terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan Guyton dan Hall, 2007.
Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-
sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan dalam
jaringan untuk melawan infeksi Guyton dan Hall, 2007. Limfosit memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran
limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis.
Dan selanjutnya memasuki limfe dan kembali ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan
bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut Guyton dan Hall, 2007.
2.4. Hubungan antara Leukosit dengan Motilitas Sperma
Leukosit terdapat dalam saluran reproduktif pria dan hampir selalu ditemukan pada pemeriksaan cairan sperma. Secara fisiologis, kebanyakan dari
leukosit terebut berkumpul pada epididimis dan berfungsi untuk sistem imunitas dan proses fagositosis dari spermatozoa abnormal. Kadar jenis leukosit yaitu
granulosit 50-60, makrofag 20-30 dan limfosit 2-5 Aryoseto, 2009.
Pengamatan akurat jumlah leukosit adalah penting karena jika jumlahnya berlebihan leucocytospermia merupakan indikasi adanya infeksi saluran
reproduksi, yang memerlukan terapi antibiotika. Selanjutnya, leukositospermia mungkin berkaitan dengan kelainan profil semen termasuk berkurangnya volume
ejakulat, jumlah sperma, termasuk yang terpenting adalah menurunnya motilitas sperma sehingga fungsi sperma terganggu akibat pengaruh oksidasi atau adanya
sitokin tertentu yang bersifat sitotoksik Aryoseto, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Batas jumlah leukosit yang apabila dilampaui akan mengganggu fertilitas masih sulit untuk ditentukan. Pengaruh sel-sel ini tergantung dari tempat dimana
leukosit masuk semen, tipe leukosit, dan keadaan pengaktifan leukosit tersebut Aryoseto, 2009.
Dikarenakan hanya jumlah sperma yang dihitung dalam pencacahan sperma, jumlah dari leukosit dapat dihitung secara relatif dengan jumlah sperma
yang diketahui. Jika N adalah jumlah dari jenis sel yang dicacah dalam sebuah lapangan pandang sama dengan 100 sperma dan S adalah jumlah sperma dalam
jutamL, maka C jumlah sel yang dicacah dalam jutamL dapat dihitung menggunakan rumus:
Contohnya: jika jumlah sel-sel leukosit yang dicacah adalah 10 per 100 sperma dan jumlah sperma adalah 120 x 10
6
mL, maka jumlah sel-sel leukosit adalah:
10 ×120×10
4
100
per milliliter = 12× 10
4
mL Nilai normal jumlah leukosit adalah kurang dari 1× 10
6
mL Lackner, et al., 2010.
Pengaruh leukosit pada motilitas sperma terdapat pada adanya sitokin- sitokin dan reactive oxygen species ROS. Peningkatan konsentrasi dari leukosit
dapat meningkatkan kadar kedua senyawa tersebut Lui dan Cheng, 2007. Peningkatan kadar sitokin dapat mengurangi beberapa produksi protein
yang dibutuhkan untuk proses spermatogenesis. Beberapa sitokin-sitokin seperti TNF-
α dan TGF-β
3
yang bisa mengurangi produksi Ocludin yang dapat mengurangi pembentukan spermatozoa dan Claudin yang menyebabkan tubulus
seminiferus terisi banyak nucleated cell yang berkumpul Lui dan Cheng, 2007. Peningkatan jumlah leukosit dalam semen sangat erat hubungannya
dengan reactive oxygen species ROS. ROS itu sendiri merupakan produk normal metabolisme seluler, termasuk diantaranya adalah ion oksigen, radikal bebas dan
peroksida. Tingkat produksi ROS oleh leukosit dilaporkan mencapai 1000 kali lebih besar dibandingkan dengan kapasitas spermatozoa yang ada Tremellen,
C=
��� 100
Universitas Sumatera Utara
2008. Dalam kondisi fisiologis, sel spermatozoa memproduksi ROS dalam jumlah yang kecil. Dalam jumlah yang kecil, ROS dibutuhkan untuk regulasi
fungsi sperma, kapasitasi sperma dan reaksi akrosom. Sedangkan dalam jumlah yang besar ROS toksik terhadap sel normal dan menurunkan potensi fertilitas dari
sperma Nallella, et al., 2005. ROS dapat menyebabkan infertilitas melalui dua mekanisme yaitu
pertama, ROS merusak membran sperma yang dapat menurunkan motilitas sperma dan menurunkan kemampuan untuk bergabung dengan oosit. Kemudian
yang kedua, ROS secara langsung merusak DNA sperma, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan embrio karena kerusakan DNA paternal
dari sperma Tremellen, 2008. Hubungan leukosit dan ROS adalah pada neutrofil polimorfonuklear dan
makrofag yang merupakan sebagian besar leukosit, berperan menyerang bakteri patogen dan benda-benda asing, keduanya berkemampuan membangkitkan ROS.
Senyawa ini dapat menginduksi lipid peroksidase di dalam membran sel, jika lipid peroksidase dalam jumlah yang banyak ditambahkan ke dalam suspensi sperma
akan mempengaruhi motilitas sperma dan menyebabkan agregasi sperma Aryosetto, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan antara jumlah leukosit dalam cairan semen dengan motilitas sperma yang rendah
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Alat Ukur Cara Pengukuran
Hasil Ukur Skala
Ukur
A. Infertilitas
Ketidak mampuan
seorang pria untuk
menghamili wanita setelah
12 bulan atau lebih
melakukan hubungan
seksual secara regular tanpa
menggunakan alat
kontrasepsi Rekam
medis Anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan
analisis semen Infertil
tidak infertil Ordinal
B. Infertilitas
primer Tidak pernah
menghamili meskipun telah
melakukan Rekam
medis Anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan
analisis semen Infertilitas
primer sekunder Ordinal
Jumlah leukosit dalam cairan semen
Motilitas sperma
Universitas Sumatera Utara