1 Berpatroli secara rutin, mendadak, periodik ataupun gabungan di dalam
kawasan hutan atau dalam wilayah hukum Polhut yang telah ditentukan. 2
Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan atau di wilayah hukum Polhut yang telah
ditentukan. 3
Melakukan koordinasi dengan mitra instansi lembaga yang terkait dalam operasi perlindungan dan pengamanan hutan.
2. Upaya Represif
Upaya represif adalah merupakan suatu usaha yang lebih bersifat pada penindakan pemberantasan setelah tindak pidana kayu ilegal itu terjadi. Menurut
Manumpak Butar-Butar bahwa upaya represif yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam rangka penanganan tindak pidana kayu ilegal dalam
wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah
93
: a. Menangkap pelaku kayu illegal
Dari salah satu proses hukum yaitu laporan, pengaduan atau tertangkap tangan mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana kayu ilegal di wilayah hukum
Kepolisian Sumatera Utara kemudian pihak Kepolisian melakukan penyidikan terhadap orang yang diketahui sedang atau telah melakukan tindak pidana kayu
93
Hasil Wawancara dengan Manumpak Butar-Butar,Jabatan Kasat Tipiter Dit reskrim Polda Sumut di Polda Sumut tanggal 4 Mei 2009
G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009
ilegal . Bila telah terbukti melakukan tindak pidana kayu ilegal pelaku ditangkap untuk proses penegakan hukum yang lebih lanjut.
Dengan ditangkapnya
pelaku kayu
ilegal tersebut diharapkan memberikan efek jera khususnya bagi pelaku sendiri dan menimbulkan rasa takut bagi
masyarakat agar tidak mau melakukan praktik kayu ilegal lagi. Namun kenyataan dalam pemberantasan tindak pidana kayu ilegal ini sering kali pihak Kepolisian
Daerah Sumatera Utara menemui kendala dalam menangkap pelaku yaitu ada kalanya yang ditemui hanya truk beserta dengan kayu yang diduga adalah hasil
praktik kayu ilegal namun yang membawa kayu tersebut supir truk tidak ada atau dengan kata lain berhasil lolos. Selain itu pelaku yang menjadi otak dari
praktik kayu ilegal ini masih banyak yang belum terjerat hukum hal ini dikarenakan pelaku tersebut adalah orang dekat dengan kekuasaan dan
mempunyai modal besar untuk melarikan diri. Hal inilah yang menjadi kendala sehingga pelaku tindak pidana kayu ilegal sering lolos dari jaringan hukum.
b. Operasi Wanalaga III Operasi
Wanalaga dicetuskan
pertama kali pada tanggal 27 Desember 2001. Operasi Wanalaga ini dilaksanakan berdasarkan kerjasama antara Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi PHKA Departemen Kehutanan dengan Deputi Kapolri Bidang Operasional Mabes Polri..
Menanggapi kerjasama
tersebut maka Kapolri melalui Surat Telegramnya
No.Pol.: STR227IV2002 tanggal 10 April 2002 menginstruksikan untuk
G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009
melaksanakan operasi kepolisian terhadap para pelaku praktik kayu ilegal kepada seluruh jajaran Kepolisian Daerah di seluruh Indonesia. Berdasarkan
instruksi tersebut maka Kepolisian Daerah Sumatera Utara bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Sumatera Utara melaksanakan Operasi Wanalaga III. Dalam
melaksanakan operasi wanalaga III ini juga melibatkan institusi atau aparat pemerintah daerah dan instansi lain yang berhubungan dengan kehutanan secara
aktif. Operasi wanalaga III ini langsung dipimpin oleh Kapolda Sumatera Utara dan sebagai wakilnya adalah Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara.
Operasi Wanalaga III bertujuan untuk memutuskan mata rantai kegiatan kayu ilegal di daratan.Tujuan utama dari operasi wanalaga ini adalah:
1.Menegakkan hukum terhadap para pelaku kejahatan kehutanan 2 Memberdayakan kelembagaan institusi secara terkolaborasi dan profesional
3.Mencegah dan memberantas kerusakan hutan serta menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan
4.Menindak tegas bagi para pelaku kejahatan kehutanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang terkait dengan pengelolaan hutan dan hasil hutan,
mengamankan barang bukti dan mendorong percepatan proses lelang. Sasaran dari operasi wanalaga III yang dilaksanakan adalah pelaku,
penadah, aktor intelektual, backing dan pemodal tindak pidana kayu ilegal , peredaran hasil hutan ilegal, penyelundupan kayu, pemalsuan dan penyalahgunaan
dokumen SKSHH yang dilakukan baik individu, kelompok maupun perusahaan.
G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009
Dari operasi wanalaga III yang dilaksanakan 58 kasus berhasil disidik dan 35 kasus di Sumatera Utara dengan total kerugian yang ditanggung negara sebesar
RP. 110.206.000,-.
94
c. Operasi Hutan Lestari I Operasi Hutan Lestari I ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya
represif sebelumnya yaitu operasi wanalaga III. Operasi Hutan Lestari I ini dilaksanakan Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada awal tahun 2004 atas
instruksi langsung dari Kapolri bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Sumatera Utara.
Dengan dilakukannya operasi Hutan Lestari I ini diharapkan pelanggaran hukum dalam bentuk pencurian dan penyelundupan kayu dapat ditumpas. Operasi
Hutan Lestari I yang dilaksanakan di Sumatera Utara ternyata berjalan cukup efektif, hal ini dapat dilihat pada tahun 2004 praktek operasi Hutan Lestari I
menurun yaitu 64 kasus dengan menangkap 107 tersangka, 6 kasus dalam proses sidik, 57 kasus dikirim ke JPU dan 1 kasus dilimpahkan dimana pada tahun 2003
sebanyak 105 kasus dengan menangkap 124 tersangka, 18 kasus dalam proses sidik, 72 kasus dikirim ke JPU dan 15 kasus dilimpahkan. Dengan menurunnya
praktek kayu ilegal yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara yaitu 105 kasus menjadi 64 kasus menunjukan bahwa operasi Hutan Lestari
94
Dinas Kehutanan Sumatera Utara, Operasi Wanalaga III,2003
G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009
yang dilaksanakan berhasil dan memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana kayu ilegal .
Namun keberhasilan yang dicapai pada tahun 2004 tersebut tidak berlanjut pada tahun 2005. Pada tahun 2005 praktek kayu ilegal meningkat dan
peningkatan tersebut sangat drastis yaitu menjadi 134 kasus, dengan jumlah tersangka 181 tersangka, 22 kasus dalam proses sidik, 111 kasus dikirim ke JPU
dan 1 kasus dilimpahkan.
95
Dalam rangka pengamanan hutan khususnya penanggulangan praktek kayu ilegal Provinsi Sumatera Utara juga mengambil kebijakan-kebijakan, hal ini
didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999 Yo UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, dimana kewenangan pelaksanaan pengamanan hutan yang terdapat dalam suatu wilayah kabupaten
kota menjadi kewenangan pemerintah kabupaten kota. Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam upaya melaksanakan pengamanan hutan
khususnya untuk menangani kegiatan kayu ilegal telah menetapkan: 1.
Pembentukan Tim Operasi Gabungan Pengamanan Hutan dan Hasil Hutan Provinsi Sumatera Utara dengan Keputusan Gubernur Sumatera
Utara No. 522.05073 K2001 tanggal 23 Maret 2001 dan Keputusan
95
Dinas Kehutanan Sumatera Utara, Operasi Hutan Lestari I, 2004
G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009
Gubernur Sumatera Utara No. 522.51821K2003 tanggal 25 September 2003.
2. Penunjukan lokasi Pos Pengawasan Peredaran Hasil Hutan Provinsi Sumatera Utara dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.
522816.K2002 tanggal 25 Juli 2002. 3 Operasi Wanalaga yang dilaksanakan oleh Polda Sumatera Utara dan
operasi Wanabahari yang dilaksanakan oleh jajaran Angkatan Laut. 4 Melaksanakan operasi fungsional oleh Aparat Kehutanan, dan Operasi
gabungan dengan Aparat Keamanan dan unsur terkait lainnya.
96
B. Kendala Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan Dari Aspek Pidana