BAB IV UPAYA HUKUM DALAM MENGATASI PERBUATAN NOTARIS
YANG MENIMBULKAN TINDAK PIDANA DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK
Pelanggaran terhadap kode etik profesi dapat dikatakan sebagai kejahatan. Hingga saat ini, upaya penegakan hukum melalui peradilan masih sangat lemah. Hal
ini salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kode etik tidak mempunyai sanksi yang keras. Keberlakuan kode etik profesi semata-mata berdasarkan kesadaran moral
anggota profesi, berbeda dengan Undang-Undang yang bersifat memaksa dan dibekali dengan sanksi yang keras. Jika orang tidak patuh pada Undang-Undang, dia
akan dikenai sanksi oleh negara. Karena tidak mempunyai sanksi yang keras, maka pelanggar kode etik profesi tidak merasakan akibat dari perbuatannya. Malahan dia
merasa tidak apa-apa dan tidak berdosa kepada sesama Marusia. Mengingat keberadaan kode etik yang tidak memiliki sanksi dan memaksa,
kemudian pelaksanaannya hanya mendasarkan kesadaran moral belaka, maka upaya penanggulangan kejahatan di lingkungan profesional dapat dilakukan
secara preventif dan secara represif.
A. Upaya Preventif administratif non-penal
Sasaran utama upaya untuk mengatasi perbuatan notaris lewat jalur non penal yaitu mengenai faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor
kondusif ini antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi notaris yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh
90
Universitas Sumatera Utara
suburkan kejahatan. Jika dilihat dari sudut politik kriminal, maka upaya non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Akan
tetapi kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini justru akan berakibat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus
dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan yang non penal kedalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu.
Kebijakan penanggulangan kejahatan dikenal dengan istilah politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels upaya
penanggulangan kejahatan yang ditempuh dengan jalur non penal yaitu :
195
1. Pencegahan tanpa pidana prevention without punishment.
2. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat
media massa influencing views of society on crime and punishmentmass media. Secara garis besar, sanksi administratif dapat dibedakan menjadi 3 macam
yaitu :
196
1. Sanksi Reparatif.
Sanksi ini ditujukan untuk perbaikan atas pelanggaran tata tertib hukum. Dapat berupa penghentian perbuatan terlarang, kewajiban perubahan sikaptindakan
sehingga tercapai keadaan semula yang ditentukan, tindakan memperbaiki sesuatu yang berlawanan dengan aturan. Contohnya paksaan berbuat sesuatu untuk
pemerintah dan pembayaran uang paksa yang ditentukan sebagai hukuman.
195
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005, halaman 42.
196
Habib Adjie, Op.cit, halaman 211.
Universitas Sumatera Utara
2. Sanksi Punitif.
Sanksi yang bersifat menghukum, merupakan beban tambahan, sanksi hukuman tergolong dalam pembalasan, dan tindakan preventif yang menimbulkan
ketakutan kepada pelanggar yang sama atau mungkin untuk pelanggar-pelanggar lainnya. Contohnya pembayaran denda kepada pemerintah, teguran keras.
3. Sanksi Regresif.
Sanksi sebagai reaksi atas suatu ketidaktaatan, dicabutnya hak atas sesuatu yang diputuskan menurut hukum, seolah-olah dikembalikan kepada keadaan hukum
yang sebenarnya sebelum keputusan diambil. Contohnya pencabutan, perubahan atau penangguhan suatu keputusan.
Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventive pencegahanpenangkalanpengendalian
sebelum kejahatan terjadi. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan mengenai pencegahan kejahatan dan peradilan pidana harus mempertimbangkan sebab-sebab struktural,
termasuk sebab-sebab ketidakadilan yang bersifat sosio-ekonomi, dimana kejahatan sering hanya merupakan gejala.
Disamping upaya-upaya non penal dapat ditempuh dengan menyehatkan sistem peradilan Indonesia lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai
potensi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri, juga dapat pula upaya non penal itu digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek preventif dari
aparat penegak hukum.
Universitas Sumatera Utara
Penegakan hukum menurut Ten Berge menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum meliputi pengawasan dan penegakan sanksi, pengawasan
merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, dan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. Dalam menegakkan
sanksi administratif terhadap notaris yang menjadi instrumen pengawasan yaitu Majelis Pengawas yang mengambil langkah-langkah preventif, untuk melaksanakan
kepatuhan, untuk menerapkan sanksi yang represif, dan untuk memaksakan kepatuhan agar sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan.
197
Langkah-langkah preventif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan secara berkala 1 satu kali dalam satu tahun setiap waktu yang dianggap perlu untuk
memeriksa ketaatan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya yang dilihat dari pemeriksaan protokolnya oleh Majelis Pengawas Daerah MPD.
198
Kemudian MPD dapat memberitahukan kepada Majelis Pengawas Wilayah MPW, jika atas laporan
yang diterima MPD menemukan adanya unsur pidana, kemudian juga dapat menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik
notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris.
199
Jika hasil pemeriksaan MPD menemukan pelanggaran, maka MPD tidak dapat menjatuhkan sanksi yang represif
kepada notaris melainkan hanya dapat melaporkan kepada MPW.
200
197
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Op.cit, halaman 92.
198
Pasal 70 huruf b UUJN dan Pasal 15 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.
199
Pasal 70 huruf a UUJN.
200
Pasal 70 huruf h, Pasal 71 huruf e UUJN.
Universitas Sumatera Utara
MPW dapat melakukan langkah preventif dengan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang
disampaikan melalui MPW dan memanggil notaris sebagai terlapor untuk dilakukan pemeriksaan
201
, MPW juga memeriksa dan memutus hasil pemeriksaan MPD. MPW dapat melakukan langkah represif, yaitu menjatuhkan sanksi berupa
teguran lisan atau tertulis dan sanksi ini bersifat final
202
, dan mengusulkan pemberian terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat MPP berupa pemberhentian
sementara 3 tiga bulan sampai dengan 6 enam bulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat.
203
MPP tidak melakukan tindakan preventif, tapi menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap
penjatuhan sanksi dan penolakan cuti, tapi tindakan represif berupa penjatuhan sanksi pemberhentian sementara, dan mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian
dengan tidak hormat kepada Menteri. Jika penjelasan diatas dikaitkan dengan perbuatan yang dilakukan notaris Drs.
Ade Rachman Maksudi, SH, MH yaitu dalam hal mengeluarkan salinan akta Yayasan Trie Argo Mulyo yang tidak sesuai dengan isi minuta akta atau dengan kata lain
terdapat adanya perubahan dan penambahan terhadap akta tersebut, maka Majelis Pemeriksa Notaris yang dibentuk oleh MPW dapat menjatuhkan sanksi administratif
berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan notaris. Hal ini karenakan
201
Pasal 73 huruf a dan b UUJN.
202
Pasal 73 ayat 1 huruf e, ayat 2 UUJN.
203
Pasal 73 ayat 1 huruf f UUJN.
Universitas Sumatera Utara
notaris tersebut telah melanggar Pasal 16 ayat 1 huruf c, yaitu mengeluarkan Grosse akta, Salinan Akta,atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta. Dan ini termasuk
dalam kategori melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Akan tetapi sebelum menjatuhkan sanksi administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat terhadap notaris tersebut, ditempuh dulu penjatuhan sanksi
berupa teguran lisan atau tertulis, untuk kemudian mengusulkan pemberian sanksi pemberhentian sementara 3 tiga bulan samapi dengan 6 enam bulan dan
selanjutnya mengusulkan untuk pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya. Hal tersebut dapat dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada yang
bersangkutan untuk membela diri dan memperbaiki diri. Selain dari pada itu, usaha lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
usaha menegakkan norma-norma professional dapat berupa : a. Masing-masing organisasi profesional harus mengevaluasi kembali peraturan-
peraturan disiplinnya yang benar-benar diusahakan untuk menjamin perlindungan kepentingan masyarakat dan profesi. Normanya harus jelas dan disosialisasikan.
b. Di samping peraturan-peraturan displin baik yang bersifat moral kode etik, perlu dirumuskan secara jelas standar profesi, dalam rangka sebagaimana tersebut di
atas. c. Dalam batas-batas tertentu penegakan hukum displin perlu pula dilakukan oleh
pemerintah. d. Setiap organisasi profesional perlu memperkuat dana dan stafnya untuk
kepentingan investigasi apabila terjadi perbuatan yang menyimpang. e. Penyederhanaan prosedur di dalam peradilan disiplin. Di berbagai negara
hambatan-hambatannya antara lain adalah sanksi yang tidak dapat diterapkan dengan cepat, keanggotaan ganda di berbagai organisasi professional dan usaha
untuk menjaga reputasi profesional yang berkelebihan.
f. Perlunya peningkatan pendidikan dan kursus etika profesional yang mendidik profesional serta peningkatan pendidikan klinis profesional.
Universitas Sumatera Utara
g. Perlu adanya kajian yang bersifat intern dan multidisipliner terhadap hukum profesi.
h. Perlu adanya standarisasi kualitas bagi lembaga-lembaga yang mendidik calon profesional.
i. Mendayagunakan sanksi sosial boykot, sanksi organisasi pemecatan, anggota ikatan profesi dan sanksi administrasi pencabutan ijin praktek.
j. Apabila hukum positif sudah memungkinkan, korporasi yang terlibat atau memperoleh keuntungan dari kejahatan profesional harus dipertanggungjawabkan
pula dalam hukum pidana.
B. Upaya Represif PidanaPenal