Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh Diiḥtikār

makanan pokok. Dan yang ketiga, orang-orang mudah mendapatkannya, haram melakukan I ḥtikār ketika orang-orang sangat sulit menemukannya. Di Madinah pernah terjadi kasus monopoli dan spekulasi bahan pokok yang menjadi hajat umum masyarakat oleh para pemilik unta. Ibnu Umār meriwayatkan bahwa Nabi saw sebagai penguasa, akhirnya melarang masyarakat membelinya dari mereka sampai bahan pangan itu dijual bebas di pasaran . HR. al- Bukhārî. Tapi pada kondisi terjadi kenaikan harga secara objektif, wajar dan legal yang lazim disebut kenaikan harga aktual riil yang sebenarnya yang diakibatkan oleh faktor bertambahnya persediaan uang, berkurangnya produktivitas, bertambahnya kemajuan aktivitas, dan berbagai pertimbangan fiskal dan moneter, pemerintah tidak berhak untuk mencampuri mekanisme pasar yang alamiyah tersebut. 27 Pertimbangan inilah yang mendasari sikap Nabi saw sebagai penguasa menolak untuk mematok harga ketika terjadi lonjakan harga di pasar Madinah seraya mengatakan: “Sesungguhnya Allah adalah Penentu harga, yang menahan dan meluaskan rezki, yang Maha Pemberi rezki. Dan saya sangat mengharapkan dapat berjumpa Rabbku, sementara tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku karena suatu tindakan aniaya pada fisik dan harta ” HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Aḥmad dan Ad-Darimi. 28 27 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember 2014 dari http:www.dakwatuna.com200910194342batasan-tingkat-keuntungan-dalam- syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah 28 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember 2014 dari http:www.dakwatuna.com200910194342batasan-tingkat-keuntungan-dalam- syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah

D. Cara Menghindari Diri Dari Perilaku Iḥtikār

Untuk permasalahan ini penulis menulusuri hadisnya menggunakan kata اًحْمَس 29 . Dan di bawah ini hadis riwayat al- Bukhārî 30 َُكْنُمْلاُُنْبُُدَمَحُمُيِنَثَدَحَُلاَقُ فِرَطُمُُنْبُُدَمَحُمَُناَسَغُوُبَأُاَنَ ثَدَحُ شاَيَعُُنْبُ يِلَعُاَنَ ثَدَح ُِدْبَعُِنْبُِرِباَجُْنَعُِرِد ُ َلاَقَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُ َلوُسَرَُنَأُاَمُهْ نَعُُهَللاَُيِضَرُِهَللا َُمِحَر ُ ُىَرَ تْشاُاَذِإَوَُعاَبُاَذِإُاًحْمَسُ ًَُجَرُُهَللا ىَضَتْ قاُاَذِإَو ُ Telah menceritakan kepada kami „ Alî Ibn „ Ayyasy telah menceritakan kepada kami Abû Ghossān Muḥammad Ibn Muṭarrif berkata, telah menceritakan kepada saya Mu ḥammad Ibn Al Munkadir dari Jābir Ibn „Abdullāh radliallahu „ anhu bahwa Rasulullah ṣallallahu alaihi wasallam bersabda: Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli dan juga orang yang meminta haknya Bisnis berlandaskan Islam sangat mengedapankan sikap dan perilaku yang simpatik, selalu bersikap bersahabat dengan orang lain, dan oranglain pun dengan mudah bersahabat dan bermitra dengannya. Tidak sombong, angkuh, menciptakan strata antar pedagang, dan merasa berkuasa dalam pasar. Allah Swt berfirman dalam surat Lukman 31 ayat 18-19 : 31  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ. ُُُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُُ  ُ  ُ  ُ  ُ  “Dan jangan lah kamu memalingkan wajah dari manusia karena sombong dan janganlah berjalan di bummi dengan angkuh, sungguh Allah tidak menyukai 29 A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufahras jilid 2,, Leiden: E.J.Brill, 1936 h. 534. 30 Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al- Bukhāri Ṣaḥiḥ al-Bukhāri, Bairut: Dār al-Fikr h. 391 31 Al- Qur’anul Karim dan Terjemahannya, Bandung: MQS Publiṣing, 1987 h. 412 orang-orang yangsombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalandan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai” Allah mengajarkan untuk senantiasa rendah hati, berwajah manis, bertutur kata baik, berperilaku sopan termasuk ke dalam aktivitas berbisnis. 32 Selain tidak i ḥtikār toleransi juga termasuk salah satu etika yang dapat menghindarkan diri dari praktek monopoli pasar. Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa sikap melayani yang melekat dalam kepribadiannya dia bukanlah seorang yang berjiwa pemasar. Melekat dalam sikap melayani ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya 33 seorang muslim yang baik toleran Qur‟an Surat An-Nisa ayat 29:                          “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Ayat di atas menganjurkan manusia untuk saling pada kebaikan antara satu sama lain, salah satunya dalam berbisnis. Bisnis Islami memang terkesan berat bagi yang terbiasa melakukan kecurangan, tetapi ringan bagi mereka yang 32 Hermawan Kartajaya dan Mu ḥammad Syakir Sula, Syari„ah Marketing, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008 h. 17 33 Hermawan Kartajaya dan Mu ḥammad Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008 h. 75. tidak melakukan kecurangan. Akan tetapi, monopoli pasar bukan berarti tidak bisa dicegah. Dengan cara pemerintah dapat menggunakan kebijakan pajak Lump-sum sejenis pajak izin usaha ataupun pajak keuntungan. Sehingga karena kerusakan itu pemerintah dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keuntungan monopolis tanpa mempengaruhi harga komoditi. 34 Sistematika pasar 35 : 1. Wajib menyediakan barang di pasar dan membiarkan pemiliknya membawa barang dagangannya dan menyediakannya sendiri serta mengatur harganya. Dengan demikian akan berkuranglah perantara diantara produsen dan konsumen, sehingga harga barang itu tidak bertambah dengan bertambahnya tangan yang memutarkannya, terutama bermacam-macam makanan, yang merupakan kebutuhan pokok. 2. Wajib menyediakan barang secara jujur, terpercaya dan tidak mempermainkan harga, dengan menambah harganya. Contohnya najasy. 3. Menepatkan ukuran, timbangan dan sukatan, sehingga hak-hak kedua belah pihak dapat terpenuhi dan dapat tercegah dari kecurangan dan penganiayaan. Hadisnya sudah kita sebutkan pada bab akad. 4. Mudahkan penyediaan barang untuk semua orang dan memerangi segala macam penimbunan, terutama barang yang merupakan kebutuhan utama semua orang. 34 Hermawan Kartajaya dan Mu ḥammad Syakir Sula, Syari„ah Marketing, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008 h 288. 35 Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999 h. 224, 5. Mengawasi harga barang-barang yang tersedia di pasar dan berusaha menekan agar harga tidak melampaui harga yang pantas, dan jika perlu, harga bisa di tentukan dan diwajibkan kepada para pedagang demi tegaknya keadilan, mewujudkan kesejahteraan dan memberantas ke ẓaliman. Islam menganjurkan agar usaha umat muslim mempunyai usaha yang baik dan halal, ia memelihara yang ma‟ruf dan harga-harga yang normal, tidak mengeksploitasi kebutuhan orang dan menaikkan harga berlipat ganda. Maka apabila seorang pedagang telah mengubah harga normal dan mengubah harga- harga yang semestinya dan mengubahnya dari harga yang telah berlaku, maka ia telah berbuat d ẓalim terhadap masyarakat. Karena itu, dia harus ditindak dan dipaksa menyesuaikan dengan batas-batas keadilan dan kenormalan, dan membatasi harga barang dengan harga yang memadai. Adapun bagaimana mengetahui apa yang harus dibebankan kepada barang dan harga belinya yang cocok bukanlah hal sukar bagi mereka yang ahli dan arif. 36 Diperbolehkan bagi siapa pun untuk mencari keuntungan tanpa ada batasan ukuran keuntungan tertentu selama mematuhi aturan Islam. Serta menentukan standar harga sesuai dengan kondisi pasar yang sehat. Namun bila terjadi penyimpangan dan kesewenang-wenangan harga dengan merugikan pihak konsumen, tidak ada halangan bagi pihak penguasa, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, untuk membatasi keuntungan pedagang atau mematok harga 36 Imam Saefudin, Sistem Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999 h.230.