan. Jaundice, karotenemia,
obat, inflamasi vesika urinaria.
Viskositas
≤2cm 2cm
Berhubungan dengan motilitas yang rendah.
Volume
≥1,5 mL 0 azoospermia
1,5mL hypospermia
Ejakulasi retrograde pengumpulan yang
tidak lengkap, ejakulasi retrograde parsial,
abstinensi seksual.
2. Pemeriksaan Mikroskopik
a. Aglutinasi sperma: Pemeriksaan ini dimulai dengan hapusan tebal dengan
meletakkan semen pada slide yang ditutup oleh cover slip dan diamati pada pembesaran 1000x. Melalui metode ini, aglutinasi sperma, keberadaan sperma dan
motilitas subjektif sperma dapat diamati. Dalam keadaan normal tidak ditemukan adanya aglutinasi dan jumlah leukosit
≤ 1 jutamL serta tidak ditemukan adanya immature germ cell. Adanya adhesi sperma ke elemen non spema
mengindikasikan adanya infeksi kelenjar aksesoris, adanya adhesi sperma-sperma mengindikasikan adanya antibodi antisperma sekunder .
b. Jumlah dan konsentrasi: Pemeriksaan ini dilakukan setelah terjadi
pengenceran cairan semen. Jumlah sperma normal ≥ 20 juta sperma per mL.
Bila jumlahnya 20 juta spermamL maka disebut sebagai oligospermia.
Universitas Sumatera Utara