Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan Iḥtikār

barang-barang kebutuhan masyarakat; kedua, tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan di atas keuntungan normal. 16 Dibawah ini, hukuman yang akan dikenakan kepada seorang pelaku monopolis dalam bentuk undang-undang di Indonesia. Hukum persaingan usaha mulai banyak dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999, tetapi baru efektif berlaku satu tahun kemudian. UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang sanksi. Ada tiga jenis sanksi yang diintroduksi dalam undang-undang ini, yaitu tindakan administratif, pidana pokok, dan pidana tambahan. Komisi Pengawas Persiangan Usaha KPPU yang lembaganya akan dijelaskan kemudian, hanya berwenang memberikan sanksi tindakan administratif. Sementara pidana pokok dan pidana tambahan dijatuhkan oleh lembaga lain, dalam hal ini peradilan. Yang dimaksud dengan tindakan administratif adalah: 17 1. penetapan pembatalan perjanjian; 2. perintah untuk menghentikan integrasi vertikal; 3. perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menyebabkan praktek monopoli dan anti-persaingan danatau merugikan masyarakat; 4. perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; 16 Nur Chamid, Jejak Sejarah Pemikiran Ekono Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 h. 203. 17 Sudharta, “Hukuman seorang pelaku Monopoli”, di akses tanggal 4 desember 2014 dari http:business-law.binus.ac.id20130120catatan-seputar-hukum-persaingan-usaha 5. penetapan pembatalan penggabunganpeleburan badan usahapengambilalihan saham; 6. penetapan pembayaran ganti rugi; 7. pengenaan denda dari 1 milyar s.d. 25 milyar rupiah. Nabi telah memperingatkan kita agar tidak melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan kerusakan dalam pasar distorsi. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak sekali bentuk pemasaran bisnis yang bebas dan tidak bermoral yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memikirkan dirinya sendiri. termasuk di Negara kita yang padahal rakyatnya mayoritas muslim yang otomatis dalam transaksi atau dalam berbisnis itu tidak boleh keluar dari zona keislaman, apalagi sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan bahkan sehingga merugikan banyak orang. Kebanyakan mereka melupakan nilai-nilai moral dan prilaku yang sehat dalam berbisnis. Karena itulah, setiap saat masalah bisnis seringkali bertambah, sedangkan keberkahan dalam berusaha menjadi berkurang. 18 Dijaman sekarang segala bentuk makanan sudah menjadi bahan pokok dalam kehidupan manusia, sumber daya minyak dan gas juga sudah termasuk ke dalam bahan pokok manusia. Dimana ketika bahan-bahan yang di atas itu di timbun atau pemasarannya di monopoli, barulah prakteknya termasuk ke dalam i ḥtikār, karena sedang di butuhkan banyak manusia. 18 Husain Syahatah, dkk, Transaksi dan Etika Bisnis Islam, Jakarta: Visi Insani Publi ṣing, 2005 h. 22. Menurut al- Bassām di dalam Syarh al-Iqnā‟ dikatakan orang yang menimbun atau memonopoli barang wajib dipaksa untuk menjual barangnya sebagaimana orang lain dalam rangka menolak bahaya. Apabila si penimbun menolak untuk menjual makanan yang ditimbunnya, dan dikhawatirkan makanan tersebut membusuk, maka seorang pemimpin Negara harus membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan dan mengembalikan kepada orang yang menimbun tadi jenis yang sama ketika kebutuhan masyarakat sudah tidak ada. 19

C. Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh Diiḥtikār

Dari hadis ini yang ditelusuri adalah kata ًُةَرْكُح 20 . dan dibawah ini hadis riwayat A ḥmad 21 : اَنَ ثَدَح ُ ٌُجْيَرُس ُ اَنَ ثَدَح ُ وُبَأ ُ ُ رَشْعَم ُ ُْنَع ُ ُِدَمَحُم ُ ُِنْب ُ وِرْمَع ُ ُِنْب ُ َُةَمَقْلَع ُ ُْنَع ُ يِبَأ ُ َُةَمَلَس ُ ُْنَع ُ يِبَأ ُ َُةَرْ يَرُه ُ َُلاَق ُ َُلاَق ُ ُُلوُسَر ُ ُِهَللا ُ ىَلَص ُ ُُهَللا ُ ُِهْيَلَع ُ َُمَلَسَو ُ ُْنَم ُ َُرَكَتْحا ُ ًُةَرْكُح ُ ُُديِرُي ُ ُْنَأ ُ َُيِلْغُ ي ُ اَهِب ُ ىَلَع ُ َُنيِمِلْسُمْلا ُ َُوُهَ ف ُ ٌُئِطاَخ Telah menceritakan kepada kami Suraij berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Masyar dari Mu ḥammad bin Amru bin Alqomah dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah ṣallallahu alaihi wasallam Bersabda: Barangsiapa menimbun bahan makanan, pent dengan maksud menaikkan harga atas kaum muslimin maka ia telah berdosa . 19 Abdullāh Ibn „Abdurrahman Al-Bassam, Syarh Bulûgh Al-Marām, terj. Thahirin Suparta dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 h. 348 20 A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufahras jilid 1, Leiden: E.J.Brill, 1936 h. 489. 21 Imam A ḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn anbal, Saudi Arabia: Baitul Ifkar, 1998 h 709. Dari apa yang dipaparkan di atas sudah jelas bahwa tidak diperbolehkan melakukan praktek menahan, menimbun, ataupun monopoli yang dapat mempongaruhi sistem pasar dan merusak mekanisme bisnis. Tetapi, pada intinya monopoli dan menimbun bukan berarti i ḥtikār, dan tetapi iḥtikār biasanya terjadi karena adanya monopoli dan penimbunan yang menyalahi aturan. Kita lihat terjemah hadis yang diriwayatkan oleh Imam A ḥmad Ibn Ḥanbal: 22 ُ ِنْبُِدَمَحُمُ ْنَعُ َقاَحْسِإُِنْبُِدَمَحُمُ ْنَعُُةَبْعُشُاَنَ ثَدَحُ رَفْعَجُُنْبُُدَمَحُمُاَنَ ثَدَح ُِنْبُِديِعَسُ ْنَعُِيِمْيَ تلاَُميِهاَرْ بِإ ُُرِكَتْحَيُ َََُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُُلوُسَرَُلاَقَُلاَقُ شْيَرُ قُْنِمُ لُجَرُ رَمْعَمُْنَعُ ِبَيَسُمْلا ُُطاَخَْْاُ ََِإ “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad Ibn Jafar telah menceritakan kepada kami Syubah dari Mu ḥammad Ibn Isyāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm At- Taimî dari Sa‟îd Ibn Musayyab dari Mamar seorang laki-laki dari Quraisy, berkata; Rasulullah Syallallahualaihiwasallam bersabda: Tidak boleh ditimbun kecuali minyak. Dan Abû Dāud berkata; dahulu Sa „î d bin Al-Musayyab menimbun biji kurma, dedaunan yang berguguran, serta bebijian. Dan aku mendengar A ḥmad bin Yunus berkata; aku mendengar Sufyan mengenai menimbun Al Qatt jenis tumbuh-tumbuhan, ia berkata; dahulu mereka tidak suka menimbun. Dan aku bertanya kepada Abu Bakr bin Ayyasy, kemudian ia berkata; timbunlah 23 Dari keterangan di atas dikatakan bahwa ketika Sa „î d al-Musayyab mengatakan untuk tidak menimbun tapi orang-orang membalikkan dengan mengatakan bahwa Sa „ îd juga menimbun biji-bijian dan lain –lain dan bahkan M a‟mar pun melakuakn penimbunan, beliau merespon perkataan mereka dengan 22 Imam A ḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn anbal, Saudi Arabia: Baitul Ifkar, 1998 h 2030. 23 Sulaiman ibn Al- „Asy„ats ibn Syaddad ibn „Amr ibn „Amir as-Sijistani, Sunan Abû daud h. 1496 mengatakan bahwa pada saat itu M a‟mar belum tahu bahwa penimbunan itu di larang, dan Sa „ îd al-Musayyab pun menimbun di saat barang yang dia timbun tidak langka. Dan pada saat itu minyak dan biji-bijian bukan termasuk ke dalam bahan pokok. Al-Sy aukāni jelas melarang keras adanya perilaku Iḥtikār dan mengharamkan perilaku I ḥtikār apapun itu jenis barangnya baik makanan manusia ataupun makanan binatang. Sabda Rasulullah Saw: 24 َُسُْنَعَُناَعْدُجُِنْبُِدْيَزُِنْبُِيِلَعُْنَعُ مِلاَسُِنْبُِيِلَعُْنَعَُليِئاَرْسِإُْنَعَُفُسوُيُُنْبُُدَمَحُمُاَنَرَ بْخَأ ُ ِبَيَسُمْلاُِنْبُِديِع ُِيِبَنلاُْنَعَُرَمُعُْنَع ُ ٌُنوُعْلَمُُرِكَتْحُمْلاَوٌُقوُزْرَمُُبِلاَجْلاَُلاَقَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَص Telah mengabarkan kepada kami Mu ḥammad bin Yûsuf dari Israil dari „A li bin Salim dari „ Ali bin Zaid bin Jud „ an dari Sa „î d bin Al-Musayyab dari „ Umār dari Nabi ṣallallahu „ alaihi wasallam beliau bersabda: Semoga seorang Importir akan mendapatkan rizqi dan orang yang menimbun semoga dilaknat . Seorang sahab at bernama Abû Dzār al-Ghifārî menyatakan bahwa hukum I ḥtikār tetap haram meskipun zakat barang-barang yang menjadi objek Iḥtikār tersebut ditunaikan. 25 Sedangkan Ibnu Qudamah berbeda pendapat dalam hal ini, beliau menuliskan bahwa perilaku I ḥtikār ini haram bila terkumpul pada tiga hal, yaitu: 26 Pertama , jika membeli kemudian menyimpannya sedikit demi sedikit dengan merugikan orang lain, jika seseorang membeli barang kemudian mengumpulkan dan menyimpannya sedikit demi sedikit tanpa merugikan orang banyak maka itu tidak termasuk muhtakir. Kedua, Barang yang di timbun haruslah berbentuk 24 Al-Darimi , „Abdullāh Ibn „Abdurrahman Ibn al-Fadhlbin Baḥram Ibn „Abdulṣṣamad Ad-Darimi at-Taimî , terj Naṣiruddin al-Albani. Aḥmad Hotib dan Faṭurrahman, Sunan Al- Dārimî, Jakarta : Pustaka Azzam, 2007 25 Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 h. 266. 26 Anshari Taslim, terj. Al Mughnî Ibnu qudamah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 h.. 752. makanan pokok. Dan yang ketiga, orang-orang mudah mendapatkannya, haram melakukan I ḥtikār ketika orang-orang sangat sulit menemukannya. Di Madinah pernah terjadi kasus monopoli dan spekulasi bahan pokok yang menjadi hajat umum masyarakat oleh para pemilik unta. Ibnu Umār meriwayatkan bahwa Nabi saw sebagai penguasa, akhirnya melarang masyarakat membelinya dari mereka sampai bahan pangan itu dijual bebas di pasaran . HR. al- Bukhārî. Tapi pada kondisi terjadi kenaikan harga secara objektif, wajar dan legal yang lazim disebut kenaikan harga aktual riil yang sebenarnya yang diakibatkan oleh faktor bertambahnya persediaan uang, berkurangnya produktivitas, bertambahnya kemajuan aktivitas, dan berbagai pertimbangan fiskal dan moneter, pemerintah tidak berhak untuk mencampuri mekanisme pasar yang alamiyah tersebut. 27 Pertimbangan inilah yang mendasari sikap Nabi saw sebagai penguasa menolak untuk mematok harga ketika terjadi lonjakan harga di pasar Madinah seraya mengatakan: “Sesungguhnya Allah adalah Penentu harga, yang menahan dan meluaskan rezki, yang Maha Pemberi rezki. Dan saya sangat mengharapkan dapat berjumpa Rabbku, sementara tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku karena suatu tindakan aniaya pada fisik dan harta ” HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Aḥmad dan Ad-Darimi. 28 27 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember 2014 dari http:www.dakwatuna.com200910194342batasan-tingkat-keuntungan-dalam- syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah 28 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember 2014 dari http:www.dakwatuna.com200910194342batasan-tingkat-keuntungan-dalam- syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah