Kewenangan Penyidik Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan

rangka penegakan hukum terhadap kejahatan kayu ilegal itu yang akan membutuhkan waktu yang relatif lama dan proses yang berbeli-belit.

D. Kewenangan Penyidik Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan

Dalam rumusan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Polri melekat pula pertanggung jawaban sehingga bila wewenang tersebut digunakan dengan melampaui kewenangan yang diberikan maka ada prosedur sanksi dan pertanggung jawabannya.Bentuk-bentuk wewenang Polri dalam proses pidana dinyatakan lebih rinci dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kelompok wewenang Kepolisian dapat dikenali berdasarkan pengelompokan tugas-tugas yang bersumber dari kewajiban umum Kepolisian dan perundang-undangan lainnya dalam proses pidana, oleh karena itu wewenang Polri dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu: 65 1. Wewenang Kepolisian secara umum. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 , Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang 66 : 65 Momo Kelana, Memahami Undang-Undang Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2002 Jakarta;PTIK Press,2002, hal 109 66. Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 15 ayat 1. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 a. Menerima laporan danatau pengaduan Rumusan kewenangan ini merupakan legitimasi bagi Polri sebagai pejabat yang berwenang “menerima laporan dan pengaduan” dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian dan merupakan penegasan kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 KUHAP yaitu menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat meng- ganggu ketertiban umum. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum merupakan tugas yang termasuk dalam lingkup “kewajiban umum Kepolisian” sehingga Polri dapat melakukan upaya-upaya baik preventif maupun represif. Kewenangan ini diberikan untuk membantu menyelesaikan agar tidak berkembang ke arah timbulnya bahaya yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan umum. c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Dalam rumusan ini dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “penyakit masyarakat” antara lain pengemisan dan pergelendangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia dan pungutan liar. Penyakit masyarakat merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian untuk pencegahan dan penanggulangannya sehingga Polri dapat melakukan upaya-upaya preemtif maupun preventif. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Kewenangan mengawasi aliran kepercayaan juga diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1991 yang diperbaharui dengan Undang- Undang nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dengan demikian dalam pelaksanaannya dibutuhkan koordinasi antara Polri dan Kejaksaan dalam pengawasan aliran kepercayaan ditengah-tengah masyarakat agar tidak terjadi perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. e. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian. Rumusan kewenangan ini merupakan konsekuensi dari fungsi Kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan negara yang mencakup antara lain “Fungsi Pengaturan”.Kewenangan ini sejalan dengan pembahasan istilah “Peraturan Kepolisian” yang tercantum dalam ketentuan umum, pasal 1 angka 4 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002. f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan Kepolisian dalam rangka pencegahan. Rumusan ini dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum bagi tindakan pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh pejabat Polri sebagai bagian dari tindakan Kepolisian dalam rangka pencegahan. Taktik dan teknis operasi Kepolisian dapat ditemukan baik dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasi rutin Kepolisian sehari-hari maupun dalam rangka kegiatan G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 operasi khusus yang salah satu bentuk tindakannya berupa pemeriksaan khusus atau razia. g. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian. Kewenangan ini merupakan kewenangan umum Kepolisian dan legitimasi dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Polri ditempat kejadian guna penanganan tempat kejadian dan barang bukti.Rumusan kewenangan ini memberikan dasar dan kekuatan hukum bagi “Tanda Garis Polisi” atau police line yang dipasang pada tempat kejadian sehingga terhadap mereka yang melewatinya tanpa izin dari Kepolisian dapat dikenakan sanksi hukum dan tindakan Kepolisian. h. Mengambil sidik jari dan indentitas lainnya serta memotret seseorang. Bagi pelaksanaan tugas Kepolisian, identitas merupakan faktor yang sangat penting agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil tindakan terhadap seseorang selain itu identitas akan terkait dengan hak dan kedudukan hukum dari seseorang secara pribadi sehingga untuk penentuannya diperlukan dasar hukum. i. Mencari keterangan dan barang bukti. Rumusan ini memberikan legitimasi bagi kewenangan umum Polri dalam mencari keterangan dan barang bukti, baik untuk kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian maupun untuk kepentingan proses pidana. Dengan demikian keterangan dan barang bukti yang dikumpulkan oleh Polri secara hukum mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional. Pusat informasi kriminal nasional adalah sistem jaringan dari dokumentasi kejahatan maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta registrasi dan indentifikasi lalu lintas.Upaya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dikaitkan dengan peran Polri selaku penegak hukum mempersyaratkan pengenalan terhadap bentuk dan intensitas dari gangguan Kamtibnas yang ditandai dengan pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya.Rumusan ini dimaksudkan agar informasi tentang kriminal secara nasional diselenggarakan oleh badan atau lembaga yang diberikan kewenangan berdasarkan Undang-undang sehingga kebijakan keamanan, penanggulangan kejahatan dan kebijakan pemolisian secara nasional didasarkan kepada hasil analisa informasi yang akurat.Dalam hal ini instansi yang diberikan kewenangan adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. k. Mengeluarkan surat izin danatau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat. Rumusan ini memberikan penegasan dan konsekwensi dari fungsi Kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan negara yang mencakup anatara lain “Fungsi Perizinan”.Wewenang pemberian izin bukanlah melambangkan kekuasaan tetapi karena hakekat perizinan adalah agar terdapat keadilan, pengamanan dan perlindungan. l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Rumusan ini menegaskan kewenangan umum Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjamin ketertiban dan keamanan umum khususnya dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, sidang pengadilan mempersyaratkan suasana tertib dan aman dan untuk itu Polri diberi kewenangan.Kewenangan umum untuk memberikan bantuan pengamanan juga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat namun penggunaan kewenangan itu atas permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat. m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Rumusan kewenangan ini merupakan legitimasi penyimpanan barang temuan untuk sementara waktu agar penguasaan terhadap barang milik orang lain tersebut tidak disebut sebagai tindakan melawan hak atau melanggar hukum. 2.Wewenang Kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; Rumusan kewenangan ini diadopsi dari substansi kewenangan yang diatur dalam pasal 510 KUHP. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; Rumusan kewenangan ini merupakan penegasan kewenangan Polri dalam pendaftaran kendaraan bermotor untuk tertib administrasi, pengendalian kendaraan yang dioperasikan, mempermudah penyidikan pelanggaran atau kejahatan yang menyangkut kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang nomor 14 tahun 1992 yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi. c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; Kewenangan yang dirumuskan dalam huruf c tersebut diatas merupakan pemantapan kewenangan Polri sebaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat 1 Undang-Undang 14 tahun 1992 yang dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi. d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; Rumusan kewenangan ini merupakan penegasan kewenangan Polri dalam mengatur kegiatan politik sebagaimana diatur dalam Perpu nomor 2 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum yang dapat berbentuk unjuk rasa, demonstrasi, pawai dan rapat umum serta pemaparan melalui media massa baik cetak maupun elektronik.Perpu ini kemudian diganti dengan Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan mengeluarkan pendapat dimuka umum. e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Rumusan kewenangan ini merupakan penegasan kewenangan Polri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 DRT1951,Lembaran Negara tahun 1951 nomor 78 tentang senjata api. f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; Pesatnya perkembangan usaha di bidang jasa pengamanan telah menimbulkan urgensi pengawasan oleh Polri.Berbagai perusahaan badan usaha tidak saja menyediakan personil pengamanan terlatih untuk pengamanan berbagai kegiatan dan industri tetapi juga menawarkan berbagai produk alat dan teknologi pengamanan pribadi. Operasional dari badan usaha tersebut memerlukan izin dari Polri dan selanjutnya dilakukan pengawasan agar tidak timbul ekses yang justru menimbulkan kerawanan keamanan. g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; Secara substansi, kewenangan ini terkait dengan pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 dan pasal 7 ayat 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 karena setiap penyidik pegawai negeri sipil PPNS dengan sendinya dari segi Kepolisian adalah pengemban fungsi Kepolisian yang wajib menguasai kemampuan teknis Kepolisian yang meliputi tataran preemtif, preventif dan represif-yustisial. h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Rumusan kewenangan ini memberikan peluang bagi kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan negara lain berdasarkan traktat atau perjanjian internasional dalam menyidik dan memberantas kejahatan yang trend lintas batas negara dan memerlukan kerjasama atau perjanjian antar negara secara khusus baik bilateral maupun multilateral seperti halnya “Perjanjian Timbal Balik dalam Masalah Pidana.” i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait; Pengawasan yang dilakukan oleh Polri adalah pengawasan fungsional yang terkait dengan kewajiban umum Kepolisian dan tujuan Kepolisian dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.Kewenangan ini memberikan dasar hukum bagi tugas-tugas dan kegiatan fungsi intelijen dan pengamanan Kepolisian yang meliputi intelijen kriminal, pengamanan dan pengawasan orang asing. j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional; Rumusan kewenangan ini memberikan dasar hukum bagi Polri untuk mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi Kepolisian internasional antara lain International Criminal Police Organization ICPO- Interpol. k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Rumusan kewenangan ini dimaksud untuk menampung berbagai ketentuan tentang kewenangan Polri yang tersebar di berbagai Undang-Undang. 3.Wewenang “Diskresi Kepolisian.” Diskresi kepolisian police discretion dalam Ensiklopedia Ilmu Kepolisian didefenisikan sebagai kapasitas petugas kepolisian untuk memelihara diantara sejumlah tindakan legal atau ilegal atau bahkan tidak melakukan tindakan sama sekali pada saat mereka menunaikan tugasnya. 67 Diskresi merupakan wewenang dari pejabat publik demi kepentingan umum untuk bertindak dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menurut penilaiannya sendiri . Demikian juga halnya dengan pejabat kepolisian negara memiliki kewenangan ‘ diskresi ‘ 68 . Diskresi kepolisian merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum kepolisian plichtmatigheidsbeginsel yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian nya sendiri dalam rangka kewajiban umumnya menjaga ,memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. Seseorang petugas Polri yang bertugas ditengah-tengah masyarakat seorang diri harus mampu mengambil keputusan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila diperhatikan akan timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum. 67 Momo Kelana, Op.Cit, hal 111 68 Ibid, hal 112 G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Dalam keadaan seperti itu tidak mungkin baginya untuk meminta petunjukpengarahan terlebih dahulu dari atasan nya sehingga dia harus memutuskan sendiri tindakannya. Terdapat kekhawatiran bahwa sipetugas tersebut akan bertindak sewenang-wenang dan sangat tergantung kepada kemampuan subjektif dari sipetugas tersebut. Dalam hukum kepolisian dikenal berupa persyaratan yang harus dipenuhi apabila seorang petugas Polri akan melakukan “diskresi” yaitu ; 69 a.Tindakan harus benar-benar diperlukan noodzakelijk,notwending atau asas keperluan. b.Tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan tugas kepolisian zakelijk, sachlich c.Tindakan yang paling tepat untuk mencapai sasaran yaitu hilangnya sesuatu atau tidak terjadinya suatu yang dikhawatirkan ,dalam hal ini yang dipakai sebagai ukuran yaitu tercapainya tujuan zweckmassig,doelmatig d.Asas keseimbangan evereding . Dalam mengambil tindakan berdasarkan penilaian sendiri,yang paling menentukan kualitas tindakan adalah kemampuan dan pengalaman petugas kepolisian yang mengambil tindakan tersebut. Oleh karena itu pemahaman tentang “ diskresi kepolisian “ dalam Pasal 18 ayat 1 harus dikaitkan dengan konsekwensi pembinaan profesi yang diatur dalam pasal 31,32 dan 33 69 Ibid, hal 113 G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 sehingga adanya jaminan bahwa petugas Polri akan mampu mengambil tindakan secara cepat dan profesional. 4.Wewenang Kepolisian dibidang proses pidana Sebagaimana diketahui bahwa fungsi kepolisian terdiri dari tugas-tugas yang berada pada tataran tugas pencegahan preemtif dan preventif . Tataran tugas represif terdiri atas bentuk-bentuk,Pertama, tindakan kepolisian yang bersifat represif non-yustisial sekedar memulihkan keadaan yang terganggu berdasarkan kewajiban umum kepolisian dan Kedua, tindakan yang bersifat represif yustisial yaitu tindakan kepolisian dibidang proses pidana criminal justice system berdasarkan asas legalitas sesuai ketentuan acara pidana. Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 menyebutkan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dalam pasal 13 dan 14 dibidang proses pidana , Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang untuk : a. Melakukan penangkapan ,penahanan,penggeledahan dan penyitaan. b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidik. c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan. d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka dan saksi. g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara. h. Mengadakan penghentian perkara. i. Menyerahkan berkas perkara kepada pejabat Imigrasi dalam keadaan mendesak untuk mekasanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana. j. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan PPNS untuk diserahkan kepada Penuntut Umum. k. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Selain didalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 , wewenang Polri juga diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 sebagai berikut ; Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : 70 a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana 70 R.Soesilo,Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan, Bogor: Politeia, 1988,hal 17. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. i. Mengadakan penghentian penyidikan. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.. Aparat penegak hukum yang terlibat dalam tindak pidana di bidang kehutanan dalam sistem peradilan pidana meliputi 4 empat komponen yaitu ; a. Kepolisian b. Kejaksaan c. Pengadilan d. Lembaga Pemasyarakatan Pada dasarnya penyidik dalam tindak pidana umum adalah kepolisian,tetapi dalam beberapa tindak pidana tertentu selain Kepolisian, oleh undang-undang ditentukan secara khusus penyidik dari lingkungan instansinya sendiri yang lazim dikenal dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS , demikian halnya dengan G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 tindak pidana kehutanan maka penyidiknya adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berada dalam lingkungan Departemen Kehutanan. Selain PPNS tersebut ada juga Polisi Kehutanan yang bertugas melakukan perlindungan kehutanan yang dahulu dikenal dengan istilah Jagawana. Dalam Pasal 51 Undang-Undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999 disebutkan bahwa “ Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus. Kewenangan Polisi Khusus Kehutanan yang dimuat dalam pasal 51 ayat 1 Undang-Undang kehutanan yaitu : 1. Mengadakan patroliperondaan didalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya. 2. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan didalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya. 3. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. 4. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan. 5. Dalam hal tertangkap tangan ,wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 6. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan. Lebih lanjut dalam Pasal 77 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999, ditegaskan tentang kewenangan PPNS kehutanan yang merupakan implementasi dari Pasal 7 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang berbunyi sebagai berikut; Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang untuk : 71 a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan. b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang didengar melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan. c. Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya. d. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 71 Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Yogyakarta: Pustaka Belajar 2006 ,hal 31 G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 e. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan. f. Menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Polri sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. g. Membuat dan menandatangani berita acara h. Menghentikan penyidikan, apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan,kawasan hutan dan hasil hutan. Jika diperbandingkan dengan kewenangan penyidik yang dimuat didalam pasal 7 KUHAP maka PPNS kehutanan tidak mempunyai kewenangan dalam hal: 1. Melakukan penangkapan dan penahanan. 2. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4. Mendatangkan seorang ahli. 5. Mengadakan tindakan lain yang bertanggung jawab. Selain kedua penyidik ini dikenal juga penyidik Perwira TNI AL yang berwenang melakukan penyidikan dalam tindak pidana perikanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan dan Kejaksaan terhadap tindak pidana khusus seperti Tindak Pidana Ekonomi, Tindak G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Pidana Subversi dan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini didasarkan pada Pasal 284 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyatakan bahwa kejaksaan dalam waktu 2 dua tahun setelah berlakunya KUHAP masih diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. 72 Lebih lanjut Hariadi 73 menjelaskan bahwa, dengan adanya empat institusi penyidik dan empat pejabat yang berwenang mengangkat yaitu, penyidik Polri yang diangkat oleh Kapolri, PPNS berdasarkan usul departemen yang bersangkutan diangkat oleh Menteri Hukum dan Ham, penyidik TNI AL diangkat oleh Panglima TNI dan penyidik Kejaksaan yang diangkat oleh Jaksa Agung, selanjutnya mekanisme tata kerja yang bervariasi yaitu ada yang melalui koordinasi dengan penyidik Polri dan ada yang langsung ke penuntut umum tanpa koordinasi dengan penyidik Polri, kemudian adanya kewenangan yang berbeda dalam tahap penyidikan yaitu kewenangan melaksanakan tugas penyidikan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing, maka dilihat dari kesatuan sistem yang integral, hal ini kurang menggambarkan adanya suatu “ lembaga penyidikan” yang mandiri dan terpadu. Oleh karenanya situasi seperti itu cenderung menimbulkan konflik dan keruwetan serta macetnya penegakan hukum pidana. Ketentuan tentang penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur dalam Pasal 77 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang secara khusus mengatur tentang PPNS kehutanan. Hal ini merupakan penjabaran dari 72 Muladi dan Arif, B. N., Teori-Teori Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni 1998, hal. 55. 73 Ibid., hal. 55-56. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Pasal 6 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyebutkan bahwa Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 77 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999, bahwa selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka kepada pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan diberi kewenangan khusus sebagai penyidik. Dalam Pasal 77 ayat 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pejabat pegawai negeri sipil tertentu meliputi pejabat pegawai negeri sipil di tingkat pusat maupun daerah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengurusan hutan. Bahwa wewenang PPNS diatur dalam undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Namun, mekanisme tata kerja PPNS kehutanan dalam Pasal 77 ayat 3 UU no. 41 Tahun 1999, sedikit menyimpang dengan apa yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1981, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya PPNS berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri sedangkan Pasal 77 ayat 3 Undang-undang No. 41 Tahun 1999, PPNS memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya langsung kepada penuntut umum. Dalam Pasal 107 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal PPNS melakukan penyidikan terhadap peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana yang dapat diajukan ke penuntut umum, G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 maka PPNS melaporkan hal itu kepada penyidik Polri. Rumusan dari Pasal 77 ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999 di atas, secara tegas memberikan kewenangan kepada PPNS kehutanan dalam melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus kehutanan yang langsung ke penuntut umum artinya dapat dilakukan tanpa koordinasi dengan penyidik Polri. Di sisi lain penyidik Polri juga diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus kehutanan berdasarkan Pasal 6 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1981 junto Pasal 77 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999. Demikian juga dengan kejaksaan yang mempunyai kewenangan penyidikan tindak pidana khusus, kemudian penyidik Perwira TNI AL atas dasar kerja sama dengan Departemen Kehutanan mempunyai kewenangan seperti dalam rangka penyidikan terhadap penyelundupan kayu ilegal yang merupakan bagian dari kejahatan di bidang kehutanan. Dengan demikian kondisi seperti ini memungkingkan sekali terjadi tumpang tindih penyidikan terrhadap satu tersangka dalam kejahatan kayu ilegal , masing-masing berjalan sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi dalam satu lembaga yang terpadu sehingga berpotensi menimbulkan konflik antar penyidik tersebut. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam beberapa praktik muncul arogansi masing-masing penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus kehutanan berdasarkan kewenangan masing-masing. Bahkan terkesan adanya tumpang tindih kewenangan atau berebut kasus dalam menangani kasus-kasus seperti kejahatan kayu ilegal . G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009 Terkait dengan analisis tentang perkembangan kejahatan kayu ilegal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka lemahnya koordinasi dan pengawasan dalam penegakan hukum termasuk tidak adanya kesatuan sistem yang integral dalam tahap penyidikan artinya tidak adanya keterpaduan dalam mekanisme kerja antar penyidik tersebut, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Kondisi seperti ini justru berpotensi menimbulkan konflik antar penegak hukum itu sendiri yang pada gilirannya akan menghambat atau mempersulit proses penegakan hukum pidana terhadap kejahatan kayu ilegal itu sendiri. Banyak kalangan menilai bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan kayu ilegal sangat lemah atau tidak efektif, sehingga diperlukan suatu lembaga tertentu semacam Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK yang dibentuk untuk memberantas tindak pidana korupsi dan untuk kejahatan kayu ilegal semacam Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Kehutanan. G.P. Hutajulu : Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan, 2009

BAB III KOORDINASI ANTARA POLRI DENGAN APARAT PENEGAK HUKUM

LAINNYA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KEHUTANAN

A. Frekuensi Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan Yang Terjadi Di Wilayah