Kehadiran Imam dan Saksi dalam Eksekusi Pidana Rajam

siterhukum supaya tidak terbuka auratnya sewaktu dilaksanakan hukuman rajam. Para ulama bersepakat wanita dirajam dalam posisi duduk didalam lubang, dan laki-laki dalam posisi berdiri didalam lubang, sedangkan ulama lainnya berpendapat diserahkan saja kepada imam untuk memilihnya 101 . Menurut sebagian ulama Syafiiyah dan Hanabilah digalikan lubang untuk wanita yang keputusannya berdasarkan bayyinah saja. Jika keputusannya berdasarkan iqrar maka tidak digalikan lubang maksudnya untuk memberi kesempatan wanita itu untuk melarikan diri karena dibolehkan untuk menarik diri dari pengakuan dan menggugurkan hukuman rajam

4. Kehadiran Imam dan Saksi dalam Eksekusi Pidana Rajam

Dalam nailul Authar di ungkapkan sebuah pendapat dari ‘Atarah dan Asy- Syafii yaitu tidak dimestikan imam menghadiri pelaksanaan hukuman rajam. Kehadiran itu hanya merupakan hak imam bukan merupakan kewajiban bagi imam karena tidak ada petunjuk dalil yang mewajibkan. Hadist N abi tentang peristiwa Ma’iz, nabi memerintahkan para shahabat untuk melaksanakan hukuman rajam bagi M a’iz, tetapi Nabi sendiri tidak ikut serta bersama mereka. Padahal kepastian Ma’iz melakukan perbuatan zina berdasarkan pengakuannya kepada Rasulullah. 101 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003, h. 57, lihat juga pada Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 48. Begitu juga dalam peristiwa Ghamidiyyah Nabi juga tidak menghadiri pelaksanaan hukuman rajambagi Al Ghamidiyah. 102 Abu Hanifah menambahkan juga bahwa saksi dalam perkara yang pembuktiannya berdasrkan kesaksian wajib menjadi orang yang pertama melaksanakan hukuman melempar batu terhadap pelaku yang dihukum rajam kemudian diteruskan oleh imam atau penggantinya dan kemudian dilakukan oleh orang banyak yang hadir dan jika saksi tidak datang dalam hukuman rajam tersebut maka gugurlah hukuman rajam tersebut,hal itu disebabkan karena nilai keteguhan para saksi dalam kesaksianya. Dan syarat yang paling penting adalah bahwa perbuatan zina itu dilakukan di dalam wilayah hukum yang secara formal menerapkan hukum Islam. Syarat lainnya adalah bahwa hukuman zina itu hanya boleh dilakukan oleh pemerintah yang berdaulat secara resmi. Bukan dilakuakan oleh orang perorang atau lembaga swasta. Ormas, yayasan, pesantren, pengajian, jamaah majelis taklim, perkumpulan atau pun majelis ulama tidak berhak melakukannya, kecuali ada mandat resmi dari pemerintahan yang berkuasa. Sehingga semua kasus zina di Indonesia ini, tidak ada satu pun yang bisa diterapkan hukum rajam, sebab secara formal pemerintah negara ini tidak memberlakukan hukum Islam. Tentu saja perbuatan itu tetap harus dipertanggung- 102 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta: Satelit Buana dan Bulan bintang, 2003, h. 160, yang dikutip dari buku Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Beirut: Darul Fikri, 1837, h. 359-360, dan lihat juga pada Abdul Qadir Audah, h.444 jawabkan di mahkamah tertinggi di alam akhirat nanti. Baik bagi pelaku zina maupun penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah. 66

BAB III KONSEP HAM INTERNASIONAL TERKAIT PEMIDANAAN DAN HAM

DALAM ISLAM

A. Pengertian dan Latar Belakang Lahirnya HAM

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak mendapatkan perlindungan 1 . Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimilki manusia secara penuh menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya diri manusia dan oleh karena itu hak tersebut bersifat suci. 2 Sementara itu Jan Materson, seperti apa yang dikutip Baharuddin lopa mengartikan hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada manusia, yang mana tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia namun Baharuddin Lopa mengomentari bahwa kalimat: mustahil hidup sebagai manusia hendaklah diartikan mustahil dapat hidup sebagai manusia disamping mempunyai hak juga harus bertanggung jawab atas segala yang dilakukannya 3 . Sejarah HAM tumbuh dan berkembang pada waktu hak-hak manusia tersebut oleh manusia mulai diperhatikan dan diperjuangkan terhadap serangan-serangan atau 1 Tim Penyusun kamus Besar Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesai R.I , Jakata: tnp, 1988, h. 292. 2 Kuntjoro Purbopranoto, Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila, Jakarta: Pradya Paramitra, 1982, h. 19. 3 Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Barat, Jalarta: Salemba Diniyah, 2003, edisi pertama, h. 18.