b. Edge tepian. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linier, misal pantai, tembok, batasan
antar lintasan kereta api, topografi dan sebagainya. c. District kawasan. Sebuah kawasan district memiliki ciri khas yang
mirip bentuk, pola dan wujudnya dan khas pula dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. District
memiliki indentitas yang lebih baik, jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan
posisinya jelas. d. Node simpul. Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis
dimana arah dan aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain.
e. Landmark tengeran. Merupakan titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak masuk kedalamnya karena bisa dilihat dari luar
letaknya. Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misal gunung, atau bukit. gedung
tinggi, menara, tempat ibadah, pohon tinggi dan sebagainya.
2.5 Permukiman Sebagai Wadah Lingkungan Binaan
Terbentuknya suatu lingkungan binaan dalam hal ini adalah permukiman, merupakan proses pewadahan fungsional yang dilandasi oleh pola aktivitas
manusia serta adanya pengaruh setting rona lingkungan baik yang bersifat fisik maupun non fisik sosial budaya yang secara langsung mempengaruhi pola
kegiatan dan proses pewadahannya. Rona lingkungan akan saling berpengaruh dengan lingkungan fisik yang terbentuk oleh kondisi lokasi, kelompok masyarakat
dengan sosial budayanya Rapoport, 1969. Hubungan antar aspek budaya culture dan lingkungan binaan environment dalam kaitannya dengan
perubahan berjalan secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Faktor pembentuk lingkungan dapat dibedakan menjadi dua
golongan Rapoport, 1969 yakni faktor primer sosio culture factors dan faktor sekunder modifying factors. Lingkungan binaan dapat terbentuk secara organik
atau tanpa perencanaan yang juga terbentuk melalui perencanaan. Pertumbuhan organik pada lingkungan permukiman tradisional terjadi dalam proses yang
panjang dan berlangsung secara berkesinambungan. Lingkungan binaan merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan, hubungan
keluarga, organisasi sosial, serta interaksi sosial antara individu.
2.6 Elemen-Elemen Pembentuk Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai
Karakteristik pola ruang pinggiran sungai diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas suatu kota yang terletak di pinggiran sungai, sesuai
dengan potensi yang ada. Dalam hal ini menurut Eko Budihardjo 1991 bahwa karakter tersebut merupakan perwujudan lingkungan baik yang berbentuk fisik
maupun non fisik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schultz 1980 bahwa karakter tersebut bisa diperoleh dari kondisi fisik lingkungan dan hal-hal lain yang
tidak terukur seperti budaya, dan kehidupan sosial. Budaya dan pola sosial
merupakan suatu sistem yang sudah stabil dan terpola di dalam place, yang dibangun sepanjang sejarah masyarakatnya.
2.7 Pola Permukiman