Pengertian Iḥtikār

pembeli dan penjual, maka akan membentuk harga yang disepakati antara pembeli dan penjual. 11 Sedangkan menurut Adiwarman A Karim Pasar adalah tempat atau keadaan yang mempertemukan antara permintaan pembeli dan penawaran penjual untuk setiap jenis barang, jasa atau sumber daya. 12 Struktur pasar memiliki pengertian penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan. Pada analisis ekonomi, hal ini dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna, di mana pasar persaingan tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli, pasar monopolistik 13 , dan pasar oligopoli 14 . 15 . Pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara penjual dan pembeli di mana jumlah penjual dan pembeli sedemikian rupa banyaknya dan tidak terbatas. 16 Dan dalam pasar ini sedikit sekali kesempatan seseorang untuk 11 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam , Malang: UIN-Malang Press, 2008 h. 205. 12 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam cetakan kedua, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003 h. 81. Monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara penjual dan pembeli Diana terdapat sejumlah besar penjual yang menawarkan barang yang sama. 14 Oligopoli adalah keadaan di mana hanya ada beberapa penjual yang menguasai pasar baik secara idependen maupun secara diam-diam. Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang : UIN Malang Press, 2008 h. 218, 226. 15 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2008 h. 206. 16 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2008 h. 206. memonopoli barang dagangannya, termasuk sedikitnya kesempatan seseorang untuk melakkukan I ḥtikār Berarti karena banyak penjual jadi seorang pembeli mempunyai banyak pilihan dan penjualpun punya hak untuk menjualkan barang yang sama tanpa ada batasan khusus dengan menggunakan harga yang berlaku di pasar. Sedangkan pasar bersaing tidak sempurna terjadi karena terdiferensiasinya produk yang dijual memberikan peluang bagi penjual untuk menjual barangnya dengan harga yang berbeda dengan barang lain yang ada di pasar. 17 Dan pedagang lain mempunyai kesulitan untuk bebas keluar masuk pasar, sehingga konsumen pun tidak mempunyai banyak pilihan. Dengan cara yang seperti itu bisa membuka kesempatan seseorang untuk melakukan praktek I ḥtikār. Jika seorang pengusaha ingin berbisnis dan ingin terjun ke dalam pasar persaingan tidak sempurna itu bisa saja, tapi tetap saja harus mempunyai modal yang besar dan mental yang kuat dalam pemasaran persaingan tidak sempurna. Karena tidak mudah pengusaha baru masuk dalam pasar persaingan tidak sempurna ini, melihat banyak sekali perusahaan yang lebih dulu maju dan lebih besar sudah ada dalam pasar tersebut. Tetapi perlu diingat lagi bahwa Islam tidak memperbolehkan transaksi ataupun prilaku hal-hal yang bisa merugikan orang lain dengan cara yang ba ṭil. Jika pasar persaingan tidak sempurna itu terdapat unsur-unsur yang merugikan khalayak banyak maka tidak diperkenankan seorang muslim masuk kedalam 17 Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 h. 170. persaingan yang tidak sehat tersebut karena walaupun keuntungannya mungkin bisa melimpah, tapi karena keba ṭilannyalah keberkahan dalam berbisnis tersebut menjadi berkurang. Sebagai penentu harga price-maker, seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi. Semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi pengganti produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap black market. 18 Jadi, I ḥtikār maksudnya menahan suatu barang agar langka dipasaran dan menjadi mahal harganya. Yang tersurat dari hadis Al-Imam Muslim adalah bahwa menimbun bahan makanan dan juga lainnya adalah terlarang. 19 Adapun monopoli tidak akan termasuk I ḥtikār selama jalur mekanisme pasar itu baik, yaitu pembeli dan penjual seimbang banyaknya. Seimbang dalam artian pembeli tidak kesusahan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan harga yang wajar karena tidak hanya terdapat pada satu penjual saja. 18 Wikipedia, “monopoli dalam pasar”, diakses pada tanggal 27 0ktober 2014 dari http:id.wikipedia.orgwikiPasar_monopoli 19 Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999 h. h. 229.

B. Ciri dan bentuk monopoli Pasar

Ada beberapa argument yang dapat disampaikan terkait bentuk monopoli yang secara alamiahnya ada dan tidak berdampak perilaku i ḥtikār, yaitu: 20 a Monopoli yang dapat terwujud dari pemberian hak paten oleh Negara. Selain itu ada pula monopoli yang dikenal dengan trade secret, yakni monopoli yang terjadi karena teknologi rahasianya yang tidak dapat diikuti oleh produk lain, sehingga tanpa harus mendapat pengakuan dari Negara teknologi ini sudah bisa memonopoli dengan sendirinya. b Monopoli yang terjadi karena pemberian Negara. Di Indonesia hal ini sangat jelas dan dapat di lihat dalam pelaksanaan Undang-undang dasar pasal 33 ayat 2 dan 3. Yaitu Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu undang-undang yang mengatur tentang Pengertian Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasiona l, yang bunyinya sebagai berikut: ayat 2 “cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Ayat 3 “ bumi, air dan kekayaan alam yang terkadnung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. 21 c Monopoli yang terjadi karena berbagai faktor, sehingga penilaian bentuk pasar pada suatu daerah akan sangat mempengaruhi terbentuknya monopoli. Lebih lanjut, Masyhuri menjelaskan mengenai ciri-ciri monopoli yakni: 22 20 Masyhuri, Ekonomi Mikro, Malang: UIN Malang Press, 2007 h. 213. 21 Si Mbah “Undang-Undang Pasal 33 ayat 2 dan 3” diakses tanggal 12 desember 2014, dari http:www.si-pedia.com201403bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-pembahasannya.html 22 Masyhuri, Ekonomi Mikro, Malang: UIN Malang Press, 2007 h. 213 a. Hanya ada satu penjual; b. Tidak ada barang substitusi yang dekat; c. Sangat sulitnya penjual usaha baru barang tertentu masuk masuk..

C. Pengertian Etika Bisnis

Pengertian Etika Bisnis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, paling tidak ada tiga pengertian, sebagai berikut: pertama, ilmu tentang apa yang baik dan tentang apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral akhlaq; kedua, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; ketiga, nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat. 23 Etika juga berasal dari bahasa yunani yaitu ethos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan . 24 Menelusuri asal usul etika tak lepas dari asli katanya yaitu ethos dalam bahasa yunani yang berarti kebiasaan custom atau karakter character. Dalam kata lain berarti “ṭe distingui ing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person, group, or instituation.” karakter istimewa, sentiment, tabi‟at moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi. 25 Sementara itu ethics yang menjadi padanan dari etika, secara terminologisnya adalah studi sistematis tentang tabiat, konsep nilai, baik, buruk, harus, benar,salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang 23 Deptartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998 h. 237. 24 Buchori Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, Bandung: CV. Alfabeta, 2003 h. 54. 25 Faisal badru, dkk, “Etika Bisnis Dalam Islam” Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 h. 4 membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika dapat dimaknai sebagai moralitas seseorang dan di saat bersamaan juga sebagai filosofinya dalam berprilaku. 26 Sepintas bahwa etika sama dengan akhlaq. Persamaan itu memang ada, karena keduanya membahas baik buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi untuk mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran kriteria yang berlainan. Setiap golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri. 27 . Jika ada tersirat dalam hatinya bahwa perbuatan yang ia lakukan kurang baik, maka jika ia lakukan juga, maka dia sudah melakukan pelanggaran baik yang bersifat pelanggaran etika ataupun moral. Dunia bisnis yang baik yang ingin mendapat ri ḍa Allah haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral ini sehingga usaha dan hasil dari usaha yang ia lakukan merupakan hasil yang bersih dan mendapat berkah baik di dunia maupun diakhirat. 28 Nampaknya konsep halal dan haram masuk juga ke wilayah kajian etika, sekalipun dalam kehidupan sehari-hari dan kajian akademik masuk wilayah fikih. Menurut hemat Mu ḥammad Djakfar, pada hakikatnya secara substansial antara 26 Faisal badru, dkk, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 h. 4. 27 Hilman Muharam, Tesis:Etika Bisnis Perspektif hadis, UIN Jakarta:2005 h. 19. 28 Buchori Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, Bandung: CV Alfabeta, 2003 h. 54- 55 wilayah etika dan hukum adalah sama. Batas antara keduanya sangatlah tipis dan hampir tidak bisa dipisahkan. Hukum membicarakan sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan mencantumkan sangsi yang eksplisist sedangkan etika membicarakan sesuatu yang baik dan tidak baik dengan sangsi moral yang tidak eksplisitkan. Namun demikian dalam Islam, pelanggaran terhadap kedua wilayah itu semuanya tidak lepas dari sanksi akhirat sebagaimana yang dijanjikan oleh al- Qur‟ān dan Hadith Nabi Saw. Justru karena pertimbangan inilah nampaknya Ahmad memasukkan konsep halal dan haram ke dalam wilayah kajian etika. 29 Perbedaan antara moral dengan etika adalah, kalau dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk, tolak ukur atau sumber yang digunakan adalah akal fikiran. Sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannnya dari objeknya, di mana akhlak lebih menitikberatkan perbuatan terhadap manusia kepada Tuhan. Sedangkan etika dan moral hanya menitik beratkan perbuatan terhadap sesame manusia saja. 30 Etika, moral, dan akhlak persamaannya yaitu, menentukan hukum atau nilaidari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat 29 Mu ḥammad Djakfar, Agama, Etika, Dan Ekonomi, Malang: UIN Malang Press, 2007 h. 148. 30 Ismail, “perbedaan etika, moral, dan akhlak” daiakses tanggal 13 desember 2014, dari http:ismailmg677.wordpress.com20140108perbedaan-antara-akhlak-etia-dan -moral