Macam-Macam Etika Bisnis TINJAUAN UMUM MENGENAI

Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Mu ḥammad Saw yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. 8. Tidak Suka Menjelek-jelekan Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha yang lain hanya bermotifkan persaingan bisnis. 9. Tidak Melakukan Sogok Menyuap sudah jelas hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam kategori makan harta orang lain dengan cara yang ba ṭil. Dan Islam jelas melarang orang Islam menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya. Selain itu dalam etika lainnya kita harus menjaga kestabilitasan pasar dan tidak membuat kerusakan dalam mekanisme pasar. Sebagaimana Adiwarman A Karim mengatakan beberapa hal yang harus di hindari agar mekanisme pasar stabil dan tidak terjadi distorsi dalam pasar adalah 40 : Pertama , Menghindari Najasy menyuruh orang lain untuk pura-pura menawar, Nabi Saw bersabda: َُيِضَرَُةَرْ يَرُهُيِبَأُْنَعُِجَرْعَْْاُْنَعُِداَنِزلاُيِبَأُْنَعٌُكِلاَمُاَنَرَ بْخَأَُفُسوُيُُنْبُِهَللاُُدْبَعُاَنَ ثَدَح َُلوُسَرَُنَأُُهْنَعُُهَللاُ ُْمُكُضْعَ بُْعِبَيُ َََوَُناَبْك رلاُاْوَقَلَ تُ َََُلاَقَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللا ُ ضْعَ بُِعْيَ بُىَلَع اوُشَجاَنَ تُ َََو ُ ٌُرِضاَحُْعِبَيُ َََو َُأُاَهَ يِضَرُْنِإُاَهَ بِلَتْحَيُْنَأَُدْعَ بُِنْيَرَظَنلاُِرْيَخِبَُوُهَ فُاَهَعاَتْ باُْنَمَوَُمَنَغْلاُاو رَصُتُ َََوُ داَبِل ُاَهَدَرُاَهَطِخَسُْنِإَوُاَهَكَسْم ُ رْمَتُْنِمُاًعاَصَو 41 ُ Telah menceritakan kepada kami, „ Abdullah Ibn Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abû Az Zanād dari Al Arāj dari Abû Hurairah raḍiallāhu anhu 40 Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 h.181. 41 Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhîm Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al- Bukhāri Sahih al-Bukhāri, Bairut: Dar al-Fikr h 404. bahwa Rasulullah ṣallallahu „ alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian mencegat rombongan dagang sebelum sampai di pasar dan jangan pula sebagian kalian membeli barang yang dibeli orang lain sedang ditawar dan janganlah melebihkan harga tawaran barang yang sedang ditawar orang lain, dengan maksud menipu pembeli dan janganlah orang kota membeli buat orang desa. Janganlah kalian menahan susu dari unta dan kambing yang kurus dengan maksud menipu calon pembeli. Maka siapa yang membelinya setelah itu maka dia punya hak pilih, bila dia rela maka diambilnya dan bila dia tidak suka dikembalikannya dengan menambah satu a kurma. Kedua, menghindari talaqqî rukbān mencegat pedagang dusun masuk pasar, Nabi Saw Bersabda : 42 َُبِلٌُرِضاَحُُعيِبَيُ ََُُهُلْوَ قُاَمُ ساَبَعُِنْب َُُِتْلُقَ فَُلاَقُ داَبِلٌُرِضاَحُْعِبَيُ َََوَُناَبْك رلاُاْوَقَلَ تُ ََ ُ دا “ Janganlah kalian menyongsong rombongan yang berkendaraan pedagang dari dusun yang menuju ke pasar dan janganlah orang kota melakukan jual beli untuk orang dusun orang yang tidak mengetahui harga pasar. penegasannya اًراَسْمِسُُهَلُُنوُكَيُ ََ ُ „Tidaklah menjadi makelar baginya. ‟ Talaqqî Rukbān adalah tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota atau pihak yang lebih memliki informasi yang lebih lengkap membeli barang petani atau produsen yang tidak memiliki informasi yang benar tentang harga dipasar yang masih di luar kota, untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga pasar yang sesungguhnya, dan Rasulullah melarang hal ini. Transaksi ini dilarang karena dua hal: 43 1. Rekayasa penawaran. Yaitu mencegah masuknya barang ke pasar. 42 Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al- Bukhārî Sahih al-Bukhārî, Bairut: Dar al-Fikr h 404. 43 Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 h. 96. 2. Mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang berlaku. Allah berfirman dalam surat Hûd ayat 18 : 44                          “Dan siapakah yang lebih dẓalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan di hadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata “Orang-orang inilah yangtelah berbohong terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, Laknat Allah di timpakkan kepada orang-orang yang d ẓalim. “ Dari Abû Dāud melalui Jalur Al-Makkî: “Sesungguhnya seorang dusun menceritakan kepadanya, bahwasannya dia datang membawa air susu miliknya pada masa Rasulullah Saw, lalu dia mampir di tempat Tal ḥah bin „Ubaidillāh. Maka dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang orang kota melakukan jual beli untuk orang dusun, tetapi pergilah ke pasar dan perhatikan siapa yang mau membelinya, lalu musyawarahkan denganku hingga aku memerintahkanmu untuk menjualnya atau melarangmu”. 45 Maksud dari pelarangan untuk menghadang kafilah yang akan berdagang adalah alasannya lagi-lagi agar tidak ada yang di ẓalimi dalam transaksi tersebut, sehingga langkah lebih bagusnya membiarkan orang dusun itu untuk mengetahui harga pasar terlebih dahulu masuk pasar terlebih dahulu, bahkan jika kita sudah tahu, malah kita lebih baik memberitahunya dengan benar akan kualitas dan harga barang dagangan yang ia jual di pasaran. 44 Al- Qur’ān ul Karim dan Terjemahannya, Bandung: MQS Publisying, 1987 h. 223. 45 Amiruddin, terj. Fath Al- Bāri penjelasan kitab Ṣahîh Al-Bukhārî jilid 12, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010 h. 264. Menurut Ibnu Qudamah pun mengatakan, jika ada penghadangan makan si penjual mempunyai hak khiyār untuk menentukan apakah barang dagangannya jadi di jual atau tidak walaupun barang tersebut sudah di beli tertipu. 46 Hal demikian terjadi untuk menciptakan keadilan terhadap orang yang belum tahu informasi pasar. Dan secara tidak langsung penghadangan orang dusun bisa di manfaatkan oleh para pemasar yang membeli borongan dengan maksud memonopoli pasar tanpa si petani ketahui bahwa barang dagangannya itu bisa di jual dengan harga yang lebih dari pada penipu itu tawarkan. Seseorang yang memonopoli pasar mempunyai cara mendapatkan keuntungan dengan membeli barang perniagaan I ḥtikār untuk didagangkan kembali atau menimbnnya agar keberadaannya sedikit di pasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si pembeli dan dia bisa mengatur harga dengan memanfaatkan kelangkaan tersebut. . Allah dan Rasul-Nya selalu memerintahkan kita untuk saling dalam hal positif salah satunya dalam saling membantu dalam berbisnis. Talaqqî Rukbān di perbolehkan jika memang sudah ada kesepakatan di awal, kemudian si pembeli menginformasikan terlebih dahulu. Karena intinya orang dusun itu adalah orang yang tidak tahu informasi pasar, mau orang desa ataupun orang kampung. Dan kewajiban kita jika mau bertransaksi atau berbisnis dengan mereka, harus memberikan informasi yang benar. Dan Ketiga, menghindari i ḥtikār monopoli yang tidak beraturan. hadisnya akan di bahas dalam bab selanjutnya. 46 Anshari Taslim, terj. Al-Mughnî Ibnu Qudamah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 h. 747. 32

BAB III HADIS-HADIS TENTANG

I TIK R Pada bab ini penulis akan membahas hadis-hadis tentang I ḥtikār dimana hadis-hadis tersebut diurutkan berdasarkan permasalahannya. Hadis tersebut ditelusuri dengan menggunakan kamus hadis al- Mu’jam al-Mufaḥras Li Alfaẓ al- Hadits al-Nabawî dibantu dengan pencarian digital Lidwa 9 Imam Hadis. Hadis tentang larangan melakukan i ḥtikār riwayat Abû Daûd, Hadis tentang hukuman bagi pelaku i ḥtikār riwayat Aḥmad Ibn Ḥanbal, Jenis makanan yang tidak boleh di i ḥtikār riwayat yang juga riwayat Aḥmad Ibn Ḥanbal, dan satu lagi hadis tentang salah satu sifat yang dapat menghindari diri dari perilaku i ḥtikār yaitu hadis tentang toleransi hadis riwayat al- Bukhārî. Pencarian hadis melalui kamus hadis al- Mu’jam al-Mufaḥras dibantu dengan pencarian digital Lidwa Sembilan Imam Hadis . Dan dibawah ini hadis-hadisnya.

A. Larangan Melakukan Iḥtikār

Penulusuran matan hadis ini penulis mengutip kata yang ditelusuri adalah kata ُ ٌئِطاَخُ ََِإُ ُرِكَتْحَيُ ََ 1 . Dalam kamus hadis al-M u’jam al-Mufaḥras dibantu dengan pencarian digital Lidwa 9 Imam Hadis. 1 A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufahras jilid 1, Leiden: E.J.Brill, 1936 h. 489. Hadis Riwayat Abû Dāud 2 اَنَ ثَدَح ُ ُُبْهَو ُ ُُنْب ُ َُةَيِقَب ُ اَنَرَ بْخَأ ُ ٌُدِلاَخ ُ ُْنَع ُ وِرْمَع ُ ُِنْب ُ ىَيْحَي ُ ُْنَع ُ ُِدَمَحُم ُ ُِنْب ُ وِرْمَع ُ ُِنْب ُ ُ ءاَطَع ُ ُْنَع ُ ُِديِعَس ُ ُِنْب ُ ُِبِيَسُمْلا ُ ُْنَع ُ ُِرَمْعَم ُ ُِنْب ُ يِبَأ ُ ُ رَمْعَم ُ ُِدَحَأ ُ يِنَب ُ ُِيِدَع ُ ُِنْب ُ ُ بْعَك ُ َُلاَق ُ َُلاَق ُ ُُلوُسَر ُ ُِهَللا ُ ىَلَص ُ ُُهَللا ُ ُِهْيَلَع ُ َُمَلَسَو ُ ََُُ ُُرِكَتْحَي ُ ََُِإ ُ ٌُئِطاَخ ُ ُُتْلُقَ ف ُ ُ ديِعَسِل ُ َُكَنِإَف ُ ُُرِكَتْحَت ُ َُلاَق ُ ٌُرَمْعَمَو ُ َُناَك ُ ُُرِكَتْحَي ُ َُلاَق ُ وُبَأ ُ دُواَد ُ ُُتْلَأَسَو ُ َُدَمْحَأ ُ اَمُ ُُةَرْكُحْلا ُ َُلاَق ُ اَمُ ُِهيِف ُ ُُشْيَع ُ ُِساَنلا ُ َُلاَق ُ وُبَأ ُ دُواَد ُ َُلاَق ُ ُ يِعاَزْوَْْا ُ ُُرِكَتْحُمْلا ُ ُْنَم ُ ُُضِرَتْعَ ي ُ َُقو سلا Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah, telah mengabarkan kepada kami Khālid dari „ Am r bin Yahyā, dari Muḥammad bin „ Amr bin „ A tsā` dari Sa „ îd bin Al-Musayyab dari Ma „ mar bin Abû Ma „ mar salah satu Bani Adi bin Ka „ ab, ia berkata: Rasulullah ṣallallahu „ alaihi wasallam bersabda: Tidaklah seseorang menimbun barang, kecuali tela berbuat salah. Kemudian aku katakan kepada Sa „î d; sesungguhnya engkau menimbun. Ia berkata; dan Ma „ mar pernah menimbun. Abû Dāud berkata; dan aku bertanya kepada Aḥmad; apakah ḥukrah 2 Sulaiman ibn Al- „Asy„ats ibn Syaddad ibn „Amr ibn „Amir as-Sijistani, Sunan Abû daûd h. 1496. Telah menceritakan kepada kami Sa‟îd Ibn „Amru Al Asyats telah menceritakan kepada kami Ḥātim Ibn Ismā„îl dari Muḥammad Ibn Ajlān dari Muḥammad Ibn „Amru Ibn Atsa dari Sa‟îd Ibn Musayyab dari Mamar Ibn „Abdullāh dari Rasulullah ṣallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidaklah orang yang menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya. Ibrāhîm berkata; Muslim berkata; dan telah menceritakan kepadaku sebagian sahabat kami dari „Amru Ibn „Aun telah mengabarkan kepada kami Khālid Ibn „Abdullāh dari „Amru Ibn Yahyā dari Mu ḥammad Ibn „Amru dari Sa„îd Ibn Al-Musayyab dari Ma„mar Ibn Abû Ma„mar salah seorang Bani „ dî Ibn Ka„ab, dia berkata: Rasulullah ṣallallahu „alaihi wasallam bersabda : kemudian dia menyebutkan hadis seperti hadis Sulaiman Ibn Bilāl, dari Yahyā.Diriwayatkan bahwa „ Umār Ibn Kha ṭab keluar bersama dengan para sahabat, lalu ia melihat makanan yang sangat banyak yang di letakkan d i gerbang pintu masuk kota Makkāh, lalu ia bertanya: makanan apa ini?. Mereka menjawab: dagangan untuk kita. Lalu ia berkata: semoga Allah memberkahi barang dagangan ini dan orang yang menjualnya. Dikatakan kepadanya: sesungguhnya ini adalah barang timbunan ia bertanya: siapa yang menimbunnya?. Lalu menjawab : Si Fulān, budak „Utsman dan si fulān budak anda. Maka ia memanggil keduanya bertanya: apa yang membuat kalian menimbun makanan kaum muslimin? Keduanya menjawab: kami membeli dengan harta kami, dan kami menjualnya. „Umār berkata: aku mendengar Rasululah SAW bersabda : “barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, maka ia tidak akan mati hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit lepra dan kebangkrutan. Dan Rasulullah SAW juga bersabda: Importir yang mendapatkan rezeki berkah. Sedangkan orang yang menimbun barang akan di laknat. Hadis Riwayat Al- Dārimî itu? Ia berkata; sesuatu yang padanya terdapat kehidupan manusia. Abu Daud berkata; Al Auzā „î berkata; mu ḥtakir adalah orang yang datang ke pasar untuk membeli apa yang dibutuhkan orang-orang dan menyimpannya .. Analisis Sanad sebagaimana dalam penelitianya menyatakan bahwa hadis tentang larangan I ḥtikār di atas statusnya adalah Hadis ḥasan Lighairihi 3 karena walaupun tidak ditemukan perawi yang menyambungkan Mu ḥammad Ibn Ibrahîm dan Sa‟îd al-Musayyab di beberapa jalur mukharij yang status hadisnya dhā’if, tapi ada yang menguatkan dimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abû Dāud sanad-sanadnya tersebut bersambung ahîh, kualitasnya lebih kuat, dan sampai kepada Nabi. Hadis ini termasuk Hadis asan juga di kuatkan dengan hadis riwayat Al-Tirmîdzî: ُ ِنْبُِدَمَحُمُ ْنَعَُقَحْسِإُُنْبُُدَمَحُمُاَنَرَ بْخَأَُنوُراَهُُنْبُُديِزَيُاَنَرَ بْخَأُ روُصْنَمُُنْبُُقَحْسِإُاَنَ ثَدَح ُْنَعَُميِهاَرْ بِإ اُىَلَصُِهَللاُ َلوُسَرُُتْعِمَسُ َلاَقَُةَلْضَنُِنْبُِهَللاُِدْبَعُِنْبُِرَمْعَمُْنَعُ ِبِيَسُمْلاُِنْبُِديِعَس ُُلوُقَ يَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَلل ُُرِكَتْحَيَُناَكُْدَقٌُرَمْعَمَوَُلاَقُُرِكَتْحَتُ َكَنِإُ دَمَحُمُاَبَأُاَيُ ديِعَسِلُُتْلُقَ فٌُئِطاَخُ ََِإُُرِكَتْحَيُ ََ ُىَسيِعُوُبَأَُلاَقُ لاُُرِكَتْحَيَُناَكُُهَنَأُ ِبِيَسُمْلاُِنْبُِديِعَسُْنَعَُيِوُرُاَمَنِإَو ُباَبْلاُيِفَوُىَسيِعُوُبَأَُلاَقُاَذَهَُوْحَنَوَُةَطْنِحْلاَوَُتْيَز ُ رَمْعَمُ ُثيِدَحَوَُرَمُعُِنْباَوَُةَماَمُأُيِبَأَوٍُيِلَعَوَُرَمُعُْنَع ٌُحيِحَصٌُنَسَحُ ٌثيِدَح ُ ُِلْهَأَُدْنِعُاَذَهُىَلَعُُلَمَعْلاَو ُ َصَخَرَوُ ِماَعَطلاَُراَكِتْحاُاوُهِرَكُ ِمْلِعْلا َُسْأَبُ ََُ ِكَراَبُمْلاُُنْباُ َلاَقُوُ ِماَعَطلاُِرْيَغُيِفُِراَكِتْح َِاُيِفُْمُهُضْعَ ب َُكِلَذُِوْحَنَوُِناَيِتْخِسلاَوُِنْطُقْلاُيِفُِراَكِتْح َِاِب 4 Aku bertanya kepada Sa „ îd: Wahai Abû Mu ḥammad, sesungguhnya engkau menimbun. Ia mengatakan: Sedangkan Ma „ mar telah menimbun. Abû „ Isa berkata; Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Sa „ îd Ibn Al Musayyib bahwa ia pernah menimbun minyak, biji gandum atau yang serupa dengan itu . Abû Isa berkata; Dalam hal ini ada hadits serupa dari „Umār, Ali, Abû Umamah dan Ibnu „Umār. Dan hadits Ma „ mar adalah hadits ḥasan Ṣahîh. Hadits ini menjadi pedoman amal menurut ulama; Mereka memakruhkan penimbunan makanan namun sebagian mereka membolehkan penimbunan selain makanan. Dan Ibnu Al Mub „ rak 3 Lampiran h. 59. 4 Abû „Isā Muḥammad ibn „Isā ibn Saurah ibn Mûsā ibn Al-ḍahhak Al-Tirmîdzî. Terj Nasyaruddin Al-Albani-Fachrurazi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 h. 49. mengatakan: Tidak apa-apa menimbun kapas, kulit yang disamak atau yang serupa dengan itu. 5 I ḥtikār tidak diperbolehkan karena penahanannya yang bisa merugikan orang banyak. Sebagaimana menurut Al-Sy aukāni Iḥtikār adalah manahan suatu barang padahal dia tidak membutuhkannya sedangkan manusia sangat membutuhkannya, lalu dia akan menjualnya saat harga sudah naik tinggi sehingga menyulitkan manusia yang membutuhkannya. 6 Allah Swt berfirman dalam Surat Al- Syu‟arā ayat 183 7 : ُْوَ ثْعَ تَََُوُْمُهَءاَيْشَاَُساّنلاُأوُشَخْبَ تُ َََو اُُِف ُى َُنْيِدِسْفُمُِضْرََا ُ “Janganlah kalian kurangi apa-apa yang menjadi hak orang lain, dan jangan pula membuat kerusakan di muka bumi.” Penjelasan ayat di atas maksudnya adalah Allah melarang berbuat kerusakan di muka bumi. Kaitannya dengan monopoli yng tidak beraturan I ḥtikār adalah, I ḥtikār merupakan perilaku yang membekukan barang dagangan yang merupakan kebutuhan pokok, menahannya, dan menjauhkannya dari peredaran sehingga harganya naik dan penahan barang tersebut baru mengeluarkan barangnya saat harga sudah naik. Perilaku tersebut dapat menimbulkan bahaya besar terhadap perekonomian dan moral. 8 Yang jelas itu akan merugikan banyak orang karena merusak keseimbangan mekanisme pasar. Sehinggga penjual dan pembeli tidak seimbang. 5 Penelitian Sanad dalam Lampiran . 6 Amir Hamzah dkk , terj.Ringkasan Nailul Auts ār, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 h. 39. 7 Al- Qur’anul Karim dan Terjemahannya, Bandung: MQS Publiṣing, 1987 h. 374. 8 Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999 h. 101