Frekuensi Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan Yang Terjadi Di Wilayah

BAB III KOORDINASI ANTARA POLRI DENGAN APARAT PENEGAK HUKUM

LAINNYA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KEHUTANAN

A. Frekuensi Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan Yang Terjadi Di Wilayah

Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara Sekarang ini keadaan hutan di Sumatera Utara sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius dalam sistem pengelolaannya. Sistem pengelolaan hutan yang dibangun dalam kerangka prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari sustainable forest management seakan menjadi sebuah sistem yang demikian sulit untuk diterapkan di lapangan. Secara konseptual, kelestarian hutan akan terwujud bila 3 tiga pilar utamanya dapat diaktualisasikan yaitu keberlanjutan fungsi ekonomis, kelestarian fungsi ekologis dan kesesuaian fungsi sosial. Salah satu sebab sulitnya dilakukan penataan dan pengelolaan hutan adalah maraknya praktik kayu Ilegal yang telah membuyarkan rumusan dasar pengelolaan hutan secara lestari. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah praktik kayu ilegal ini telah menjelma menjadi ledakan sebuah sistem pengrusakan sumber daya hutan secara cepat, sistematis, bahkan telah dilakukan secara terorganisir. Pembangunan kehutanan di Sumatera Utara ditujukan untuk mencapai terwujudnya sumber daya hutan yang lestari dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui mekanisme pengelolaan yang partisipatif, terpadu, transparan dan G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 bertanggung jawab. Dimana untuk mencapai tujuan ini tindakan yang dilaksanakan adalah dengan melakukan pengelolaan hutan termasuk di dalamnya melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan. Pada saat ini, kawasan hutan di Provinsi di Sumatera Utara sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang wilayah Sumatera Utara Tahun 2003-2018 adalah seluas 3.678.338,48 Ha atau 51,33 dari luas wilayah Sumatera Utara 7.168.068 Ha. Maka berdasarkan fungsinya, kawasan hutan yang dimaksud terdiri dari: 1. Fungsi hutan dalam kawasan hutan lindung seluas 1.844.071,05 Ha a Cagar Alam seluas 12.372,61 Ha b Suaka Margasatwa seluas 85.552,00 Ha c Taman Nasional Gunung Leuser seluas 2.985,00 Ha d Taman Hutan Daya TAHORA seluas 51.600,00 Ha e Taman Wisata Alam seluas 3.473,75 Ha f Taman Buru seluas 8.350,00 Ha g Hutan Lindung seluas 1.481.737,69 Ha 2. Fungsi hutan dalam kawasan budidaya seluas 1.835.267,43 Ha a Hutan Produksi Terbatas seluas 851.155,07 Ha b Hutan Produksi Tetap seluas 936.861,12 Ha c Hutan Produksi Konvensi seluas 47.251,24 Ha G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Dengan demikian secara de jure luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara adalah 51,33 dari luas daratan, namun secara de facto dilapangan keadaannya telah mengalami kerusakan sebagai akibat perambahan, penebangan liar dan kebakaran hutan. 74 Melihat begitu luasnya keadaan hutan di Provinsi Sumatera Utara ini memicu masyarakat, pemilik modal atau cukong bekerjasama dengan aparat pemerintah maupun keamanan untuk bergabung mengeksploitasi hutan, akibat praktek kayu ilegal berjalan dengan lancar dan terorganisir secara baik tanpa ada pihak yang bisa melarang atau menghentikannya. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara frekuensi praktik kayu ilegal selama periode tahun 2001-2005, dimana dalam kurun waktu tersebut didapat data sebagai berikut lihat di Tabel 74 Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Penebangan Kayu dan Illegal Logging, Makalah, Seminar Sehari, Pengurus GMKI, 2005, hal 1 G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Tabel 1 Data Kasus Kayu Ilegal di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 - 2005 No Jenis Kasus Tahun Jumlah Barang Bukti 2001 2002 2003 2004 2005 1 Pengangkutan hasil hutan kayu ilegal 5 5 19 - - 29 a. Kayu olahan + 2.493.084 m 3 b. Kayu bulat 650 keping 2 Pelaku perambah hutan 6 - - 4 5 15 c. Papan Broti 82.880 keping d. Truck 53 unit 3 Industri Pengolahan Kayu Hulu IPKH yang menampung kayu illegal 7 - - - - 7 e. Buldozer 3 unit f. Ekscavator 6 unit g. Chainsaw 5 unit 4 Pengangkutan hasil hutan tanpa dilengkapi SKSHH - - - - 5 5 h. Bendsaw 18 unit i. Gergaji 19 unit j. Pita Gergaji 2 buah 5 Pemalsuan surat-surat dokumen pengangkutan - - - - 2 2 k. Mesin Bor 2 buah l. Parang 2 buah m. Kapal Motor 1 unit 6 Pencurian humus - - 2 - - 2 n. Mesin Coll Cat 1 unit Jumlah 18 5 21 4 12 60 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2005 Dari Tabel 1 yang terdapat dalam sepanjang tahun 2001-2005 dari berbagai kasus yang terjadi, kasus pengangkutan kayu hasil hutan kayu ilegal yang paling meningkat yaitu sebesar 29 kasus, kemudian diikuti dengan kasus pelaku perambahan hutan sebanyak 15 kasus. Secara kuantitatif praktik kayu ilegal ini selama periode 2001-2005 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 berjumlah 18 kasus mengalami penurunan jumlah sebesar 5 kasus pada tahun 2002. Pada tahun 2003 meningkat sebesar 21 kasus atau 23,80 dari jumlah kasus tahun 2002. Kemudian pada tahun 2004 mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 4 kasus dan kembali mengalami peningkatan jumlah sebesar 12 kasus pada tahun 2005. Peningkatan jumlah ini sangatlah mengkhawatirkan walaupun masih ada jumlah kasus lebih besar yang belum terpantau oleh aparat pemerintah atau penegak hukum. Sementara itu Dalam Tabel 2 lihat di Tabel Penanganan Kasus kayu ilegal pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumut tahun 2005-2008 menunjukkan bahwa praktek kayu ilegal masih saja berlangsung terus menerus, hal ini dapat dilihat pada tahun 2005 dengan 46 Kasus perkara dengan 94 orang tersangka, pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi 57 kasus perkara tetapi tersangkanya mengalami penurunan menjadi 61 orang, pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 51 kasus perkara dengan 83 tersangka, dan pada tahun 2008 lalu juga mengalami penurunan menjadi 42 kasus perkara dengan 74 tersangka. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 T a b e l 2 D a t a P e n a n g a n a n K a s u s k a y u I l e g a l T a h u n 2 0 0 5 s d 2 0 0 8 No Tahun Kasus PKR Tersangka Barang Bukti Kayu Bulat Kayu Olahan Truck Chain saw Kapal Motor Boat Buldozer Kapak 1 2005 46 94 Orang 6490 Btng 16,565 Kpng 41 11 4 9 4 21 2 2006 57 61 Orang 5890 Btng 22,485 Kpng 49 18 6 14 6 28 3 2007 51 83 Orang 5240 Btng 20,575 Kpng 38 12 4 10 6 32 4 2008 42 74 Orang 4860 Btng 14,860 Kpng 34 10 3 8 4 24 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2009 Sedangkan barang bukti yang disita terdiri dari kayu bulat, kayu olahan, truck, chainsaw, kapal motor, boat, buldozer, dan kapak. Hal ini menunjukkan bahwa perkara kayu ilegal tetap menjadi perkara kasus yang selalu ada setiap tahunnya, tetapi penanganannya juga dilakukan secara intensif oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumut. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Tabel 3 Data Kasus Kayu Ilegal yang Di Tangani Polda Sumut Tahun 2004 sd 2008 No Tahun Jumlah Tindak Pidana Jumlah Penyelesaian Perkara Persentase Tersangka Barang Bukti Truck Kapal Alat Berat Chain saw Kayum 3 1 2004 64 57 89 107 24 5 - 13 + 1.163,6 M 3 2 2005 134 122 91 181 31 5 1 6 + 782,6486 M 3 3 2006 733 344 47 907 335 9 28 38 + 11.768,65 M 3 4 2007 188 111 59 284 90 3 3 17 + .426,9946 M 3 5 2008 85 32 38 116 11 9 1 4 + 444,9387 M 3 Total 1204 666 55 1,595 491 31 33 78 + 15.586,6 M 3 Sumber : Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut, 2009 Bahwa disamping data dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara penulis juga memperoleh data dari Kepolisian Sumatera Utara sebagai hasil penelitian yang penulis lakukan. Sementara dalam Tabel 3 data ini merupakan frekwensi praktik kayu ilegal dalam kurun waktu tahun 2004 s.d. 2008 yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Sumatera Utara . mengalami pasang surut, hal ini dapat dilihat dari jumlah tindak pidana pada tahun 2004 sebanyak 64 dengan persentase penyelesaian perkara 89 , pada tahun 2005 mengalami peningkatan 134 tindak pidana dengan persentase penyelesaian perkara 91 , G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 pada tahun 2006 jumlah tindak pidana mengalami kenaikan yang signifikan yaitu 733 tindak pidana dengan persentase penyelesaian 47 , pada tahun 2007 tindak pidana turun menjadi 188 dengan persentase penyelesaian perkara 59 , dan pada tahun 2008 lalu jumlah tindak pidana mengalami penurunan drastis menjadi 85 tindak pidana tetapi dalam persentase penyelesaian perkara mengalami penurunan menjadi 38 . Barang bukti yang disita oleh Polda Sumut terdiri dari: truck, kapal, alat berat, chain saw dan kayu.

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penebangan Hutan Secara Liar