Pembinaan Narapidana dan Tujuannya

d. Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi wali, wali pengawas pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri. e. Hak menjalankan kekuasaan Bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri. f. Hak menjalankan pencahariaan tertentu 9 . Pembinaan narapidana adalah penyampaian materi atau kegiatan yang efektif dan efesien yang diterima oleh narapidana yang dapat menghasilkan perubahan dari diri narapidana ke arah yang lebih baik dalam perubahan berfikir, bertindak atau dalam bertingkah laku. Secara umum narapidana adalah manusia biasa, seperti kita semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena menurut hukum ada karakteristik tertentu yang menyebabkan seseorang disebut narapidana. Maka dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang atau antara narapidana yang satu dengan yang lain. Pembinaan narapidana harus menggunakan empat komponen prinsip-prinsip pembinaan narapidana, yaitu sebagai berikut: a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. Narapidana sendiri yang harus melakukan proses pembinaan bagi diri sendiri, agar mampu untuk merubah diri ke arah perubahan yang positif. b. Keluarga, yaitu keluarga harus aktif dalam membina narapidana. Biasanya keluarga yang harmonis besrperan aktif dalam pembinaan narapidana dan 9 Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1987, hlm. 64-65. sebaliknya narapidana yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis kurang berhasil dalam pembinaan. c. Masyarakat, yaitu selain dukungan dari narapidana sendiri dan keluarga, masyarakat dimana narapidana tinggal mempunyai peran dalam membina narapidana. Masyarakat tidak mengasingkan bekas narapidana dalam kehidupan sehari-hari d. Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat, yaitu komponen keempat yang ikut serta dalam membina narapidana sangat dominan sekali dalam menentukan keberhasilan pembinaan narapidana. Dengan dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan narapidana, jelas terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. 10 Bentuk pembinaan bagi narapidana menurut Pola Pembinaan Narapidana tahanan meliputi: a. Pembinaan berupa interaksi langsung sifatnya kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina b. Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis d. Pembinaan keperibadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara, intelektual, kecerdasan, kasadaran hukum, ketrampilan, mental spiritual. Sehubungan dengan pengertian pembinaan Sahardjo yang dikutip oleh Petrus dan Pandapotan 1995:50 melontarkan pendapatnya 10 Andi Wijaya Rivai, Pemasyarakatan dalam Dinamika Hukum dan Sosial, Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012. Cet. Ke-2, h.33 sebagai berikut: “Narapidana bukan orang hukuman melainkan orang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan.” Sistem Pemasyarakatan narapidana itu sendiri dilaksanakan berdasarkan asas: 1 Pengayoman 2 Persamaan perlakuan dan pelayanan 3 Pendidikan 4 Pembimbingan 5 Penghormatan harkat dan martabat manusia 6 Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan 7 Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang- orang tertentu 11 . Sistem Pemasyarakatan di samping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Menurut Pasal 2 UU No 12 Tahun 1995 tentang tujuan pembinaan warga binaan adalah membentuk warga binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara 11 Andi Wijaya Rivai, Pemasyarakatan dalam Dinamika Hukum dan Sosial, Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012. Cet. Ke-2, h.34 wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab 12 . Islam sebagai Agama yang Rahmatan lil ‘alamin telah memberikan banyak petunjuk untuk umat manusia sebagai hamba Allah untuk selalu berada pada jalan-Nya melalui Al- Qur’an. Oleh Karena itu, tindak pidana kriminalitas yang dilakukan seseorang sebagai implikasi dari krisis moralitas yang melanda masyarakat harus ada yang mencegah dan mengajaknya kembali ke jalan ma’ruf. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT,                “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf 13 dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. ” QS. Ali Imron: 104 Selain pembinaan keahlian yang diberikan kepada warga binaan, pembinaan agama juga perlu sebagai pembentuk kepribadian warga binaan yang diharapkan mampu mendekatkan diri pada Tuhan sehingga dapat memperoleh keselamatan baik di dunia maupun akhirat.

B. Pengulangan Tindak Pidana 1. Perbuatan Pidana

Pidana menurut prof. Sudarto, SH adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada ornag yang melakukan perbuatan yang memenuhi syara-syarat teretntu. Menurut Prof. Roeslan Saleh Pidana diartikan sebagai reaksi atas delik, dan berwujud suatu nestapa yang sengaja 12 Andi Wijaya Rivai, Pemasyarakatan dalam Dinamika Hukum dan Sosial, Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012. Cet. Ke-2, h.35 13 . Maruf ialah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. ditimpakan negara pada pembuat delik tersebut. Dari definisi tersebut maka bisa di simpulkan bahwa pidana mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. b. Pidana tersebut diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan oleh yang berwenang c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. 14 Sedangkan Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sangsi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larang tersebut. Adapun istilah yang biasa digunakan adalah kata “tindak pidana” 15 . Apapun kalimat yang dugunakan, kata-kata tersebut adalah salinan dari istilah Belanda “strafbaar feit”, bahwa strafbaar feit adalah kelakuan handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Dapat juga dikatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejahatan itu. perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang merujuk pada dua kejadian yang kongkrit yaitu: 14 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: PT Alumni, 2010 Cet. Ke- 4. h.2-4 15 Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2003, h. 59

Dokumen yang terkait

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PENGARUH PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGULANGAN TINDAK PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS II-A YOGYAKARTA.

0 2 13

PENDAHULUAN PENGARUH PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGULANGAN TINDAK PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS II-A YOGYAKARTA.

0 2 24

PENUTUP PENGARUH PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGULANGAN TINDAK PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS II-A YOGYAKARTA.

0 2 6

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB SLEMAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.

0 3 10

PENDAHULUAN UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB SLEMAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.

1 4 12

PENUTUP UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB SLEMAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.

0 2 4

OPTIMALISASI PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI UPAYA MENCEGAH Optimalisasi Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Upaya Mencegah Terjadinya Recidive (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen Tahun 2012).

0 1 17

OPTIMALISASI PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI UPAYA MENCEGAH Optimalisasi Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Upaya Mencegah Terjadinya Recidive (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen Tahun 2012).

0 0 9

PERANAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN GUNA MENCEGAH PENGULANGAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Biaro Bukittinggi).

0 1 10

PEMBINAAN NARAPIDANA RESIDIVIS PELAKU TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB PARIAMAN.

4 11 11