Minyak dan Lemak TINJAUAN PUSTAKA

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [ Sumber: Winarno, 1995] Gambar 2.1 Struktur Minyak dan Lemak O H 2 C – O – C – R 1 O H C – O – C – R 2 H 2 C – O – C – R 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu merupakan lipid netral Ketaren, 1986. Lemak dan minyak lebih dikenal dengan trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah itu berarti “triester dari gliserol” Fessenden, 1994. Sedangkan dalam ilmu gizi lemak netral adalah apa yang dikenal sebagai lemak dan minyak Almatsier, 2009. Lemak berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak berbentuk cair Almatsier, 2009; Fessenden, 1994. Minyak merupakan bahan cair dikarenakan rendahya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah Winarno, 1995. Minyak nabati pada umumnya sebagian besar mengandung asam palmitat, asam sterat, asam oleat, dan asam linoleat, kecuali minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang banyak mengandung asam lemak-jenuh rantai sedang C 8 –C 14 Almatsier, 2009. 2.1.1 Struktur dan Komposisi Minyak Sebagian besar lemak dan minyak dalam alam terdiri dari atas 98-99 trigliserida. Trigliserida adalah ester gliserol, suatu alkohol trihidrat dan asam lemak yang tepatnya disebut triasilgliserol. Bila ketiga asam lemak di dalam asam trigliserida adalah asam lemak yang sama dinamakan trigliserida sederhana; bila berbeda dinamakan trigliserida campuran. Contoh trigliserida sederhana adalah lemak tristerin Almatseir,2009. O UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya. Hal ini disebabkan asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak Sugiati, 2007. Lemak jika terhidrolisis akan menghasilkan satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Bila asam lemak yang berikatan dengan gliserol merupakan asam lemak sejenis, lemaknya disebut triglieserida, namun bila asam lemak yang berikatan tersebut berbeda disebut triglieserida campuran. Jenis asam lemak yang berikatan akan menentukan bentuk padat atau cair. Asam lemak jenuh banyak terdapat pada lemak, sedangkan asam lemak tidak jenuh banyak ditemui pada minyak yang umumnya berasal dari nabati Anonim, 2010. Berdasarkan struktur kimianya asam lemak dibagi menjadi dua, yaitu : A. Asam lemak jenuh saturated fatty acidSFA Gaman et al., 1994 Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Asam lemak yang bersifat jenuh juga merupakan asam lemak dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau lemak yang berasal dari hewan. Asam lemak jenuh seperti asam laurat, asam miristrat, asam palmitat, dan asam stearat ini yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya menyebabkan serangan stroke. [ Sumber: Gaman et al., 1994] Gambar 2.2 Struktur Asam Lemak Jenuh H H H H H H H H H H H H -C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C- H H H H H H H H H H H H UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B. Asam lemak tidak jenuh Unsaturated Fatty Acid UFA Gaman et al., 1994 Asam lemak tidak jenuh yaitu, bila rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap atau lebih. Asam lemak tidak jenuh mudah rusak apabila terkena panas tetapi sangat bermafaat bagi kesehatan. Contoh asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat, linolenat, dan arakidonat yang mempunyai fungsi mencegah terjadinya arterosklerosis atau mencegah penyumbatan pembuluh darah. 2.1.2 Sifat Fisika Minyak dan Lemak 1. Berat Jenis Berat jenis lemak lebih rendah dari pada air, oleh karena itu minyak akan mengapung ke atas dalam campuran minyak dan air, atau cuka dan minyak. Sifat fisika trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak yang membentuknya. Titik cair, meningkat dengan bertambah panjang rantai asam lemak dan tingkat kejenuhannya. Semakin banyak mengandung asam lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh, semakin lunak dan cair lemak tersebut. Sebaliknya semakin banyak mengandung asam lemak-jenuh rantai rantai panjang, seperti asam palmitat C16:O dan asam stearat C18:O yang terdapat pada lemak hewan, semakin padat lemak tersebut Almatseir, 2009. H H H H H H H H H H H -C-C=C-C=C-C=C-C=C-C=C- H H H H H H H H H H H H [Sumber: Gaman et al., 1994] Gambar 2.3 Struktur Asam Lemak Tidak Jenuh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Warna Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah didalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau –hijauan, dan kemerah- merahan.Pigmen berwara merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang Ketaren, 1986. 3. Odor dan Flavor Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi pada umumnya odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedangkan bau yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonylmethylketon Ketaren, 1986. 4. Kelarutan Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak castor oil. Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan pelarut –pelarut halogen. Asam–asam lemak yang berantai pendek dapat larut dalam air, semakin panjang rantai asam –asam lemak maka kelarutannya dalam air semakin berkurang Ketaren, 1986. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Titik Cair dan Polymorphism Minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada nilai temperatur tertentu.Sebagai contoh, bila lemak dipanaskan dengan lambat, maka akhirnya akan mencair. Tetapi ada juga lemak yang sudah mencair pada waktu temperatur mulai naik, kemudian akan memadat kembali Ketaren, 1986. Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut sangat sukar. Polymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk selanjutnya polymorphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak Ketaren, 1986 Makin panjang rantai C, titik cair akan semakin tinggi, misalnya : Butirat denga C = 14 Titik cair = - 7,9 o C Stearat dengan C = 18 Titik cair = 64,6 o C Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, menyebabkan titik cair akan lebih rendah Winarno, 1995. Contoh: Asam sterat C 18 mempunyai titik cair 70 o C, dengan penambahan 1 ikatan rangkap disebut alan oleat C 18 , maka titik cair akan turun mencapai 14 o C Ketaren, 1984. 6. Titik Lebur Dalam bahan makanan terdapat berbagai jenis trigliserida, dan karena hal inilah titik lebur lemak dan minyak tidak tajam, tetapi merupakan kisaran suhu. Lemak dan minyak juga menunjukkan variasi yang besar pada sifat tekstur dan daya pembentuk kreamnya. Asam lemak dengan ikatan yang tidak begitu kuat memerlukan panas yang lebih sedikit, sehingga energi panas yang diperlukan untuk mencairkan kristal-kristalnya makin sedikit dan titik leburnya akan lebih rendah. Titik lebur suatu lemak dan minyak dipengaruhi juga oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antara asam lemak yang berdekatan dengan kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Titik lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Hal ini di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karenakan ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat, sebab rantai pada ikatan rangkap cis tidak lurus. Asam lemak jenuh mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh. Adanya bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dari pada adanya bentuk cis Winarno, 1995. 7. Bobot Jenis Bobot jenis dari minyak dan lemak ditentukan pada temperatur 25 o C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40 o C atau 60 o C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek Ketaren, 1986. 8. Titik Didih, Titik Asap, Titik Nyala, dan Titik Api Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut Ketaren, 1984. Bila suatu lemak atau minyak dipanaskan. Pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap smoke point. Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar terlihat nyala. Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng Winarno, 1995. Minyak atau lemak jika dipanaskan dapat dilakukan penetapan titik asap, titik nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada saat pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji Ketaren, 1986. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9. Titik Kekeruhan Titik keruh ditentukan dengan cara memanaskan minyak dan ditambah pelarut sampai terlarut sempurna, kemudian didinginkan. Pada suhu tertentu, campuran mulai terpisah dan akan terjadi kekeruhan. Suhu tersebut dinamakan dengan titik keruh. Pelarut yang biasa digunakan adalah asam asetat, glasial, metil alkohol, dan campuran alkohol 92 dengan amil alkohol 92.Titik keruh ini tergantung dari adanya asam lemak bebas Winarno, 1995. 2.1.3 Sifat Kimia Minyak dan Lemak Pada umunya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus mono karboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap. Reaksi yang penting pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi, dan hidrogenasi Ketaren, 1986. A. Hidrolisa Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan dirubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut Ketaren, 1986. [ Sumber: Winarno, 1995] Gambar 2.4 Proses Reaksi Hidrolisa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Persamaan di atas adalah reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak menurut Schwitzer 1957. Proses hidrolisa yang di sengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan sejumlah basa. Proses itu di kenal dengan reaksi penyabunan. Proses penyabunan ini banyak dipergunakan dalam industri. Minyak atau lemak dalam ketel, pertama-tama dipanasi dengan pipa uap dan selanjutnya ditambah alkali NaOH, sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat diambil dari lapisan teratas pada larutan yang merupakan campuran dari larutan alkali, sabun, dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni melalui penyulingan Ketaren, 1986. B. Oksidasi Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hiperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hiperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas Ketaren, 1986. Mekanisme oksidasi Ketaren, 1986 yang umum dari minyak atau lemak adalah sebagai berikut : - Inisiasi initiation RH + O 2 Radikal bebas ROOH antara lain ROOH 2 R, OR, RO 2 , dan HO - Perambatan propagation R + O 2 RO 2 RO 2 + RH R + ROOH - Penghentian Termination R + R R + OR hasil akhir yang tidak stabil R + RO 2 non radical UIN Syarif Hidayatullah Jakarta C. Hidrogenasi Proses hidrogenasi merupakan suatu proses industri yang bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator di pisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau kertas tergantung pada derajat kejenuhan Ketaren, 1986. Proses hidrogenasi dapat dilakukan untuk meningkatkan titik jenuh asam lemak tidak jenuh melalui penambahan hidrogen, yang digunakan secara komersial dalam mengubah minyak cair nabati menjadi lemak padat yang diperlukan dalam rumah tangga, seperti margarin dan shortening yang padat pada suhu kamar Almatseir, 2009. D. Esterifikasi Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang di sebut inter-esterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan pada prinsip trans-esterifikasi friedel-craft.Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti butirat, dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak dapat ditukar dengan rantai panjang yang tidak menguap Ketaren, 1986. 2.1.4 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi Sugiati, 2007. Sedangkan menurut SNI 2013 minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida yang berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk menggoreng. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan Ketaren, 1986; Winarno, 1995. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [Sumber: Ketaren, 1986] Gambar 2.5 Struktur Dasar Bahan Pangan Yang Digoreng Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit Ketaren, 1986. Sistem menggoreng bahan pangan ada 2 macam, yaitu sistem ; 1 gangsa pan frying, dan 2 menggoreng biasa deep frying. Proses gangsa pan frying dapat menggunakan lemak atau minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemansan pada metode deep frying . Ciri khas dari proses “gangsa” ialah karena bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak Ketaren, 1986. Sedangkan metode deep frying, merupakan sistem menggoreng yang paling umum digunakan untuk mengolah makanan, dikarenakan sistem menggoreng ini yang cepat, dengan bahan makanan secara langsung terendam di dalam medium minyak panas, sehingga menghasilkan tekstur dan flavor produk yang diinginkan Sunisa et al., 2011; Gosh et al., 2012. Proses deep fat frying biasanya berlangsung pada suhu tinggi antara 200-205 o C Ketaren, 1986. Semua bahan pangan digoreng mempunyai struktur yang dasar yang sama. Gambar di atas merupakan potongan dari bahan pangan yang digoreng. Inner zone atau core merupakan bagian dalam dari bahan pangan berkadar air tinggi dan umum terdapat pada bahan pangan yang digoreng. Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat merubah atau tidak merubah karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang Core inner zone Lapisan luarouter zone Permukaan luar = kerakouter zone surface UIN Syarif Hidayatullah Jakarta digoreng. Permukaan lapisan luar outer zone surface akan berwarna coklat keemasa akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan; sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan. 2.1.5 Nilai Gizi Minyak Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9 kilo kalori untuk tiap gram, yaitu 212 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat- zat energi: karbohidrat, lemak, protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut: 50 dijaringan bawah kulit subkutan, 45 disekeliling organ dalam rongga perut, dan 5 dijaringan intramuskular. Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, dan demikian lemak berfungsi juga dalam memelihara suhu tubuh. Lapisan lemak yang menyelubungi organ organ tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap ditempatnya dan melindunginya terhadap beturan dan bahaya lain Almatsier, 2009. Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi kita terutama karena merupakan sumber energi, cita rasa, serta sember vitamin A, D, E, dan K. Manusia dapat digolongkan makhluk omnivora, artinya makanannya terdiri dari bahan hewani maupun nabati, karena itu dapat menerima minyak dan lemak dari berbagai sumber baik ternak maupun tanaman Winarno, 1995. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta WHO menganjurkan mengkonsumsi lemak untuk orang dewasa minimum 20 dari energi total sekitar 60 gramhari. Konsumsi lemak total perhari yang dianjurkan maksimal sebesar 30 dari energi total, terdiri dari 10 asam lemak jenuh SFA, 10 asam lemak tidak jenuh tunggal MUFA dan 10 asam lemak tidak jenuh jamak PUFA Anonim, 2010. 2.1.6 Penyebab Kerusakan Minyak dan Lemak Reaksi oksidasi disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentkan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi, seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hiperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, Mn, dan logam porfirin Winarno, 1995. Proses ketengikan yaitu jika lemak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama yang menyebabkan terjadi perubahan. Proses ketengikan terjadi jika oksigen terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif, senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak, aldehida-aldehida dan keton yang bersifat volatill yang mudah menguap, menimbulkan bau tengik pada lemak dan potensial bersifat toksik. Reaksi ini terjadi perlahan pada suhu menggoreng normal dan di percepat oleh adanya besi dan tembaga yang biasa ada di dalam makanan Almatsier, 2009. Minyak yang digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau dipakai berulang kali akan berubah menjadi hitam dan proses oksidasi akan menumpuk. Asam lemak akan pecah dan terbentuk akrolein dan gliserol. Akrolein mengeluarkan asap tajam yang merangsang tenggorokan Winarno, 1995. Hidrogenasi minyak menurunkan kecenderungannya untuk teroksidasi, dengan demikian meningkatkan stabilitasnya, seperti pada vitamin E yang banyak terdapat dalam minyak nabati bila dipanaskan akan dioksidasi, hal ini mencegah terjadinya peroksida dengan demikian mencegah proses ketengikan, vitamin E dalam hal ini bertindak sebagai antioksidan Almatsier, 2009. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 o C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Reaksi oksidasi pada penggorengan 200 o C menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan reaksi hidrolisis mudah terjadi pada minyak dan asam lemak jenuh rantai panjang. Proses menggoreng dengan cara deep friying selain menyebabkan pembentukan asam lemak jenuh rantai panjang, juga menimbulkan reaksi polimerasi termal dan reaksi oksidasi yang membentuk asam lemak trans Anonim, 2010. Studi yang dilakukan oleh Sartika 2007 menyebutkan bahwa proses menggoreng dengan cara deepfrying akan menyebabkan perubahan asam lemak tidak jenuh bentuk cis menjadi bentuk trans, dan jumlah asam lemak tidak jenuh bentuk cis asam oleat. Reaksi oksidasi yang terjadi pada asam oleat C18:1 cis akan menghasilkan 2 dua senyawa radikal intermediate, dimana oksigen akan merusak atom karbon paling ujung, yaitu karbon 8, 9, 10 dan 11 allylic hyperoxides. Pada suhu 25 o C jumlah cis dan trans 8 dan 11 isomer sama banyak, sedangkan 9- dan 10- isomer lebih banyak dalam bentuk trans Anonim, 2010. Pembentukan asam lemak trans saat proses menggoreng deep friying yang dilakukan oleh Rustika 2005 menyebutkan bahwa makanan jenis pisang goreng, ubi goreng, kroket, tempe goreng, singkong goreng dan ayam goreng tepung mengandung asam lemak trans. Padahal jika dilihat dari jenis bahan pangannya pangan nabati, tidak mengandung asam lemak trans. Hasil penelitian Sartika 2007 menyatakan bahwa kandungan asam lemak trans tertinggi pada makanan gorengan ayam goreng tepung, telur goreng, dan tempe mendoan, produk ruminansia daging rawon, sop buntut, dan beef burger keju, dan produk makanan jadi menggunakan margarin atau minyak yang terhidrogenasi seperti coklat, biskuit, dan croissant Anonim, 2010. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hiperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas Winarno, 1995. Kemudian radikal ini dengan O 2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hiperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai karbon C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida- aldehida, dan keton yang besifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak, perubahan-perubahan selama oksidasi ini dapat diikuti denga spektrofotometer ultraviolet dengan absorpsi pada 232 nm Winarno, 1995. 2.2.7 Pengaruh Minyak dan Lemak Terhadap Kesehatan Salah satu komponen utama makanan yang memberikan dampak positif dan negatif terhadap kesehatan adalah lemak yang mempunyai multifungsi, yaitu sebagai penyumbang energi terbanyak 30 atau lebih energi total yang diperlukan tubuh serta merupakan sumber asam lemak esensial linoleat dan linolenat. Selain sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K, lemak memberikan cita rasa aroma spesifik pada makanan yang tidak dapat digantikan oleh komponen makanan lainnya, sedangkan dampak negatif konsumsi yang berkaitan dengan aterogenik dapat terjadi bila konsumsi lemak lebih dari 30 dari kebutuhan energi total Anonim, 2010. Lemak merupakan salah satu komponen dalam bahan pangan. Setiap orang membutuhkan energi kurang lebih 3.300 kalori perhari, yang berasal dari hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Secara tidak langsung, lemak dapat juga membantu pembangunan organ-organ tubuh terutama pada anak yang sedang berada dalam fase pertumbuhan. Kekurangan lemak dalam makanan, dapat memperlambat pertumbuhan Ketaren, 1986. Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi 160-180 o C disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gelap. Rekasi degradasi ini meurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang. Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan Yustinah, 2011. Pengaruh minyak dan lemak terhadap kesehatan dapat menyebakan penyakit seperti jantung koroner. Penyakit jantung koroner dianggap salah satu penyebab kematian yang menakutkan. Terdapat sejumlah faktor risiko yang diidentifikasi menyebabkan penyakit jantung koroner, seperti meningkatnya kadar lipida umumnya kolesterol darah, hipertensi, perokok berat, dan aktivitas fisik. Beberapa ahli berpendapat bahwa aktifitas fisik merupakan faktor penting dibandingkan jumlah dan jenis lemak pada makanan untuk mengatur kadar kolesterol dalam darah. Lembaga Kesehatan Nasional di Amerika Serikat 1977 melakukan riset yang menunjukkan hasil bahwa pembatasan rata-rata tingkat konsumsi kolesterol sehari, pengurangan konsumsi lemak jenuh, dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh berpengaruh nyata terhadap kadar lipida. Demikian juga kadar lipida darah yang tinggi banyak dijumpai pada orang yang berpendidikan dan status sosial ekonomi Anonim, 2010. Selain itu pengaruh minyak dan lemak terhadap kesehatan juga dapat memicu peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol dalam darah manusia beragam dan mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Penambahan kolesterol darah berbeda menurut jenis kelamin. Pada wanita dimulai umur dua puluhan, sementara pada pria dapat lebih awal. Faktor makanan yang berpengaruh terhadap kolesterol darah adalah LDL, lemak total, lemak jenuh, dan energi total. Pada kolesterol darah yang mengikat berpengaruh tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah Almatseir, 2009. Nilai gizi dan palatability lemak yang teroksidasi, lebih rendah dibandingkan dengan lemak segar, sehingga dapat mengganggu kesehatan dan pencernaan atau gangguan-gangguan lainnya Ketaren, 1986. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Uji Analisa Minyak Goreng