C. Pelaksanaan Pidana Rajam dan HAM di Indonesia
a. Peluang Pidana Rajam di Indonesia
Pelaksanaan hukum rajam di Indonesia dinilai melanggar semangat perlindungan Hak Asasi Manusia dan akan menurunkan martabat manusia. Salah satu
uqubat hukuman rajam kini termaktub dalam Qanun Jinayat yang telah disahkan DPRA.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan pemberlakuan hukum rajam, selain melanggar Konvensi Internasional
Anti Penyiksaan yang diratifikasi pada 1998 juga melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. Produk hukum yang menyiksa tersebut dipandang melanggar
HAM
35
. Eksekusi dengan pidana rajam juga dipandang bertentangan dengan semangat
konstitusi amandemen kedua HAM tentang jaminan perlindungan hak asasi, termasuk tidak boleh diberlakukannya hukuman yang kejam.
Dalam draf Qanun Jinayat yang disahkan DPRA, ditetapkan hukum rajam bagi penzina yang telah menikah. Pro dan kontra kemudian muncul terkait hal
tersebut. Sejumlah LSM, termasuk Pemerintah Aceh menolak klausul rajam.Pasal yang menjadi pro dan kontra tersebut, yakni pasal 24 ayat 1 menetapkan hukuman
seratus kali cambuk bagi pelaku zina yang belum menikah dan hukuman rajam bagi
35
hal ini disampaikan di tabloid harian aceh, Selasa 1592009.
pelaku zina yang sudah menikah. Di ayat 2 disebutkan bagi pelaku jarimah seperti yang disebutkan di ayat 1 bisa juga dikenakan hukuman penjara 40 bulan
36
. Hukum apabila dilihat dari artinya merupakan peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkunagan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Pelanggaran apapun
terhadap peraturan-peraturan tersebut berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu. Pendapat ini dikemukakan oleh J.C.T Simorangkir.
D ari azas hukum yang lain yaitu “lex specialist derohgat lex generalist”
dapat disimpulkan bahwa aturan hukum
37
yang khusus dapat mengeyampingkan aturan hukum yang berlaku umum, dalam kontek ini hukum pidana yang berlaku
umum dapat dikesampingkan oleh Qanun Jinayat dalam yang khusus karena berlaku secara teritorial dan individual terutama muslim untuk provinsi Aceh, dan juga
diberikan pilihan kapada non muslim untuk memilih aturan hukum yang mana dari kedua aturan hukum tersebut,
disebut dengan istilah “penundukan hukum”. Namun dari sudut pandang Ulama “kalau kita memberikan hukuman bagi
orang yang belum diberitahukan sebelumnya tentang hukuman yang bakal dijatuhkan kepadanya, sama halnya kita telah bertindak zalim kepada orang ter
sebut”. Pemikiran tersebut tentu ada benarnya, karena pemeritah juga dengan memberlakukan sebuah
aturan hukum yaitu baik Undang-Undang maupun Qanun tidak serta merta biasanya
36
tabloid harian aceh, Selasa 1592009.
37
R. Soenarto soerodibroto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, ed-5, h. 8-9.
langsung berlaku pada saat detik, jam, hari dan tanggal itu juga. Akan tetapi kebiasaannya dibutuhkan waktu sosialiasi yang kemungkinan sampai berbulan-bulan
dan bahkan bertahun-tahun untuk diketahui oleh hal layak masyarakat. Berkaitan dengan sikap keras Gubernur Irwandi Yusuf seperti dikutip sebuah
koran lokal Sabtu, 24102009 yang menolak menandatangani draft Qanun Jinayat yang disodorkan oleh DPRA disebabkan adanya poin hukuman rajam dalam qanun
tersebut yang tidak beliau setujui. Dalam pandangan beliau hukuman rajam itu melanggar HAM dan tidak sesuai dengan hukum dalam konteks Nasional dan
Internasional Demikianlah sedikit ulasan bagaimana pemberlakuan rajam yang termuat
dalam materi Qanun Jinayat yang akan di berlakukan di Aceh sebagai hukuman bagi pelaku zina muhshan yang banyak di tolak oleh beberapa kalangan di Indonesia.
b. UU HAM di Indonesia
Berbicara tentang HAM di Indonesia tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah perumusan konstitusi dasar negara RI, UUD 1945. Bila kita kembali merujuk
kepada UUD tersebut akan ditemukan 7 pasal yang terkait langsung dengan hak-hak asasi manusia. UUD negara RI sudah lahir sejak bulan Agustus 1945 sedangkan
UDHR dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948, jadi umur kemerdekaan Indonesia tiga tahun lebih tua dari lahirnya UDHR. Namun dalam hal ini Indonesia
sangatlah tertinggal karena negara-negara lain telah memiliki 30 pasal tentang HAM.
38
Diakui memang dalam rentang waktu yang cukup lama setelah proklamasi negara RI, banyak kejadian yang di negara maju dianggap sebagai pelanggaran yang
serius terhadap hak-hak asasi manusia, namun di indonesia dipandang adalah hal yang biasa saja. Misalnya, kebebasan beebicara dan menyatakan pendapat,
berkumpul dan berserikat. Di kala itu kebebasan mimbar sangatlah di batasi, apalagi jika sudah berisi kritikan kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan mudah dituduh
sebagai kegiatan subversi.
39
Dalam contoh hal ini seperti apa yang dialami oleh kelompok Petisi 50, dan yang dialami oleh korban peristiwa tanjung priok 1984. Seiring dengan
berkembangnya kemajuan yang dibawa oleh barat dari adanya kecenderungan perubahan dalam perpolitikan Indonesia pada akhir dekade delapan puluhan telah
membawa perubahan kemajuan dalam perkembangan demokrasi.
40
Maka sejak tahun 1989, presiden memasukan isu tentang HAM dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan pendapat di dalam pidato kenegaraan, yang mana hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap politik penegakan hukum di Indonesia. Di tahun
38
Adnan Buyung Nasution, Diseminasi Hak-hak Asasi Manusia, Editor, E. Shobirin Nadj dan Naning Mardiniyah, Jakarta: LP3ES, 2000, h. 23
39
Ahmad Kosasih, HAM Dalam Persfektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, Edisi Pertama, 2003, h. 102
40
Ahmad Kosasih, HAM Dalam Persfektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, Edisi Pertama, 2003, h. 103
1993 diselenggarakan konferensi dunia tentang HAM yang dihasilkan Sekjen Wina sebagai penegasan HAM di seluruh dunia termasuk Indonesia. Dalam konferensi
itulah Sekjen PBB Boutros Ghali menyatakan “Bahwa yang menyetujui Deklarasi Vienna dan Piagam Aksi itu, adalah mereka yang memahami komitment masyarakat
Internasional dalam memajukan dan melindungi hak-hak asasi manusi a”.
41
Indonesia merupakan salah satu negara yang bergabung dalam keanggotaan PBB dan telah resmi menjadi anggota Komisi Hak-Hak Asasi Manusia yang berpusat
di Jenewa sejak januari 1991, menyambut deklarasi wina tersebut. Maka pada tahun 1993, melalui KEPPRES RI No. 501993, dibentuklah Komisi Nasional Hak-Hak
Asasi Manusia Komnas HAM. Keputusan tersebut segera disusul dengan KEPPRES No. 476 tahun 1993 tentang susunan organisasi dan personilnya.
42
Sejalan dari terbentuk pula sebuah Undang-undang Republik Indonesia tentang Hak Asasi
Manusia HAM No. 39 Tahun 1999.
D. HAM dalam Islam