Cara Menghindari Diri Dari Perilaku Iḥtikār

5. Mengawasi harga barang-barang yang tersedia di pasar dan berusaha menekan agar harga tidak melampaui harga yang pantas, dan jika perlu, harga bisa di tentukan dan diwajibkan kepada para pedagang demi tegaknya keadilan, mewujudkan kesejahteraan dan memberantas ke ẓaliman. Islam menganjurkan agar usaha umat muslim mempunyai usaha yang baik dan halal, ia memelihara yang ma‟ruf dan harga-harga yang normal, tidak mengeksploitasi kebutuhan orang dan menaikkan harga berlipat ganda. Maka apabila seorang pedagang telah mengubah harga normal dan mengubah harga- harga yang semestinya dan mengubahnya dari harga yang telah berlaku, maka ia telah berbuat d ẓalim terhadap masyarakat. Karena itu, dia harus ditindak dan dipaksa menyesuaikan dengan batas-batas keadilan dan kenormalan, dan membatasi harga barang dengan harga yang memadai. Adapun bagaimana mengetahui apa yang harus dibebankan kepada barang dan harga belinya yang cocok bukanlah hal sukar bagi mereka yang ahli dan arif. 36 Diperbolehkan bagi siapa pun untuk mencari keuntungan tanpa ada batasan ukuran keuntungan tertentu selama mematuhi aturan Islam. Serta menentukan standar harga sesuai dengan kondisi pasar yang sehat. Namun bila terjadi penyimpangan dan kesewenang-wenangan harga dengan merugikan pihak konsumen, tidak ada halangan bagi pihak penguasa, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, untuk membatasi keuntungan pedagang atau mematok harga 36 Imam Saefudin, Sistem Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999 h.230. Tindakan ini dilakukan harus melalui konsultasi dan musyawarah dengan pihak- pihak terkait agar tidak ada yang dilangkahi maupun dirugikan hak-haknya. 37 Dibawah ini beberapa cara mencari keuntungan agar terhindar dari keserakahan yang menyebabkan monopoli pasar 38 . Dalam al- Qur‟an dijelaskan paling tidak ada empat sifat yang bersemi dalam diri seseorang yang berhak mendapat keuntungan dalam berbisnis. Keempat ini harus dipegang dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam berbisnis: 1. Mewajibkan aktivitas perdagangan dengan landasan keimanan dan ketaqwaan. Keimanan adalah landasan motivasi dan tujuan. Ketaqwaan adalah landasan operasionalnya. 2. Memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan zikir dan bersyukur. Zikir dimaksudkan sebagai kesadaran akan peran dan kehadiran Allah daam proses kegiatan bisnis. Sementara syukur dimaksudkan sebagai kesadaran untuk berterimakasih kepada Allah atas apa yang diberikan-Nya. 3. Berjiwa bersih dan mau bertobat. Maksud bersih disini adalah bersih dari penyakit jiwa yang menghambat prestasi seseorang dalam tugasnya, diantaranya dengki, sombong, benci, dan hasut. Kebersihan jiwa akan membuat seseorang pebisnis menjalankan usahanya secara jernih dan obyektif dalam berkompetisi serta tidak melakukan kecurangan dalam berbagai kesepakatan. 37 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember 2014 dari http:www.dakwatuna.com200910194342batasan-tingkat-keuntungan-dalam- syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah 38 Ma‟ruf Abdullāh, Wirausaha Berbisnis Syari„ah, Banjarmasin: Antasari Press, 2011 h.43. 4. Memiliki antusiasme yang tinggi dalam menjalankan amar ma‟ruf nahi munkar. Menjadi pebisnis islami merupakan suatu profesi yang memerlukan etika secara khusus sebagas jalan kehidupan yang selaras dengan keyakinan agama Islam. Manusia yang memilih keyakinan agama Islam selain mendapat bimbingan melaui ayat al- Qur‟an dan hadis, ia juga mendapat bimbingan dalam bentuk alam. Perpaduan antara bimbingan ayat al- Qur‟an dan jalan Allah inilah yang membentuk profesi pebisnis islami. 39 Jika monopoli itu susah dihentikan maka cara untuk mengehentikannya adalah dengan mencegah monopoli itu sendiri dengan Undang-Undang dan atau pemerintah mengadakan perusahaan tandingan. 40 39 Ma‟ruf Abdullāh, Wirausaha Berbisnis Syari„ah, Banjarmasin: Antasari Press, 2011 h. 45. 40 Suprayitno, Eko, Ekonomi Mikro Perspektif Isl;am, Malang: UIN Malang Press, 2008 h. 215. 51

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sebuah aktivitas ekonomi baru akan dapat dikatakan sebagai i ḥtikār jika memenuhi setidaknya dua syarat berikut: Pertama, obyek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan masyarakat; kedua, tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan di atas keuntungan normal I ḥtikār menimbun sering di identikan dengan monopoli atau dikenal dengan walaupun tidak semua monopoli masuk ke dalam Ihtikār. Iḥtikār tidak di perbolehkan karena dapat menimbulkan kemadharatan bagi umat manusia. I ḥtikār tidak hanya merusak mekanisme pasar, tetapi juga akan menghentikan keuntungan yang akan diperoleh orang lain serta menghambat proses distribusi kekayaan diantara manusia. Dimana yang di jadikan bahan untuk Ihtikār adalah bahan-bahan yang dibutuhkan oleh banyak manusia. Sebagaimana dikatakan diatas bahwa monopoli ataupun menimbun dikatakan ihtikar jika terdapat unsur pengrusakan pasar seperti menahan bahan pokok yang benar- benar sangat dibutuhkan masyarakat beredar di pasaran secara bebas. Dalam Rasulullah melarang melakukan ihtikār, karena tidak semua bentuk monopoli itu merugikan. Yang merugikan adalah monopoli atau menimbun barang dagangan untuk menghasilkan keuntungan lebih dengan cara bathil, dimana saat banyak orang yang membutuhkan barang tersebut tapi seorang monopolis menahan pedagang lain untuk masuk pasar dan membuat para konsumen tidak mempunyai banyak pilihan dan dia menguasai pemasaran barang tersebut.

B. SARAN

1. Keadilan dalam berbisnis harus ditunjukkan dengan cara tidak menzalimi satu sama lain, dan tidak ada yang dizalimi. Seorang pebisnis harus bisa menghargai keberadaan pebisnis lain, dan tidak berupaya menyingkitrkannya dan berusaha menguasai pasar. Tidak berupaya mendapatkan keuntungan yang banyak dengan cara-cara yang zalim. 2. Berpegang teguh pada nilai-nilai yang terdapat pada al- Qur‟ān dan hadis adalah cara melakukan bisnis secara profesional. Nilai-nilai tersebut menjadi suautu landasan yang dapat mengarahkan untuk tetap dalam koridor yang adil dan benar. Landasan atau aturan-aturan inilah yang menjadi suatu aturan dan batasan yang Islami dalam melakukan suatu bisnis. 3. Selalu berusaha mengontrol diri dalam berbisnis sehingga tidak menyalahi koridor- koridor yang ada. Karena berbisnis bukan hanya untuk sendiri, tetapi untuk khalayak banyak. Dan berbisnis juga tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan yang banyak, tapi keberkahan didalamnyapun juga perlu kita dapatkan 4. Banyak sekali kekurangan dalam skripsi ini, sekiranya para pembaca berminat untuk melengkapi kekurangan skripsi ini dan ada yang bisa meneliti fakta sosial masyarakat berkaitan dengan kasus i ḥtikār ini. 53 DAFTAR PUSTAKA A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufaḥras, Leiden: E.J.Brill, 1936. Abdullah, Ma „ ruf, Wirausaha Berbisnis Syari „ ah , Banjarmasin: Antasari Press, 2011. Abdurrahman, dan Sumarna, Elan, Metode Kritik Hadis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Al-Albani, Nasirudin terj. Hotib, Ahmad dan Fa ṭurrahman, Sunan Al-Dārimî, Jakarta : Pustaka Azzam, 2007. Alma, Buchori, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, Bandung: CV. Alfabeta, 2003. Abdullah, Ma‟ruf, Wirausaha Berbasis Syari‟ah, Banjarmasin : Anmtasari Press, 2011. Amiruddin, terj. Fa ṭul Bāri penjelasan kitab ahih Al-Bukhari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010. Al-Asqalanî, Ibn Hajar, Tahdzib al-Tahdzib, Beirut: Dar al-Kutb al- „Ilmiyah, 1980. Aziz, Abdul, Etika Bisnis Perspektif Islam, Bandung: Alfabeta, 2013. Badru, Faisal, dkk, “Etika Bisnis Dalam Islam” Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Al- Bukhari, Abu „Abdullah Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim, Al-Jāmi’ al-Bukhāri Ṣaḥîḥ al-Bukhāri, Bairut: Dār al-Fikr. Bustamin, dan Salam, Isa H.A, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, ciputat: U ṣul Press, 2009. Chamid, Nur, Jejak Sejarah Pemikiran Ekono Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Departemen pendidikan nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ketiga pusat bahasa, Jakarta: Balai Pustaka, 2006. Deptartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998. Djakfar, Muhammad, Agama, Etika, Dan Ekonomi, Malang: UIN Malang Press, 2007. Fachrurazi, .Terj Na iruddin Al- Albani Abû ‘Isā Muhammad ibn ‘Isā ibn Saurah ibn Musa ibn al-Dlahhak Al-Tirmîdzî , Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 Al- Farmawî, „Abdul hay, al-Biydah fi al-Tafsir al-Maudu’I Dirasah Manhajiyah Maudu’iyyah. Terj. Anwar, Rosehan dan Jalil, Maman Abdul , Metode Tafsir Maudhû „ i , Bandung, Pustaka Setia, 2002 Fatah, Adib Bisri dan Munawwir A, Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 Fatah, Adib Bisri dan Munawwir A., Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia Al- Bisri , Surabaya: Pustaka Progressif, 1999. Hafidhiuddin, Didin, dkk, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Robbani Press, 1995 Hamzah, Amir dkk, , terj.Ringkasan Nail Al-Au ṭār, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006. Hanbal, Imam Ahmad Ibn, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Saudi Arabia: Baitul Ifkar, 1998 Hotib, Ahmad, dan Fa ṭurrahman. , terj Naṣiruddin al-Albani, Sunan Al-Darîmî, ‘Abdullah Ibn ‘Abdurrahman Ibn al-Fadl Ibn Bahram Ibn ‘Abdul amad Al- Dārimî at-Taimî, Jakarta : Pustaka Azzam, 2007.