UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Uji Analisa Minyak Goreng
Pengujian sifat fisika-kimia digunakan untuk identifikasi jenis dan penilaian mutu minyak dan lemak, yang meliputi pengujian kemurnian
terutama terhadap pelarut organik, sifat penyabunan, jumlah ikatan rangkap atau derajat ketidakjenuhan, ketengikan dan lain-lain, uji tersebut bersifat
kualitatif atau kuantitatif, dan dapat dilakukan berdasarkan cara asidimetri, oksidimetri, dan uji khusus lainnya Ketaren, 1986.
2.2.1 Warna
Warna minyak atau lemak dapat diketahui dengan membandingkan warna contoh dengan warna standar. Perubahan warna pada minyak goreng
menjadi warna gelap dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Suhu pemanasan
yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang
terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut, pengepresan bahan yang
mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap, ekstraksi minyak
dengan menggunakan pelarut organik, misalnya campuran pelarut petroleum- benzen akan menghasilkan minyak dengan warna lebih cerah jika dengan
minyak yang diekstraksi dengan pelarut tricholor etilen, benzol dan heksan, logam seperti Cu, Fe, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini
dalam minyak Ketaren, 1986. 2.2.2
Bau Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus
dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan
diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang mengakibatkan seluruh lemak menjadi rusak Winarno, 1995.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Bilangan Asam
Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak.
Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah dengan jalan melarutkan
sejumlah lemak atau munyak dalam alkohol-eter dan diberi indikator phenolphtalin. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna merah jambu yang tetap. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak tadi Ketaren,
1986; SNI, 2013. Perhitungan Bilangan Asam Minyak Goreng
=
Keterangan: A = Jumlah ml KOH untuk dititrasi
N = Normalitas larutan KOH G = Berat sample gram
56,1= Bobot molekul KOH 2.2.4
Bilangan Peroksida Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
ini dapat ditentukan dengan metoda iodometri Ketaren 1986. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah
lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform 2:1 kemudian iodin yang berbentuk
ditentukan dengan titrasi memakai natrrium thiosulfat Winarno, 1995; SNI, 2013.
Bilangan peroksida akan memecah ikatan karbonil dan aldehid pada saat menggoreng dikarenakan suhu yang tinggi, udara, dan cahaya Serjouie
et al., 2010, ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda
molekul trigliserida Gaman et al., 1994.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan Bilangan Peroksida =
mgr 100 gram Keterangan:
a = Jumlah ml larutan Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi contoh b = Jumlah ml larutan Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi blangko N= Normalitas larutan Na
2
S
2
O
3
8= ½ dari bobot atom oksigen G= Berat sampel minyak gram
2.2.5 Kadar Air
Pengujian kadar air menggunakan metode oven terbuka yaitu: Sampel diaduk dengan baik sebelum dilakukan pengujian dikarenakan air
cenderung untuk mengendap, dengan pengadukan maka penyebaran air didalam sampel akan merata. Selanjutnya sampel ditimbang seberat 5 gram
didalam cawan penguap, lalu dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 130
o
C ±1
o
C selama 30 menit. Sampel diangkat dari oven kemudian dinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar, kemudian di
timbang. Pekerjaan ini di ulang sampai kehilangan bobot tetap Ketaren, 1986.
Kadar air dan zat yang menguap
=
2.2.6 Bilangan Iod Ketaren, 1986
Bilangan Iod ditetapkan dengan melarutkan sejumalah contoh minyak atau lemak 0,1 sampai 0,5 gram dalam kloroform atau karbon tetraklorida
kemudian ditambahkan halogen secara berlebihan. Setelah didiamkan pada tempat yang gelap dengan periode waktu yang dikontrol, kelebihan iod yang
tidak bereaksi diukur dengan jalan menitrasi larutan campuran tadi dengan natrium tiosulfat Na
2
S
2
O
3.
Reaksi dari iod yang berlebihan tersebut adalah sebagai berikut :
2 Na
2
S
2
O
3
+ I
2
2 NaI + Na
2
S
4
O
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan indikator amilum Ketaren, 1986.
Perhitungan Bilangan Iod
=
Keterangan : B = jumlah ml Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi blanko S = jumlah ml Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi contoh N = normalitas larutan Na
2
S
2
O
3
G = bobot sampel gram 12,69 =
2.2.7 Cemaran Logam
A. Kadmium Cd
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4gmol; titik leleh 320,9
o
C, dan titik didih 767
o
C; bobot jenis 8,642 gcm
3
; tekanan uap 0,013 Pa pada suhu 180
o
C. Kadmium biasa ditemukan sebgai mineral yang terikat dengan unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur. Kadmium tidak
memiliki rasa maupun aroma spesifik. Kadmium terutama terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng Zn SNI, 2009.
Menurut Palar 1994 penggunaan kadmium dan persenyawaannya ditemukan dalam industri, pencelupan fotografi, dan lain-lain. Kadmium
merupakan salah satu logam berat yang berbahaya dikarenakan berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh pada manusia dalam
jangka waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsip pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap
gangguan paru-paru. Logam kadmium ini bersama timbal termasuk dua besar logam berat yang memiliki tingkat bahaya tertinggi terhadap kesehatan
manusia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Paparan kadmium secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal. Gejalan lain toksisitas akut dari kadmium adalah iritasi alat respiratori, alat
pencernaan, batu ginjal, kerusakan ginjal, radang, paru-paru, pendarahan otak, migrain, pembengkakan jantung, gangguan pertumbuhan, anemia, rambut
rontok, kulit bersisik dan kering, daya tahan tubuh lemah, nyeri otot, bahkan dapat menyebabkan kematian Widowati et al., 2008.
Toksisitas kronis kadmium dapat merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem respirasi paru-paru, sistem sirkulasi darah dan jantung,
kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang. Toksisitas kronis kadmium, baik melalui oral maupun
inhalasi, bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh ekskresi berlebihan, dan gangguan sistem kardiovaskular Widowati et al., 2008
B. Timbal Pb
Timbal dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil
melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Timbal merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu
keperakan dengan titik leleh pada 327,5
o
C; titik didih 1.740
o
C pada tekanan atmosfer, dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20. Logam ini
sangat resisten terhadap korosif, oleh karena ini seringkali dicampur dengan campuran yang bersifat korosif Saniyyah, 2010. Logam timbal banyak
digunakan pada industri baterai, kabel, cat sebagai zat pewarna, pestisida, dan yang paling banyak digunakan sebagai zat anti letup pada bensin.
Timbal bersifat toksik pada manusia, intoksikasi terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, lewat kulit, mata, dan jalur
parenteral. Toksisitas akut bisa terjadi jika timbal masuk ke dalam tubuh seseorang melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif
pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Timbal secara akut antara lain adalah gangguan
gastrointestinal seperti kram perut dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat, gangguan neurologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
seperti sakit kepala, bingung, atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma, serta mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan gagal ginjal yang akut dan
dapat berkembang dengan cepat Widowati et al., 2008. Katalis logam Pb turut membantu peroksida dalam menyerang
molekul asam lemak jenuh atau tidak jenuh yang utuh dikarenakan asam lemak jenuh yang murni mulai beraksi dengan oksigen dengan adanya katalis
pada suhu 75
o
C, dan dibawah suhu 70
o
C.
[Sumber: Ketaren, 1986]
Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Peroksida Katalis Ion Logam
Mekanisme pembentukan peroksida katalis ion logam pada gambar 2.6 dimana: linoleat-Pb yang berfungsi sebagai oxygen carier dalam oksidasi
pada periode induksi, akan teroksidasi sehingga membentuk persenyawaan PbO
2
yang bersifat aktif. Persenyawaan PbO
2
dapat mengkatalisasi reaksi oksidasi ikatan jenuh yang masih utuh Ketaren, 1986.
2.2.8 Spektroskopi Serapan Atom SSA
Dalam kimia analitik instrument, spektroskopi serapan atom SSA adalah suatu teknik yang sering digunakan untuk menentukan konsentrasi
logam. Spektroskopi Serapan Atom SSA memanfaatkan metode fenomena penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam dalam bentuk gas
sebagai dasar pengukuran. Atom-atom bebas bisa dihasilkan dengan cara menyemprotkan sampel yang berupa larutan atau suspensi kedalam nyala.
Besarnya kepekatan analit ditentukan dari besarnya penyerapan berkas sinar garis resonansi yang melewati nyala Nubzah, 2010. Keberhasilan analisis
tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Prinsip dasar Spektroskopi Serapan Atom SSA terbagi dua yaitu:
O CH
CH-O Linoleat
– Pb + O
2
Pb +
Pb + O
CH CH-O
Timbal Oksida Alkena
Karbon Hidroksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Metode Nyala Flame
Prinsip dasar Spektroskopi Serapan Atom SSA elektron dalam suatu atom pada keadaan dasar menyerap energi lebih tinggi tereksitasi. Jumlah
atom yang dilewati oleh cahaya dan tereksitasi berbanding lurus dengan jumlah energi yang diserap. Dengan mengukur jumlah energi cahaya diserap
maka dapat menetukan jumlah atau konsentrasi atom elemen yang diuji dalam sampel.
Tahapan proses mulai dari masuknya larutan ke dalam nyala hingga menjadi atom adalah sebagai berikut:
1. Partikel diubah menjadi titik kabut yang bahan dan pelarut diuapkan;
2. Zat terlarut yang berupa garam-garam diuapkan volatilisasi partikel-
partikel padat; 3.
Disosiasi termis molekul netral zat pelarut menjadi atom-atomnya; 4.
Atom tereksitasi ke berbagai tingkat energi karena menyerap energi cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Spektroskopi serapan atom dengan metode flame memiliki empat jenis nyala yang dapat digunakan sebagai bahan bakar yaitu :
1. Asetilen-udara, campuran ini paling banyak digunakan dalam SSA 35
unsur. Suhu yang dihasilkan oleh campuran ini adalah sekitar 2300- 2400
o
C. 2.
Nitro oksida-asetilen, campuran ini dapat menghasilkan nyala dengan panas ±3200
o
C. 3.
Udara-hidrogen. 4.
Argon-udara-hidrogen. Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi
analitik dalam larutan standar biasa dipakai untuk menganalisa larutan sampel tidak diketahui yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh larutan
sampel tersebut terhadap sinar yang sama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Metode Flameless tanpa nyala
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan energi listrik pada batang karbon yang biasanya digunakan adalah tabung grafit. Sampel diletakkan
dalam tabung grafit dan arus listrik dialirkan melalui tabung tersebut sehingga tabung dipanaskan dan sampel akan teratomisasikan. Temperatur
tabung grafit dapat diatur dengan merubah arus listrik yang dialirkan, sehingga kondisi temperatur optimum untuk setiap macam sampel atau unsur
yang dianalisa dapat dicapai dengan mudah. C.
Komponen Instrumentasi SSA
Gambar 2.7 menunjukkan bentuk skema komponen-komponen dasar dari suatu spektrofotometer serapan atom. Garis-garis absorpsi yang
disebabkan oleh zat-zat berbentuk atom jauh lebih sempit dari pada pita-pita yang ditemui pada spekrofotometer biasa. Jika pita radiasi yang diberikan
monokramator cukup berkurang untuk dihasilkan harga absorpsi yang cukup, maka suatu sumber kontinyu yang sangat kuat diperlukan agar member
cukup energi di dalam daerah panjang gelombang yang sempit, yang diteruskan oleh monokromator untuk menjalankan sistem detektornya.
Tabung lucut katoda-cekung menjadi suber umum pada absorbs atomik, tabung lucut katoda-cekung mengandung anoda dan katoda dalam
suatu atsmosfer gas inert pada tekanan rendah. Tabungnya dijalankan dengan sumber tenaga yang memberikan ratus volt. Atom-atom gas terionisasikan
didalam lucutan listrik, dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan
[ Sumber: Day et al., 1981]
Gambar 2.7 Komponen-Komponen Spektrofotometer Serapan Atom SSA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
katoda mengusir atom-atom logam yang tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spektrum garis dari logam yang menampakkan diri
sebagai suatu bara didalam ruangan pada katoda cekung. Suatu garis yang cocok didalam spektrum emisi dari sumbernya
dipilih untuk dianalisa. Garis ini yang disebut garis resonansi, menunjukkan suatu perpindahan dari suatu keadaan bereksitasi suatu atom ke keadaan
dasar, dan dengan demikian menunjukkan frekuensi yang tepat bagi absorpsi oleh atom-atom didalam nyala yang ada pada keadaan dasar Day dan
Underwood, 1981. D.
Keuntungan Menggunakan Metode SSA Analisis dilakukan dengan metode spektrofotometer serapan
atomSSA dengan pertimbangan bahwa: metode analisis SSA dapat menentukan hampir keseluruhan unsur logam; metode analisis SSA dapat
menentukan logam dalam skala kualitatif karena lampunya 1 satu untuk setiap 1 logam; analisis unsur logam langsung dapat ditentukan walau sampel
dalam bentuk campuran; analisis unsur logam dengan SSA didapat hasil kuantitatif; analisis dapat diulangi beberapa kali, dan akan selalu di peroleh
hasil yang sama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.9 Standar Mutu Minyak Goreng
Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional BSN yaitu SNI 01-3741-2013 AOAC
Internasional menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada tabel berikut ini:
Table 2.1 Syarat Nasional Indonesia SNI 01-3741-2013
No Kriteria uji
Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau
- Normal
1.2 Warna
- Normal
2 Kadar air dan
bahan menguap bb
maks. 0,15 3
Bilangan asam mg KOHg
maks. 0,6 4
Bilangan Peroksida
mek O2kg maks. 10
5 Cemaran logam
5.1 Kadmium Cd
mgkg maks. 0,2
5.2 Timbal Pb
mgkg maks 0,1
catatan : - pengambilan sampel dalam bentuk kemasan di pabrik
Tabel 2.2 AOAC Official Method 993.20 Iodine Value Of Fats And Oil
No Bilangan Iod
Berat Sample ggram
Akurasi mg
1 3
10,58-8,46 0,5
2 10
3,17-2,54 0,2
3 20
1,59-1,27 0,2
4 40
0,79-0,63 0,2
5 80
0,40-0,32 0,2
6 120
0,26-0,21 0,2
7 160
0,20-0,16 0,2
8 200
0,16-0,13 0,2
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN