mengatakan: Tidak apa-apa menimbun kapas, kulit yang disamak atau yang serupa dengan itu.
5
I ḥtikār tidak diperbolehkan karena penahanannya yang bisa merugikan
orang banyak. Sebagaimana menurut Al-Sy aukāni Iḥtikār adalah manahan suatu
barang padahal dia tidak membutuhkannya sedangkan manusia sangat membutuhkannya, lalu dia akan menjualnya saat harga sudah naik tinggi sehingga
menyulitkan manusia yang membutuhkannya.
6
Allah Swt berfirman dalam Surat Al- Syu‟arā ayat 183
7
:
ُْوَ ثْعَ تَََُوُْمُهَءاَيْشَاَُساّنلاُأوُشَخْبَ تُ َََو اُُِف
ُى َُنْيِدِسْفُمُِضْرََا
ُ
“Janganlah kalian kurangi apa-apa yang menjadi hak orang lain, dan jangan pula membuat kerusakan di muka bumi.”
Penjelasan ayat di atas maksudnya adalah Allah melarang berbuat
kerusakan di muka bumi. Kaitannya dengan monopoli yng tidak beraturan I ḥtikār
adalah, I ḥtikār merupakan perilaku yang membekukan barang dagangan yang
merupakan kebutuhan pokok, menahannya, dan menjauhkannya dari peredaran sehingga harganya naik dan penahan barang tersebut baru mengeluarkan
barangnya saat harga sudah naik. Perilaku tersebut dapat menimbulkan bahaya besar terhadap perekonomian dan moral.
8
Yang jelas itu akan merugikan banyak orang karena merusak keseimbangan mekanisme pasar. Sehinggga penjual dan
pembeli tidak seimbang.
5
Penelitian Sanad dalam Lampiran .
6
Amir Hamzah dkk , terj.Ringkasan Nailul Auts ār, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006
h. 39.
7
Al- Qur’anul Karim dan Terjemahannya, Bandung: MQS Publiṣing, 1987 h. 374.
8
Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999 h. 101
Berbagai barang yang termasuk milik umum, boleh dimonopoli hanya oleh Negara. Namun, monopoli oleh Negara bukan berarti Negara dapat
menetapkan harga sebebas-bebasnya demi mengejar keuntungan semata. Namun, Negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut dengan harga
serendah mungkin.
9
Di sini penulis setuju dengan pendapat Adiwarman. Dimana menurutnya, dalam islam konsep monopoli dalam artian hanya ada satu penjual itu tidak
dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal.
10
Keuntungan ditentukan sesuai dengan jenis barang dan harga masing-masing barang.
B. Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan Iḥtikār
Untuk hadis ini, penulusurannya menggunakan kata
ُ َُرَكَتْحاُُْنَم
11
. dan
dibawah ini hadis riwayat A ḥmad
12
9
Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007 h. 215.
10
Adiwarman. A. Karim, Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007 h. 153.
11
A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufaḥras jilid 1, Leiden: E.J.Brill, 1936 h. 489.
12
Imam A ḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn anbal, Saudi Arabia: Baitul
Ifkar, 1998 h. 707.
اَنَ ثَدَح ُ
وُبَأ ُ
ُ ديِعَس ُ
ىَلْوَم ُ
يِنَب ُ
ُ مِشاَه ُ
اَنَ ثَدَح ُ
ُُمَثْيَهْلا ُ
ُُنْب ُ
ُ عِفاَر ُ
ُ يِرَطاَطلا ُ
ُ يِرْصَب ُ
يِنَثَدَح ُ
وُبَأ ُ
ىَيْحَي ُ
ٌُلُجَر ُ
ُْنِم ُ
ُِلْهَأ ُ
َُةَكَم ُ
ُْنَع ُ
َُخو رَ ف ُ
ىَلْوَم ُ
َُناَمْثُع ُ
َُنَأ ُ
َُرَمُع ُ
َُيِضَر ُ
ُُهَللا ُ
ُُهْنَع ُ
َُوُهَو ُ
ُ ذِئَمْوَ ي ُ
ُُريِمَأ ُ
َُنيِنِمْؤُمْلا ُ
َُجَرَخ ُ
ىَلِإ ُ
ُِدِجْسَمْلا ُ
ىَأَرَ ف ُ
اًماَعَط ُ
اًروُثْنَم ُ
َُلاَقَ ف ُ
اَمُ اَذَه
ُ ُُماَعَطلا
ُ اوُلاَقَ ف
ُ ٌُماَعَط
ُ َُبِلُج
ُ اَنْ يَلِإ
ُ َُلاَق
ُ َُكَراَب
ُ ُُهَللا
ُ ُِهيِف
ُ ُْنَميِفَو
ُ ُُهَبَلَج
ُ َُليِق
ُاَي ُ
َُريِمَأ ُ
َُنيِنِمْؤُمْلا ُ
ُُهَنِإَف ُ
ُْدَق ُ
َُرِكُتْحا ُ
َُلاَق ُ
ُْنَمَو ُ
َُُرَكَتْحا ُ
اوُلاَق ُ
ُُخو رَ ف ُ
ىَلْوَم ُ
َُناَمْثُع ُ
ٌُن ََُفَو ُ
ىَلْوَم ُ
َُرَمُع ُ
َُلَسْرَأَف ُ
اَمِهْيَلِإ ُ
اَمُهاَعَدَف ُ
َُلاَقَ ف ُ
اَم ُ
اَمُكَلَمَح ُ
ىَلَع ُ
ُِراَكِتْحا ُ
ُِماَعَط ُ
َُنيِمِلْسُمْلا ُ
ََُاَق ُاَي
ُ َُريِمَأ
ُ َُنيِنِمْؤُمْلا
ُ يِرَتْشَن
ُ اَنِلاَوْمَأِب
ُ ُُعيِبَنَو
ُ َُلاَقَ ف
ُ ُُرَمُع
ُ ُُتْعِمَس
ُ َُلوُسَر
ُ ُِهَللا
ُ ىَلَص
ُ ُُهَللا
ُ ُِهْيَلَع
ُ َُمَلَسَو
ُ ُُلوُقَ ي
ُ ُْنَم
ُ َُرَكَتْحا
ُ ىَلَع
ُ َُنيِمِلْسُمْلا
ُ ُْمُهَماَعَط
ُ ُُهَبَرَض
ُ ُُهَللا
ُ ُِس ََْفِْْاِب
ُ ُْوَأ
ُ ُ ماَذُجِب
ُ َُلاَقَ ف
ُ ُُخو رَ ف
ُ َُدْنِع
ُ َُكِلَذ
ُاَي ُ
َُريِمَأ ُ
َُنيِنِمْؤُمْلا ُ
ُُدِهاَعُأ ُ
َُهَللا ُ
َُكُدِهاَعُأَو ُ
ُْنَأ ُ
ََُ ُ
َُدوُعَأ ُ
يِف ُ
ُ ماَعَط ُ
اًدَبَأ ُ
اَمَأَو ُ
ىَلْوَم ُ
َُرَمُع ُ
َُلاَقَ ف ُ
اَمَنِإ ُ
يِرَتْشَن ُ
اَنِلاَوْمَأِب ُ
ُُعيِبَنَو ُ
َُلاَق ُ
وُبَأ ُ
ىَيْحَي ُ
ُْدَقَلَ ف ُ
ُُتْيَأَر ُ
ىَلْوَم ُ
َُرَمُع ُ
اًموُذْجَم
Telah menceritakan kepada kami Abu Said budak Bani Hasyim Telah menceritakan kepada kami Al Haitsam Bin Rafi Ats Tsatsari orang Ba
ṣrah Telah menceritakan kepadaku Abu Yahya seorang lelaki penduduk Makkah dari Farrukh
hamba sahaya Utsman, bahwa Umār pada saat menjadi Amirul Mukminin, dia
keluar menuju masjid kemudian melihat makanan yang banyak diletakkan di gerbang pintu masuk kota Makkāh, lalu ia bertanya: makanan apa ini?. Mereka
menjawab: dagangan untuk kita. Lalu ia berkata: semoga Allah memberkahi barang dagangan ini dan orang yang menjualnya. Dikatakan kepadanya:
sesungguhnya ini adalah barang timbunan ia bertanya: siapa yang menimbunnya?. Lalu menjawab: Si Fulan, budak „Utsman dan si fulan budak anda. Maka ia
memanggil keduanya bertanya: apa yang membuat kalian menimbun makanan kaum muslimin? Keduanya menjawab: kami membeli dengan harta kami, dan
kami menjualnya. Umār berkata: aku mendengar Rasululah SAW bersabda :
“barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, maka ia tidak akan mati hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit lepra dan kebangkrutan.
Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa pelaku monopoli dengan tujuan
i ḥtikār sebagaimana dikisahkan di atas mendapatkan hukuman kebangkrutan dan
sebuah penyakit oleh Allah. Menurut Al-Asqalani sanad hadis di atas ḥasan
13
. Selain Allah menimpakan kebangkrutan dan penyakit kepada seorang
pelaku monopoli.
13
Amiruddin, terj. Fath al- Bāri penjelasan kitab Ṣaḥiḥ Al-Bukhārî jilid 12,
Jakarta: Pustaka Azzam, 2010 h. 188.
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda:
14
اَنَ ثَدَح ُ
ُُديِزَي ُ
اَنَرَ بْخَأ ُ
ُُغَبْصَأ ُ
ُُنْب ُ
ُ دْيَز ُ
اَنَ ثَدَح ُ
وُبَأ ُ
ُ رْشِب ُ
ُْنَع ُ
يِبَأ ُ
ُِةَيِرِهاَزلا ُ
ُْنَع ُ
ُِريِثَك ُ
ُِنْب ُ
َُةَرُم ُ
ُِيِمَرْضَحْلا ُ
ُِنَع ُ
ُِنْبا ُ
َُرَمُع ُ
ُْنَع ُ
ُِيِبَنلا ُ
ىَلَص ُ
ُُهَللا ُ
ُِهْيَلَع ُ
َُمَلَسَو ُ
ُْنَم ُ
َُرَكَتْحا ُ
اًماَعَط ُ
َُنيِعَبْرَأ ُ
ًُةَلْ يَل ُ
ُْدَقَ ف ُ
َُئِرَب ُ
ُْنِم ُ
ُِهَللا ُ
ىَلاَعَ ت ُ
َُئِرَبَو ُ
ُُهَللا ُ
ىَلاَعَ ت ُ
ُُهْنِم ُ
اَم يَأَو ُ
ُُلْهَأ ُ
ُ ةَصْرَع ُ
َُحَبْصَأ ُ
ُْمِهيِف ُ
ٌُؤُرْما ُ
ٌُعِئاَج ُ
ُْدَقَ ف ُ
ُْتَئِرَب ُ
ُْمُهْ نِم ُ
ُُةَمِذ ُ
ُِهَللا ُ
ىَلاَعَ ت
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami A ṣbagh
bin Zaid telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Abu Az Zahiriyyah dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu
Umār dari Nabi ṣallallahu alaihi wasallam: Barangsiapa menimbun makanan hingga empat puluh malam, berarti
ia telah berlepas diri dari Allah Taala dan Allah Taala juga berlepas diri dari-Nya. Dan siapa saja memiliki harta melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada
seorang yang kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah Taala telah terlepas dari mereka
. Ibrahim lubis mengatakan, ada peringatan, siapa yang berbuat tidak baik
dalam pekerjaannya salah satunya adalah seorang pembisnis yang tidak baik dalam berbisnisnya. Mereka berbisnis hanya untuk mencari untung dan menaruhkam
harga sesuai dengan kehendak hawa nafsunya, tanpa memikirkan kepentingan bersama atau manfaat-manfaatnya bagi masyarakat, tanpa mengindahkan larangan
Allah dan rasulnya maka apa-apa yang dihasilkannya adalah seperti orang yang menelan api kedalam perutnya. Mereka akan masuk neraka, rahasianya akan
terbongkar, malunya akan terbuka, ia akan dikenal sebagai penipu dan namanya akan menjadi buruk dikalangan masyarakat. Lama kelamaan orang-orang akan
menghindarkan diri dari padanya atau ia dilemparkan sebagai kain buruk.
15
Sebuah aktivitas ekonomi baru akan dapat dikatakan sebagai i ḥtikār jika
memenuhi setidaknya dua syarat berikut: Pertama, obyek penimbunan merupakan
14
Imam A ḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn anbal, Saudi Arabia: Baitul Ifkar,
1998 h. 709.
15
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1995 h. 338
barang-barang kebutuhan masyarakat; kedua, tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan di atas keuntungan normal.
16
Dibawah ini, hukuman yang akan dikenakan kepada seorang pelaku monopolis dalam bentuk undang-undang di Indonesia. Hukum persaingan usaha
mulai banyak dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999, tetapi baru efektif berlaku satu tahun kemudian. UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang sanksi.
Ada tiga jenis sanksi yang diintroduksi dalam undang-undang ini, yaitu tindakan administratif, pidana pokok, dan pidana tambahan. Komisi Pengawas Persiangan
Usaha KPPU yang lembaganya akan dijelaskan kemudian, hanya berwenang memberikan sanksi tindakan administratif. Sementara pidana pokok dan pidana
tambahan dijatuhkan oleh lembaga lain, dalam hal ini peradilan. Yang dimaksud dengan tindakan administratif adalah:
17
1. penetapan pembatalan perjanjian;
2. perintah untuk menghentikan integrasi vertikal;
3. perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menyebabkan praktek
monopoli dan anti-persaingan danatau merugikan masyarakat; 4.
perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
16
Nur Chamid, Jejak Sejarah Pemikiran Ekono Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 h. 203.
17
Sudharta, “Hukuman seorang pelaku Monopoli”, di akses tanggal 4 desember 2014 dari
http:business-law.binus.ac.id20130120catatan-seputar-hukum-persaingan-usaha