merupakan hal yang sangat penting, sehingga berusaha untuk membayar kembali pinjamannya.
49
Selain itu, jaminan yang dapat diberikan untuk sesuatu kredit dapat terdiri atas:
50
1 Jaminan barang, baik barang tetap maupun barang tidak tetap
bergerak. 2
Jaminan pribadi borgtocht yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak borg menyanggupi pihak lainnya kreditur bahwa ia menjamin
pembayarannya suatu hutang apabila si terhutang kreditur tidak menepati kewajibannya.
3 Jaminan efek-efek saham, obligasi, dan sertifikat yang didaftar listed
di bursa-bursa efek. Melihat karakterisik dari kedua bentuk kredit tersebut di atas kredit tanpa
jaminan dan kredit dengan jaminan, maka yang paling tepat dijalankan dalam pemberian kredit dalam rangka sistem kehati-hatian perbankan yaitu kredit
disertai jaminan, karena kredit tersebut lebih tepat dipertanggungjawabkan dibandingkan dengan kredit tanpa jaminan meskipun perusahaan debitur
berprospek cerah, dengan reputasi yang baik.
B. Pemberian Kredit Sebagai Suatu Pejanjian
Dalam menjalankan bisnis tentu manusia tidak bisa menjalankan sendiri, tentu perlu bantuan dari pihak lain terutama faktor permodalan atau dana untuk
49
Ismail dkk, Op. cit, h. 108.
50
Thomas Suyatno dkk, Op. cit, h. 21.
menunjang kegiatan bisnisnya. Salah satu produk dari diadakannya suatu perjanjian adalah perjanjian kredit.
51
Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab II, Bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Pasal 1313 KUHPerdata
memberikan rumusan tentang perjanjian sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat
luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga
perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu:
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum; b.
Menambahkan perkataan “saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata.
Sehingga perumusannya menjadi: “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
52
51
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, h. 27.
Selain itu Subekti juga memberikan pengertian tentang perjanjian, yaitu:
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”
53
Menurut Hermansyah perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan
yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, yang masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu. Dan dalam hal pemberian kredit,
maka kredit tersebut baru akan diberikan apabila telah tercapai persetujuan dan kesepakatan antara pihak kreditur dan debitur.
54
Selanjutnya, setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati harus dituangkan dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian kredit secara tertulis. Undang-
Undang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam
praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam
perjanjian baku standards contract, dimana isi atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir blanko,
tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu vorn vrij. Perjanjian kredit banknya bisa dibuat di bawah tangan dan bisa secara notarial.
52
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1979, h. 49.
53
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, h. 1.
54
Hermansyah, Op. cit, h. 67.
Praktek perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
1. Instruksi Presidium Nomor 15IN1066 tentang Pedoman Kebijakan di
Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2539UPKPemb. tanggal 8 Oktober 1966, Surat
Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2649UPKPemb. tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10EK21967
tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya
perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit
dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya; 2.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 277UPPB masing-masing tanggal
31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit
yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis.
55
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku standard contract. Berkaitan dengan
itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dengan baik.
Perjanjian yang demikian itu bisa disebut degan perjanjian baku standard
55
Rachmadi Usman, Op. cit, h. 263-264.
contract, di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau
tawar-menawar. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang
ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk
menandatangani perjanjian kredit tersebut.
56
Akan tetapi, dalam praktek perbankan biasanya bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Namun
demikian, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian
tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan: keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah
besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.
Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga
KUHPerdata. Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan pada hakikatnya merupakan salah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana
diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUHPerdata. Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian yaitu
asas kebebasan berkontrak, maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam
56
Hermansyah, Op. cit, h. 67-68.
perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang ada pada KUHPerdata, tetapi dapat pula mendasarkan kepada kesepakatan
bersama, artinya dalam hal-hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata, sedangkan dalam hal
ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak.
57
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap pemberian kredit merupakan suatu perjanjian. Hal ini dikarenakan, dalam setiap pemberian kredit
wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta di bawah tangan maupun akta notarial. Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai
panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak
dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit
dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan
yang memadai bagi bank. Menurut Ch. Gatot Wardoyo, dalam tulisannya mengenai Sekitar Klausul-
Klausul Perjanjian Kredit Bank, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu diantaranya:
58
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya
57
Djumhana, Op. cit, h. 385-386.
58
Rachmadi Usman, Op. cit, h. 263-265.
perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak
dan kewajiban diantara debitur dan kreditur; 3.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
C. Sahnya Suatu Perjanjian Kredit