Morfologi Viabilitas: Standar nilai viabilitas normal dalah Sel non sperma: sel germinal yang immatur, sel epitel dan leukosit. Leukosit Leukosit

d. Morfologi

Gambar 2.1 Struktur Morfologi Sperma Normal Guyton dan Hall, 2007 Morfologi sperma menunjukkan persentasi bentuk abnormal yang ditemukan dalam semen. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk menentukan morfologi sperma yaitu berdasarkan kriteria WHO, dan kriteria Kruger’s strict. Teratozoospermia 15 morfologi normal sperma dapat terjadi pada keadaan demam, varikokel, dan stres Wein et al., 2012. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Klasifikasi Morfologi Sperma Wein et al., 2012 World Health Organization WHO Kruger’s Strict Criteria Kisaran referensi nomal ≥ 4 14 Kepala Bentuk Oval Oval, pinggiran halus Akrosom 40-70 dari permukaan kepala 40-70 dari permukaan kepala Ukuran Panjang 4-5, 5 mm, lebar 2, 5-3, 5 mm, Pl 1,5-1,72 Panjang 3-5mm Lebar 2-3 mm Vakuola 20 area kepala ≤ 14 area kepala Bagian tengah Bentuk Lurus regular, melengkung aksial Kurus, lurus regular, melengkung aksial Ukuran 13 area kepala Lebar 1mm, panjang 1,5 x kepala Droplet sitoplasma 13 area kepala 13 area kepala Ekor Tampilan Lebar Kurus , tidak melengkung Bentuk sama, tidak melengkung, lebih kurus dari bagian tengahnya Panjang 45 mm 10 x kepala

e. Viabilitas: Standar nilai viabilitas normal dalah

≥ 58. Bila sperma yang motil ditemukan kurang dari 58 sperma yang viabel, maka kemungkinan motilitas sperma akan menurun karena terdapat sperma yang mati nekrospermia. Perlu dilakukan pemeriksaan viabilitas pada analisa sperma ini WHO, 2010.

f. Sel non sperma: sel germinal yang immatur, sel epitel dan leukosit. Leukosit

merupakan elemen sel non sperma yang sangat signifikan dan sering dijumpai pada pasien dengan infertilitas. WHO menyatakan bahwa bila level leukosit diatas 1 x 10 6 WBCmL maka disebut dengan leukositospermia. Nilai normalnya adalah ≤ 1jutamL Wein et al., 2012. Universitas Sumatera Utara 2.2. Spermatogenesis, Semen dan Kelainan pada Sperma 2.2.1 Spermatogenesis Gambar 2.2 Spermatogenesis Guyton dan Hall, 2007 Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Spermatozoa merupakan sel yang dihasilkan oleh fungsi reproduksi pria Junqueira dan Jose, 2007. Spermatozoa merupakan sel hasil maturasi dari sel germinal primordial yang disebut dengan spermatogonia. Spermatogonia berada pada dua atau tiga lapisan permukaan dalam tubulus seminiferus. Spermatogonia Universitas Sumatera Utara mulai mengalami pembelahan mitosis, yang dimulai saat pubertas, dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi melalui berbagai tahap perkembangan untuk membentuk sperma Guyton dan Hall, 2007. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksual aktif akibat stimulasi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan di hipofisis anterior, yang dimulai rata-rata pada umur 13 tahun dan terus berlanjut hampir di seluruh sisa kehidupan, namun sangat menurun pada usia tua Guyton dan Hall, 2007. Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia bermigrasi di antara sel- sel sertoli menuju lumen sentral tubulus seminiferus. Sel-sel sertoli ini sangat besar, dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang mengelilingi spermatogonia yang sedang berkembang sampai menuju bagian tengah lumen tubulus Guyton dan Hall, 2007. Proses berikutnya adalah pembelahan secara meiosis. Pada tahap ini spermatogonia yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel Sertoli akan dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatosit primer yang besar. Setiap spermatosit tersebut, selanjutnya mengalami pembelahan mitosis untuk membentuk dua spermatosit sekunder. Setelah beberapa hari, spermatosit sekunder ini juga membelah menjadi spermatid yang akhirnya dimodifikasi menjadi spermatozoa sperma Guyton dan Hall, 2007. Selama masa pergantian dari tahap spermatosit ke tahap spermatid, 46 kromosom spermatozoa 23 pasang kromosom dibagi sehingga 23 kromosom diberikan ke satu spermatid dan 23 lainnya ke spermatid yang kedua Sherwood, 2012. Keadaaan ini juga membagi gen kromosom sehingga hanya setengah karakteristik genetik bayi yang berasal dari ayah, sedangkan setengah sisanya diturunkan dari oosit yang berasal dari ibu. Keseluruhan proses spermatogenesis, dari spermatogonia menjadi spermatozoa, membutuhkan waktu sekitar 74 hari Guyton dan Hall, 2007. Proses selanjutnya adalah pembentukan sperma. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid tetap memiliki sifat-sifat yang lazim dari sel-sel epiteloid, tetapi spermatid tersebut segera berdiferensiasi dan memanjang menjadi Universitas Sumatera Utara spermatozoa. Masing-masing spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. Kepala terdiri atas inti sel yang padat dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekeliling permukaannya. Di bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang terutama dibentuk oleh apparatus Golgi. Selubung ini mengandung sejumlah enzim yang serupa dengan enzim yang ditemukan pada lisosom dari sel-sel yang khas, meliputi hialuronidase yang dapat mencerna filamen proteoglikan jaringan dan enzim proteolitik yang sangat kuat yang dapat mencerna protein. Enzim ini memainkan peranan penting sehingga memungkinkan sperma untuk memasuki ovum dan membuahinya Guyton dan Hall, 2007. Ekor sperma, yang disebut flagellum, memiliki tiga komponen utama yaitu 1 kerangka pusat yang secara keseluruhan disebut aksonema, yang memiliki struktur yang serupa dengan struktur silia yang terdapat pada permukaan sel tipe lain; 2 membran sel tipis yang menutupi aksonema; dan 3 sekelompok mitokondria yang mengelilngi aksonema di bagian proksimal ekor badan ekor Guyton dan Hall, 2007. Gerakan maju-mundur ekor gerakan flagella memberikan motilitas sperma. Gerakan ini disebabkan oleh gerakan meluncur longitudinal secara ritmis di antara tubulus posterior dan anterior yang membentuk aksonema. Sperma yang normal bergerak dalam medium cair dengan kecepatan 1 sampai 4 mmmenit. Kecepatan ini akan memungkinkan sperma untuk bergerak melalui traktus genitalia wanita untuk mencapai ovum Guyton dan Hall, 2007. Proses selanjutnya setelah pembentukan sperma adalah pematangan sperma di epididimis. Setelah terbentuk di tubulus seminiferus, sperma membutuhkan waktu beberapa hari untuk melewati tubulus epididimis yang panjangnya 6 meter. Sperma yang bergerak dari tubulus seminiferus dan dari bagian awal epididimis adalah sperma yang belum motil, dan tidak dapat membuahi ovum. Akan tetapi, setelah sperma berada dalam epididimis selama 18-24 jam, sperma akan memiliki kemampuan motilitas Guyton dan Hall, 2007. Kemampuan bergerak maju motilitas progresif yang diperoleh di epididimis, melibatkan aktivasi suatu protein unik yang disebut CatSper, yang Universitas Sumatera Utara berada di bagian utama ekor sperma. Protein ini tampaknya adalah suatu kanal Ca 2+ yang memungkinkan influx Ca 2+ generalisata c-AMP. Selain itu, spermatozoa mengekspresikan reseptor olfaktorius, dan ovarium menghasilkan molekul mirip odoran. Bukti-bukti terkini mengisyaratkan bahwa berbagai molekul ini dan reseptornya saling berinteraksi, yang memperkuat gerakan spermatozoa ke arah ovarium Ganong, 2008.

2.2.2 Semen

Cairan yang diejakulasikan pada saat orgasme, yakni semen air mani, mengandung sperma dan sekret vesikula seminalis, prostat, kelenjar Cowper, dan mungkin kelenjar uretra Tabel 2.3. Volume rerata per ejakulat adalah 2,5-3,5 mL setelah beberapa hari tidak dikeluarkan. Volume semen dan hitung sperma menurun cepat bila ejakulasi berkurang. Walaupun hanya diperlukan satu sperma untuk membuahi ovum, setiap milliliter semen normalnya mengandung 100 juta sperma. Lima puluh persen pria dengan hitung sperma 20- 40 jutamL dan pada dasarnya, semua pria dengan nilai hitung yang kurang dari 20 jutamL dianggap mandul. Adanya banyak spermatozoa yang immotil atau cacat juga berkorelasi dengan infertilitas. Prostaglandin dalam semen, yang sebenarnya berasal dari vesikula seminalis, kadarnya cukup, namun fungsi turunan asam lemak in di dalam semen tidak diketahui Ganong, 2008. Sperma manusia bergerak dengan kecepatan sekitar 3 mmmenit melintasi saluran genitalia wanita. Sperma mencapai tuba uterina 30-60 menit setelah kopulasi. Pada beberapa spesies, kontraksi organ wanita mempermudah transportasi sperma ke tuba uterina, namun tidak diketahui apakah kontraksi semacam itu penting pada manusia Ganong, 2008. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Komposisi Semen Manusia Ganong, 2008 Warna : putih Berat jenis spesifik : 1,028 pH : 7,35-750 Hitung sperma : Rerata sekitar 100 jutamL, dengan bentuk abnormal kurang dari 20 Komponen lain: Fruktosa 1,5-6,5 mgml Fosforilkolin, ergotionein Asam askorbat, flavin , prostaglandin Spermin Asam sitrat Kolesterol, fosfolipid Fibrinolisin, fibrogenase Seng Fosfatase asam Fosfat Bikarbonat Hialuronidase

2.2.3 Kelainan pada Sperma

Oligospermia idiopatik ditemukan bila konsentrasi sperma kurang dari 20 x10 6 mL tetapi lebih dari 10 x10 6 mL. Asthenospermia idiopatik pada kasus ini konsentrasi spermanya normal tetapi terdapat proporsi yang rendah dari spermatozoa dengan motilitas yang cepat. Teratozoospermia idiopatik ditemukan bila konsentrasi dan motilitas sperma normal tetapi morfologinya abnormal. Kriptozoospermia idiopatik didiagnosis bila tidak terdapat spermatozoa dalam sampel semen yang baru diambil, namun mulai terlihat beberapa spermatozoa setelah disentrifugasi Al-Haija, 2011. Azoospermia obstruktif didiagnosa bila semen adalah azoospermia tidak terdapat sperma dalam semen namun pada biopsi testis menunjukkan terdapat banyak komplemen spermatogenik dalam tubulus seminiferus Al-Haija, 2011. Terdapat banyak bukti kuat penyebab yang paling berperan dalam kejadian infertilitas pria seperti kanker testis, penurunan kualitas semen, andesensus Dari vesikula seminalis membentuk 60 volume total Dari prostat membentuk 20 volume total Dapar Universitas Sumatera Utara testikularis, dan hipospadia akibat gangguan pemprograman embrional dan perkembangan gonad selama kehidupan masa janin Al-Haija, 2011.

2.3. Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunan- turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi “diri normal” Sherwood, 2012. Leukosit ini sebagian besar diproduksi di sumsum tulang granulosit, monosit dan sedikit limfosit dan sebagian lagi di jaringan limfe limfosit dan sel- sel plasma. Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius. Jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius Guyton dan Hall, 2007. Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadang- kadang, sel plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut granulosit Guyton dan Hall, 2007. Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut Guyton dan Hall, 2007: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4 Persentase Normal Sel Darah Putih Jenis-jenis leukosit Persentase sel normal Netrofil polimorfonuklear 62,0 Eosinofil polimorfonuklear 2,3 Basofil polimorfonuklear 0,4 Monosit 5,3 Limfosit 30,0 Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Sel-sel committed ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk sel darah putih. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas Guyton dan Hall, 2007. Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus Guyton dan Hall, 2007. Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah Guyton dan Hall, 2007. Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang Universitas Sumatera Utara terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan Guyton dan Hall, 2007. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel- sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi Guyton dan Hall, 2007. Limfosit memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis. Dan selanjutnya memasuki limfe dan kembali ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut Guyton dan Hall, 2007.

2.4. Hubungan antara Leukosit dengan Motilitas Sperma