Pidana Rajam menurut Hukum Islam dan HAM

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Oleh:

Usep Syafii Sanjabil Ms.Sy NIM: 105045101502

Pembimbing:

Dr. Asmawi, M.Ag NIP: 1955725 200012 2 001

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SYAR’IYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

PIDANA RAJAM

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Oleh:

Usep Syafii Sanjabil Ms.Sy NIM: 105045101502

Pembimbing:

Dr. Asmawi, M.Ag NIP: 1955725 200012 2 001

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SYAR’IAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2011 M


(3)

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Usep Syafii Sanjabil Ms.Sy NIM: 105045101502

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SYAR’IAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Skripsi yang berjudul Pidana Rajam Menurut Hukum Islam dan HAM. Telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy).

Jakarta, 23 Juni 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP: 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. Asmawi, M. Ag (...) NIP: 197210101997031008

Sekretaris : Afwan Faizin, M. Ag (...) NIP: 197210262003121001

Pembimbing : Dr. Asmawi, M. Ag (...) NIP: 197210101997031008

Penguji I : Drs. Abu Tamrin, SH, MH (...) NIP: 196509081995031001

Penguji II : Afwan Faizin, M. Ag (...) NIP: 1972102620031211001


(5)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Usep Syafii Sanjabil Ms.Sy

NIM : 105045101502

Tempat/Tgl. Lahir : Bekasi, 02/September/1985 Program Studi : Kepidanaan Islam

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul: “Pidana Rajam Menurut Hukum Islam dan HAM” adalah karya ilmiah saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.

Sekiranya terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 20 Juni 2011

Usep Syafii Sanjabil Ms.Sy NIM: 105045101502


(6)

iv

KATA PENGANTAR

ميحَرلا نَمحَرلا ها مسب

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang selalu melimpahkan Kasih dan Sayang-Nya kepada seluruh makhluk. Dengan kuasa-Nya kita dapat bernapas, bergerak, berpikir dan hidup dengan penuh makna dan kebahagiaan atas nikmat yang indah. Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa. Maha Pengasih yang tidak pilih kasih. Maha Penyayang, yang kasih sayang-Nya tiada terbilang oleh dimensi ruang dan waktu. Dengan penuh keikhlasan hati, Penulis bersyukur atas kehidupan yang telah diberi. Alhamdulillah, Allah telah memberikan kita potensi berpikir, bertindak, berusaha, berjuang, dan berevolusi.

Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang membawa risalah suci untuk disampaikan pada seluruh umat manusia. Nabi yang diutus untuk menjadi rahmatan lil alamin. Kesejahteraan dan keselamatan semoga selalu tercurahkan untuknya, para keluarga, seluruh sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah. Tiadalah kemampuan melainkan apa yang telah Allah SWT berikan. Atas Ridha-Nya pula disertai dengan kesungguhan, maka penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang penulis angkat dengan tema ”Pidana Rajam Menurut


(7)

v

soal pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan dari semua pihak, maka semua kesulitan dan kendala itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seyogyanyalah penulis memanjatkan puji syukur yang sedalam-dalamnya ke hadirat Allah Yang Maha Agung, dan mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga serta menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini: Dr. Asmawi, MAg. yang dengan tulus, ikhlas dan penuh perhatian telah membimbing, mengarahkan dan memberi petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat yang sangat berharga kepada penulis. Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Yth:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.

2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., Ketua Program Studi jinayah Siasah Jurusan Pidana Islam dan kepada Bapak Afwan Faizin, MA., Sekretaris Program Studi jinayah Siasah Jurusan Pidana Islam.

3. Bapak Dr. Asmawi, MAg., Pembimbing penulis sekaligus Ketua Program Studi jinayah Siasah Jurusan Pidana Islam, yang telah banyak memberikan


(8)

vi

ilmu kepada penulis khususnya dalam bidang hukum pidana Islam, serta selalu meluangkan waktunya untuk membibing penulis dengan penuh kesabaran.

4. Bapak Zainal, MA., Penasehat akademik yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepala Perpustakaan Umum dan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nasional, Iman Jama, perpustakaan pribadi K.H. Bunyamin dan K.H. Zuhri Yakub.

7. Kepada Ayah dan Ibu ku tercinta, Ayah. Djayadi Husni dan Ibu. Rum Hasanah yang telah berusaha payah membesarkan dan mengarahkan pendidikan penulis, sehingga tanpa hal tersebut sulit kiranya penulis dapat mencapai apa yang diperoleh saat ini.

8. Kepada keluarga atau Saudara-saudara ku tercinta, Tatang Zainuddin selaku Kakak Pertama, Cecep Rusli Bahtiar selaku Kakak Kedua, Nina Hasanah selaku Kakak Ketiga dan Pipih Alfiah sebagai Adik yang selalu mendorong dan memotivasi penulis untuk selalu sabar dan tabah dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama yang sudah pernah meminjamkan uang kepada penulis hingga penulis selalu lancar dalam pembuatan skripsi


(9)

vii

Abdul Hasan Mughni, Edi Supriadi yang secara tidak langsung memicu penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada Zaki Tsani S.HI., yang telah banyak membantu penulis dalam mencari tambahan data.

10.Teman kosan, Muhammad Ihya Ulumuddin S.Th.I., Radent Asep Imaduddin, Adli Bahrun S.Th.I., Ardian Maksal Lintang S.Th.I., dan rekan-rekan Amunisi Welcover yang selalu memberikan keluangan waktunya untuk berdiskusi, khususnya kepada Muhammad Kajuddin, yang selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan studi ini. Terima kasih atas dorongannya.

11.Kepada seluruh rekan-rekan kelas PI angkatan 2005, Reizak, Azharianto S.HI., Yazid Syukri. S.HI., Miftahul Khoirina. S. HI., Zaki Tsani. S.HI., Khusnul Anwar. S.HI., Muhammad Sanusi, Abdul Malik, serta rekan-rekan lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebaikan kalian yang selalu membuat semangat muda penulis bergejolak, layaknya pejuang yang tak kenal lelah mencari sesuap nasi dibawah terik panasnya matahari.


(10)

viii

kepada Allah swt, serta diiringi doa semoga amal baik tersebut di atas diterima oleh Allah swt dan dibalas dengan pembalasan yang berlipat ganda. Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin mencari yang terbaik dalam penulisan ini. Akhirnya, sebagai kajian ilmiah, penulis sangat menyadari keterbatasan kemampuan penulis, serta mengakui sifat kemanusiaan yang banyak kekurangan dan kesalahan. Segala petunjuk dari para pembaca sangat diharapkan demi pembenaran dan kesempurnaan skripsi ini dan semoga membawa manfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca semua. Amin

Jakarta, 20 Juni 2011 Penulis

Usep Syafii Sanjabil Ms.Sy NIM: 105045101502


(11)

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ix

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

D. Metode Penelitian ... 14

E. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II: PIDANA RAJAM MENURUT HUKUM ISLAM ... 17

A. Pengertian dan Tarikh Berlakunya Pidana Rajam ... 17

a. Pengertian Pidana Rajam ... 17

b. Tarikh Berlakunya Pidana Rajam ... 19

B. Kandungan Nash tentang Pidana Rajam ... 29

C. Pandangan Ulama tentang Pemberlakuan Pidana Rajam .... 37

a. Ulama yang Setuju dengan Pemberlakuan Pidana Rajam ... 37

b. Ulama yang tidak Setuju dengan Pemberlakuan Pidana Rajam ... 40

D. Pelaksanaan Pidana Rajam Dalam Hukum Islam ... 46

a. Pidana Rajam Sebagai Hukuman bagi Pelaku Zina Muhshan ... 46


(12)

c. Teknis Pelaksanaan dan Persyaratan Pidana Rajam ... 54

1. Penetapan Vonis Pidana Rajam ... 55

a. Ikrar atau Pengakuan Pelaku Zina Muhshan .. 55

b. Adanya Saksi yang Bersumpah ... 57

2. Tempat Pelaksanaan Pidana Rajam ... 62

3. Penggalian Lubang dalam Pidana Rajam ... 62

4. Kehadiran Imam dan Saksi dalam Eksekusi Pidana Rajam ... 63

BAB III: KONSEP HAM INTERNASIONAL TERKAIT PEMIDANAAN DAN HAM DALAM ISLAM ... 66

A. Pengertian dan Latar Belakang Lahirnya HAM ... 66

B. Kandungan HAM Tentang Konvensi Anti Penyiksaan Dan Hukuman Mati ... 72

a. Latar Belakang Konvensi ... 72

b. Ruang Lingkup Konvensi ... 75

c. Larangan Penyiksaan dan Hukuman Mati ... 76

C. Pelaksanaan Pidana Rajam dan HAM di Indonesia ... 83

a. Peluang Pidana Rajam di Indonesia ... 83

b. UU HAM di Indonesia ... 85

D. HAM Dalam Islam ... 87

BAB IV: PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PIDANA RAJAM ... 99

A. Titik Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan HAM Tentang Pidana Rajam ... 99

B. Kompatibelitas Hukum Tuhan ... 105


(13)

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hal moderenitas dewasa ini banyak stigma hukum yang telah dicetuskan dalam rangka memelihara kedamaian dan kesejahteraan manusia. Tidak ubahnya setiap kepala negara ingin mewujudkan segala sesuatu seperti apa yang diinginkan rakyat atau masyarakat kebanyakan. Salah satu dari apa yang telah terealisasikan adalah tentang kebebasan dan kemerdekaan hak hidupnya.

Oleh karena setiap kepala dimuka bumi ini ingin mendapatkan hak-hak yang telah ada secara alamiah sejak lahir tanpa dibatasi oleh pihak manapun maka tercetuslah sebuah azas moderenitas yang dikenal dengan Hak Asasi Manusia yang disingkat menjadi HAM. Dari berbagai apresiasi buah fikir dan rasa kepedulian terhadap arti sebuah kenyamanan atas segala tekanan kemudian azas tersebut berbuah menjadi sebuah perjanjian internasional yang mempunyai kekuatan hukum yang disepakati oleh negara-negara serikat guna untuk melindungi segala hak dan kebijakan yang direnggut oleh pihak lain.

Dalam hal ini HAM mempunyai dua basis yang berbeda, diantaranya adalah HAM menurut pandangan Islam dan HAM menurut barat. HAM menurut Islam menggagas segala sumbernya berbasis pada ketentuan Al-Qur’an dan Hadist yang


(15)

merupakan wahyu Ilahi (God Law). Adapun HAM menurut barat dari segi sumbernya berasal dari apa yang dicerna oleh buah fikiran manusia atas perkembangan peradaban tentang kemanusiaan.

Pada kedua basis HAM tersebut banyak terdapat ketentuan yang sejalan, namun disamping itu terdapat pula ketentuan yang saling bertentangan. Seperti lahirnya konvensi anti penyiksaan dan hukuman mati dalam deklarasi umum tentang HAM tahun 1948, dalam konvensi tersebut melarang bagi setiap negara yang berserikat untuk memberlakukan sanksi atau hukuman yang bersifat merendahkan martabat, menyiksa dan menghilangkan nyawa, dalam hukum barat hal tersebut merupakan bagian dari kovenant pelanggaran HAM.

Tentu kebijakan tersebut menjadi sebuah ketentuan dan polemik yang bertentangan dengan apa yang telah ada dalam ketentuan hukum Islam yang mana di dalamnya terdapat jenis hukum pidana cambuk dan rajam. Kedua hukuman tersebut adalah hukuman yang bersifat menjerahkan fisik bagi pelaku yang berbuat dosa.

Hukum pidana rajam adalah salah satu hukum pidana yang diatur dalam hukum Islam, yang mana hukuman tersebut dikenakan pada pelaku tindak pidana perzinahan bagi orang yang telah menikah (zina muhshan). Hukum pidana rajam ini mulai diterapkan pada zaman berdirinya Islam dengan mengadopsi dari hukum sebelum Islam.


(16)

3

Dengan adanya beberapa penerapan yang terjadi di zaman Rasul SAW tentang penjatuhan hukuman rajam pada pelaku-pelaku zina yang dijatuhi hukuman rajam adalah hukuman yang diatur secara tegas dalam Islam sebagai sanksi pidana untuk pelaku tindak pidana zina muhshan.

Adapun definisi dari rajam itu sendiri adalah hukuman siksa badan1 namun dalam sudut pandang yang lebih luas adalah hukuman yang berupa ditanam di dalam tanah sampai leher kemudian dilempari batu yang sedang (mu’tadalah) sampai meninggal2.

Islam mengatur hukuman pidana rajam tersebut sesuai dengan firman Allah swt yang mengharamkan tentang perzinahan serta mengancam pelakunya apabila dia seorang yang belum pernah menikah dengan hukuman dicambuk seratus kali dan di saksikan orang banyak serta diasingkan selama setahun, sedangkan apabila pelakunya adalah seorang yang pernah menikah maka hukumannya adalah dirajam3 sampai mati, sebagaimana dalil berikut dalam al qur’an surat An-nuur ayat 24:

                                             1

Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 650.

2

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 50. 3

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam Dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 89-108.

4

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 39, yang di kutip dari al-Qur’an al-Karim, Mushaf ‘Usmany, Surat an-Nuur, Ayat. 2.


(17)

Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah berbelas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhir, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (QS An-Nuur :2).

Dan Hadist Nabi SAW5:

لاق تماَّلا نْب دابع ْنع

:

مَسو هلاو هْي ع ها ى ص ها لْ س لاق

:

ّْق ىِنع اْو خ ىِنع اْو خ

اًْيبس َن ل ها لعج

.

مْج لاو ئام ّْج بِيثلاب بيثلاو نس ىْفنو ئ ام ّْج ْ بْلاب ْ بلْا

)

هاو

يئاسنلاو ا بلا اا عامجلا

(

Artinya: Dari ubaidah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar (hukuman) bagi mereka (penzina). Jejaka dan gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun sedangkan duda dan janda dera seratus kali dan rajam” (diriwayatkan oleh jama’ah: Muslim, Abu daud dan Tirmidzi, kecuali Bukhari dan Nasa’i)

Rajam merupakan sanksi hukuman yang berupa hukuman dengan dilempari batu sampai mati yang mana dalam al-Qur’an, ayat rajam tak tercantum. Namun sejumlah kitab fikih menurut Ismaily menjelaskan bahwa pada mulanya ayat rajam itu

5

Imam Nawawi, dari kitab Imam Abu Hasan Muslim Ibnu Hajaji Al-Quraisy An-Naisaburi w 206-261 M, Shahih Muslim, (Darul Fikri : juz ke 2, 1993), h. 108. Hadist no: 3201. Lihat juga dalam Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 42, lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani (w. 852 H) yang dikembalikan oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulughul Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, tnp th), h. 270. Lihat juga A. Hassan, Tarjamah Bulughul-Maram Ibnu Hajar Al-‘Astsqolani, (Bandung: Diponegoro, 1999), cet ke- 23, h.550.


(18)

5

temaktub dalam al-Qur’an. Dalam perkembanganya, ayat itu dihapuskan namun hukumnya tetap berlaku (naskh al-rasm wa baqa’ al-hukm). Ayat tersebut berbunyi6:

اين ا إ ْيشلاو خْيشلا

اف

تبلا امهاْ مجْ

ها نم اًلا ن

Laki-laki renta dan perempuan renta yang berzina keduanya, maka rajamlah keduanya secara sekaligus,sebagai balasan dari Allah

Menurut An- Nasa’i ayat tersebut tepatnya dalam surat al-Ahzab, al-Muwattha’ mencantumkan hadist itu bersumber dari Yahya bin Said dari Ibnu Musayyab7 ayat inilah yang menjadi pegangan para ulama tentang hukum rajam. Bahwa sesungguhnya rajam itu ada di dalam Kitabullah, yang wajib diberlakukan buat laki-laki dan perempuan yang berzina muhshan, ketika sudah cukup bukti, atau sudah hamil atau mengaku berzina.

Dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia diputuskan dalam pasal 5 yang berbunyi:

Tidak seorang pun boleh mendapat siksaan, atau perlakuan atau hukuman yang kejam, melanggar perikemanusiaan, atau yang menghinakan8.

Dengan adanya deklarasi Internasional ini lahirlah sebuah ketentuan yang sangat erat sekali hubungannya dengan moderenitas dimana hukum yang harus diberlakukan pada setiap negara terlebih harus selaras dengan nafas-nafas HAM (Hak

6

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit buana, 2003), h.101. lihat juga pada catatan kaki kitab Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani, Buluhgul-Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, tnp th), h. 270. Catatan kaki No.2 tentang bacaan yang dinasakh dan hukumnya tetap.

7

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit buana, 2003), h.101.

8Maulana Abdul A’la Maududi,

Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet ke-1, h. 51.


(19)

Asasi Manusia), yang mana manusia mempunyai martabat, mempunyai hak untuk hidup yang sama dengan yang lain, dan manusiapun tidak patut dihina, dipermalukan, dan disiksa dalam ketentuan apapun, hukum Internasional menjamin akan HAM yang dimiliki oleh manusia termasuk bentuk hukuman yang sadis terlebih hukuman mati yang berbentuk penyiksaan pada pelaku. Dalam negara Indonesia sendiri yang menganut sistem eropa kontinental yang memberlakukan hukum atas apa yang telah disahkan menjadi undang-undang tertulis menjadi hukum positif seperti KUHP tidak memberlakukan hukuman rajam dalam delik perzinahan seperti yang tertera dalam pasal 284:

a. Laki-laki yang beristri berzina sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.

b. Perempuan yang bersuami yang berzina, padahal diketahuinya bahwa pasal 27 BW berlaku baginya 9.

Adapun pelaku perbuatan tersebut diancam dengan hukuman penjara paling lama sembilan bulan.

Dalam hal ini banyak terdapat titik tengkar antara pandangan hukum Islam dan HAM dalam skala hukum Internasional, yang mana dalam hukum Islam sendiri memberlakukan hukuman rajam bagi pelaku perzinahan yang sudah menikah atas dasar ketentuan Al-qur’an dan Hadist yang merupakan hak Allah (hududullah), sedangkan dalam HAM sendiri mermpunyai dasar dan asas hak hidup dan anti

9

M. Boediarto, K. Wajuk Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), Cet Ke-2, h. 91


(20)

7

penyiksaan yang harus diberikan dan diberlakukan kepada manusia, tidak ada bentuk penyiksaan fisik dalam penghukuman yang berupa menistakan manusia terutama pada pasal 5 seperti di atas. Hukum Islam yang memusatkan segala aturan berbasis pada ketuhanan, sedangakan HAM segalanya berbasis pada kemanusiaan merupakan dua tolak ukur yang mempunyai barometer yang berbeda.

Berbicara tentang rajam terkait dengan hukuman mati, dan cara melaksanakan hukuman rajam, itulah hal yang menjadi kontroversi antara Islam dan HAM. Atas dasar semangat akademis dalam meniti jangkar dari permasalahan awal untuk menemukan solusi dari berbagai titik tengkar kedua pandangan tersebut, sebagai mahasiswa syariah dan hukum penulis merasa sangat berkepentingan dan terpanggil untuk mengerahkan kemampuan dan pemikiran dalam mengkaji dan menulis seluruh hal-hal yang ada dalam pandangan hukum Islam dan HAM di Indonesia dengan mengangkat suatu kajian tentang hukum pidana rajam bagi orang yang sudah menikah yang dianggap sebagai hukuman yang tidak berprikemanusiaan (humanis) dan melanggar HAM sehingga menjadi jelas dari adanya perbedaan layak mempunyai tempat khusus dan baku untuk menambal kekurangan pandangan masyarakat serta dapat mengakomodir seluruh keperluan masyarakat umum dan menjadi sebuah rujukan yang mempunyai kekuatan absolute agar dapat diberlakukan. Dengan harapan yang demikian ini penulis mengangkat judul tentang Pidana Rajam Menurut Hukum Islam dan HAM.

Masalah ini sangat menarik untuk dilakukan penelitian dan kajian karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat agamis yang mayoritas beragama Islam.


(21)

Yang sudah semestinya umat Islam di Indonesia kebanyakan mengerti dan memahami tentang hukum yang ditentukan oleh syariat Islam sendiri.

Masalah ini adalah masalah tentang perbedaan pandangan yang nyata antara hukum pidana rajam dalam Islam dan hukum HAM Internasianal, artinya ini adalah permasalahan hukum pidana Islam dengan dunia internasional termasuk Negara Indonesia sendiri. Dimana hukum pidana rajam adalah hukum pidana yang diatur dan disyariatkan oleh Islam namun dalam hal ini ditentang oleh pandangan hukum Internasional dalam asas moderenitas hukum yang berbasis pada fikiran manusia. Umat Islam adalah umat yang menyebar dan ada pada setiap negara termasuk pada negara-negara barat yang sangat kental berasaskan HAM, namun hal ini merupakan suatu masalah yang besar dimana umat Islam dilarang atau tidak diperkenankan untuk menjalankan hukum Islamnya sendiri bahkan diseru untuk membenci hukumnya sendiri karena dianggap sadis untuk kemanusiaan namun pidana rajam merupakan kewajiban untuk menjalankan dan melestarikannya. Disisi lain masyarakat Indonesia juga adalah masyarakat yang sangat menyoroti sisi keluarga dan arti sebuah pernikahan. Di Indionesia masyarakat diberi kebebasan menjalankan agamanya sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Agama Islam yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia memandang perzinahan yang sudah menikah sebagai perbuatan yang sangat buruk dan keji sehingga pelakunya mesti dihukum dengan hukuman yang berat.

Berdasarkan berbagai teori dari aliran-aliran filsafat hukum seperti aliran filsafat hukum positif, utilitarianisme, atau Mazhab Sejarah dan Sosiologikal


(22)

9

Yurisprudense menyatakan bahwa norma aturan hukum dari suatu negara harus mencerminkan dan dibuat berdasarkan norma hukum moral atau rasa keadilan hukum yang hildup dalam masyarakat10. Oleh karena itu apa yang dirumuskan dalam pandangan berbagai pihak dalam masalah hendak berfikir dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia. Oleh karena pandangan-pandang yang kontroversi tersebut hendaknya dikerucutkan menjadi satu pangkal yang selaras dengan keimanan, ketaatan dan perbaikan untuk masyarakat banyak umumnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Rajam adalah hukuman yang diatur dalam hukum Islam dengan cara dipendam setengah badan dan dilempari batu sedang sampai mati karena telah melukan perzinahan dan pelaku telah menikah, hukuman rajam ini berupa penjerahan pada badan dan kematian. Namun adanya pandangan lain dari deklarasi Internasional yang melahirkan tentang konvensi anti penyiksaan dan hukuman mati yang juga membahas tentang etika penghukuman dimana tidak ada bentuk penyiksaan dan penghinaan dalam penghukuman hal ini menjadi sebuah titik tengkar pandangan antara hukum Islam dan HAM Internasional. Hal inilah yang menyebabkan hukuman rajam cenderung dianggap sebagai hukuman yang tidak layak untuk diterapkan di masa ini dalam hukum Indonesia. Sementara perbedaan pandangan yang datang dari umat Islam sendiri atau dari kalangan barat, namun tak lain hal ini dilatar belakangi dari perbedaan pandangan akan cara penghukuman rajam yang cederung dinilai menyiksa

10

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta : Satelit Buana, Bulan Bintang, 2003), h.14


(23)

dan membunuh terhukum yang mana dalam hal ini HAM tidak membenarkannya. Dengan uraian yang ada di atas penulis membatasi penelitian ini agar permasalahan menjadi lebih jelas dan mengarah kepada titik permasalahan serta agar ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas tidak terlalu meluas dan melebar, akan tetapi terfokus pada satu masalah yang menjadi akar permasalahan sehingga pembahasan dan analisa permasalahan dapat dirincikan secara mendalam.

Dalam pembahasan dan kajian ini adalah pidana rajam menurut pandangan hukum Islam yang dibatasi pada pengertian dari hukum rajam itu sendiri, kemudian penulis juga membahas perihal yang berkenaan dengan sejarah rajam di zaman Rasul. Dalam hal ini juga hanya membatasi pada kandungan nash yang berkenaan dengan pidana rajam, berikut pandangan ulama Islam tentang pidana rajam. Sanksi pidana rajam dijatuhkan untuk orang yang sudah menikah karena melakukan zina atau pemerkosaan. Tidak termasuk ke dalam pembahasan ini hukuman cambuk seratus kali, dan pengasingan selama setahun. Pemerkosaan lebih berat dari perzinahan bagi pelakunya karena perbuatan zinanya dan tindakan memaksanya yang berdampak menyakiti segi fisik atau pun psikhis dari korban, dan bagi korbannya tidak dikenai hukuman karena dia dalam keadaan dipaksa dan tidak berdaya. Adapun pelaku perzinahan dari wanita atau lelaki yang belum menikah tidak dibahas karena tidak masuk dalam kategori dirajam, penulis membahas sedikit tentang perzinahan orang yang telah menikah ini dalam mengkaitkan kepada titik dan akar permasalahan. Demikian juga halnya dengan tindak pidana yang lain dalam hukum pidana Islam seperti delik-delik hudud (selain perzinahan bagi yang telah menikah) maupun qishash


(24)

11

diyat dan ta’zir yang hukumannya selain pidana rajam atau sanksi pidana yang lain dalam hukum Islam penulis tidak membahas dalam penelitian ini.

Selanjutnya penulis membatasi pembahasan ini pada latar belakang lahir nya HAM, dan membahas kandungan HAM tentang konvensi anti penyiksaan dan hukuman mati, dengan mengasumsi hasil deklarasi hukum Internasional tentang HAM dan ketentuan atas hukuman yang berbentuk penyiksaan, kematian dan penghinaan terhadap badan dan martabat, serta membahas HAM menurut Islam dalam sorotan piagam madinah, dan tidak membahas tentang keputusan HAM yang lain selain terkait pada ketentuan anti penyiksaan dan hukuman mati. Penulis tidak membahas tentang keputusan HAM pada Deklarasi lain selain deklarasi universal hukum Internasional tentang HAM terkait larangan bentuk hukuman yang menyiksa. Dalam hal ini juga penulis akan membahas tentang aplikasi HAM di negara Indonesia.

Selanjutnya penulis juga mengemukakan tentang suatu perbandingan antara pandangan hukum Islam dan HAM tentang pidana rajam, bagaimana hukum Islam mengatur tentang pidana rajam dan bagaimana HAM mengatur tentang penyiksaan dalam hukuman mati yang mana keduanya saling bertolak belakang. Maka dalam hal ini penulis hanya memasukkan berbagai sebab yang menjadi latar belakang titik tengkar perbedaan dan juga persamaannya dari hukum Islam dan HAM. Kemudian juga penulis akan menguraikan tentang kompatibelitas hukum tuhan yang mana pidana rajam menurut pandangan hukum Islam adalah produk hukum Tuhan. Di samping itu juga pada hal ini memaparkan tentang aspek mashlahat dari pidana rajam.


(25)

Perbandingan antara keduan pandangan tersebut dalam hal titik tengkarnya menyikapi tentang hukum pidana rajam dan penyiksaan dalam hukuman penulis akan membahas tentang titik persamaan antara Islam dan HAM, dan juga sisi perbedaannya. Berikut dengan teori-teori yang ada dalam Islam dan HAM serta sumber akan kedua hukum tersebut diambil. Serta menarik kesimpulan dari perbandingan kedua pandangan antara hukum Islam dan HAM tentang hukum pidana rajam.

Jadi penelitian dan pembahasan masalah pidana rajam dalam pandangan hukum Islam dan HAM pada analisa ini dilakukan dengan metode pendekatan normative atau study pustaka. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan normatif sebagaimana kita ketahui bersama merupakan pendekatan melalui aturan hukum pidana Islam (Al-Qur’an dan Hadist), KUHP dan RUU KUHP, Deklarasi Universal Tentang HAM, Piagam Madinah serta buku lainnya, kemudian jalur pustaka terkait masalah pandangan hukum Islam dan HAM dalam hukum pidana rajam.

Dengan adanya pembatasan masalah seperti disebutkan di atas maka pokok-pokok masalah atau pembahasan yang akan diteliti dan dibahas dalam analisa ini perlu dirumuskan dengan perumusan sebagai berikut:

a. Bagaimana hukum Islam mengatur tentang pidana rajam?

b. Bagaimana HAM dalam Islam dan HAM Internasional mengatur tentang pemidanaan terkait penyiksaan dan hukuman mati?

c. Bagaimana perbandingan antara hukum Islam dan HAM tentang pidana rajam? Selanjutnya mengenai subpokok masalah yang dibahas dalam pembahasan ini adalah pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut yang ingin diungkap berikutnya yaitu:


(26)

13

bagaimana cara dan etika melakukan pidana rajam? Apakah syarat-syarat untuk diberlakukannya rajam? Mengapa terjadi perbedaan pendapat dalam masalah rajam baik dalam ulama Islam maupun kaum barat? Jika demikian halnya maka bagaimana pandangan HAM terhadap hukuman rajam? Dan beberapa kovenant HAM terkait pemidanaan.

Demikianlah kira-kira ruang lingkup permasalahan yang diteliti dan akan dibahas dalam karya ilmiah ini selanjutnya. Pembahasan dan analisa masalah yang akan dilakukan melalui pendekatan dalil-dalil naqli (ayat-ayat Alqur’an dan hadist) serta dalil-dalil aqli dan berbagai pendapat para ulama dan beberapa dokumen tentang HAM.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan umum dari penulisan ini adalah:

1. Untuk menjelaskan, memberi pemahaman dan mengangkat kepermukaan warga Indonesia bagaimana Islam mengatur tentang hukum pidana rajam, dan bagaimana HAM mengatur tentang pemidanaan.

2. Untuk menjelaskan dan memberi pemahaman kepada masyarakat tentang perbandingan dari pandangan hukum Islam dan HAM tentang pidana rajam.

3. Memberikan sumbangan pemikiran dan solusi titik terang antara perbedaan dan titik tengkar dari pandangan hukum Islam dan HAM tentang pidana rajam


(27)

D. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini pengumpulan data, pendekatan, dan analisa data dilakukan melalui:

1. Jenis penelitian

Sesuai dengan sifatnya penelitian merupakan penelitian kulitatif, yaitu berupa kata-kata ungkapan, norma atau aturan-aturan serta doktrin. Adapun dalam bentuknya penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan masalah, mengumpulkan, menyusun, dan menyeleksi data penelitian, penelitian ini juga merupakan penelitian hukum normatif doktriner.

2. Sumber data

Sumber data sekunder meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu: KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Undang-undang, hasil deklarasi hukum Internasional tentang HAM.

b. Bahan hukum sekunder yaitu: Al-Qur’an, Hadist dan buku-buku yang membahas langsung permasalahan yang dibahas oleh penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh informasi yang diperlukan tentang masalah yang diteliti melalui studi dokumenter, yaitu merujuk kepada tulisan-tulisan ilmiah yang diperoleh dari literatur dan referensi yang berhubungan dan berkenaan dengan judul skripsi ini.


(28)

15

Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif komparatif yaitu membandingkan antara beberapa sistem hukum khususnya antara hukum Islam dengan HAM dalam mengatur masalah pidana rajam.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam urutan berfikir di dalam penganalisaan masalah dalam beberapa bab.

Bab I berisi pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian.

Bab II menguraikan pidana rajam menurut hukum Islam. Bab ini dimulai dengan pengertian rajam dan tarikh berlakunya rajam, kandungan Nash tentang pidana rajam, pandangan ulama tentang pidana rajam, yang mana menguraikan pendapat ulama yang setuju dengan pemberlakuan pidana rajam dan ulama yang tidak setuju dengan pemberlakuan pidana rajam dan beberapa uraian tentang pelaksanaan pidana rajam dalam hukum Islam dan pelaksanaan pidana rajam di Indonesia.

Bab III membahas tentang konsep HAM Internasional terkait pemidanaan dan HAM dalam Islam. Pada bab ini membahas tentang pengertian HAM, latar belakang lahirnya HAM, kandungan HAM tentang konvensi anti penyiksaan dan hukuman mati, HAM di Indonesia,yang mana pada sub judul ini menguraikan tentang UU HAM di Indonesia, dan HAM dalamIslam.


(29)

Bab IV mengenai pengemukaan perbandingan hukum Islam dan HAM tentang pidana rajam. Maka pada bab ini penulis menguraikan titik persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan HAM tentang pidana rajam, kompatibelitas hukum tuhan dan aspek mashlahat yang terkandung dalam pidana rajam.

Bab V merupakan bab penutup yang kemudian diisi dengan menarik kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini lalu dilanjutkan dengan mengemukakan beberapa saran yang dipandang perlu dalam mewujudkan hasil penelitian ini dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


(30)

17

BAB II

PIDANA RAJAM MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Tarikh Berlakunya Pidana Rajam

a. Pengertian Pidana Rajam

Rajam merupakan salah satu hukum pidana yang diterapkan dan diatur dalam hukum Islam. Secara etimologi kata rajam berasal dari bahasa arab yang akar katanya )

ج

-

ج ي

-

ج

( yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi melempar dengan batu (

جح ي

) 1. Adapun menurut istilah bahasa Indonesia kata rajam digunakan untuk arti hukuman siksa badan (karena berbuat maksiat berat)2.

Adapun defenisi rajam ditinjau dari sudut terminologi ialah hukuman yg berupa ditanam dalam tanah yang dilempari dengan batu sedang (

ع جح

) sampai terhukum mati3. Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu oleh segenap warga yang menyaksikannya. Cara menghukum seperti ini tidak dilakukan kecuali dalam kasus yang sangat tercela dan hanya bila penerima hukuman

1

Atabik Ali A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Jogjakarta: Multi karya Grafika pondok krapyak, 1998), h. 962, dan lihat juga pada Darul Masriq Beirut, Kamus al- Munjid fi al- lughah wa al A’lam, (Beirut lebanon: Maktabah Syarqiyah, 1986), h. 252.

2

Pius A Partanto, M. Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 650.

3

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet ke-1, h. 32.


(31)

benar-benar terbukti dengan teramat meyakinkan melakukan sebuah larangan yang berat.

Rajam juga merupakan hukuman yang mengutuk pelakunya dari dosa yang besar untuk dicuci dan disucikan dari dosanya sebelum menghadap pada Pencipta. Seperti makna yang terkandung dalam kamus Al-munjid yang mana pidana rajam juga dapat diartikan sebagai

ج ا

-

ط ا

-

ش ا

-

ع

(la’nun, aw syatmun, aw thardun, aw hijrun) yang berarti kutukan (laknat), caciaan atau celaan, pengusiran dan meninggalkan4. Allah mengharamkan perzinahan serta mengancam pelakunya apabila ia seorang yang belum pernah menikah dengan hukuman dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun sedangkan apabila pelakunya adalah seorang yang pernah menikah maka hukumannya adalah dirajam5, istilah muhshan diambil dari kalimat ihshan yang berarti suci yang secara istilah dapat disimpulkan orang baik laki-laki atau perempuan yang telah menikah6. Perzinahan di luar nikah adalah perkara yang sangat dikutuk oleh agama, tidak ubahnya zina adalah perbuatan yang sering dilakukan layaknya binatang atau hewan yang hidup tanpa aturan oleh karena itu hukuman dari zina bagi yang telah menikah itu sendiri dalam hukum Islam disebut dengan hukuman rajam sama seperti gelar syaitan yang diberikan kepada Allah

4

Darul Masriq Beirut, Kamus al-Munjid Fii al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut lebanon: Maktabah syarqiyah, 1986), h. 252.

5

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 88, yang dikutip dari As-San’ani, Subul al-Salam, Jilid 4, h. 4.

6

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ), cet ke-1, h. 31.


(32)

19

sebagai sifat yang membuat manusia menjadi terkutuk yaitu gelar Rajim yang berarti dilaknat atau terkutuk.

b. Tarikh Berlakunya Pidana Rajam

Membahas tentang pidana rajam jika kita menoleh kebelakang sebenarnya sudah ada sejak zaman para nabi dan rasul di masa lalu sebelum era umat nabi Muhammad SAW. Hukuman seperti itu berlaku secara resmi di dalam syariat Yahudi dan Nasrani7. Dan tidak dikutuk umat terdahulu kecuali karena mereka meninggalkan hukum dan syariat yang telah Allah tetapkan. Seperti apa yang telah tersirat dalam kitab suci Al-Qur’an :

                                                                           

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. Al-Maidah 44).

7

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 39, lihat juga pada Abujamin Roham, Pembicaraan disekitar Bible dan Qur’an Dalam Segi Isi dan Riwayat Penulisnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 29.


(33)

Allah SWT kemudian menghapus berbagai macam syariat yang pernah diturunkanNya kepada sekian banyak kelompok umat kemudian diganti dengan satu syariat saja, yaitu yang diturunkan kepada umat nabi Muhammad SAW. Namun ternyata Allah SWT masih memberlakukan hukuman rajam dari beberapa contoh yang dilakukan nabi Muhammad SAW terhadap pelaku zina yang telah menikah. Walaupun dengan pendekatan yang jauh lebih moderat dan manusiawi.

a. Pidana Rajam di Era Sebelum Nabi Muhammad

Hukum rajam pernah berlaku pada zaman nabi Musa A.S. Dalam Perjanjian Lama, Keluaran ayat 22 pasal 19 disebutkan8 :

Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati, laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.

Bahkan seorang gadis perawan pun ketika berzina harus dihukum mati yaitu dijatuhi hukuman rajam. Disebutkan dalam keluaran ayat 23 dalam pasal 19 dan surat yang sama Perjanjian Lama9 :

Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu

8

Abujamin Roham, Pembicaraan di Sekitar Bible dan Qur’an Dalam Segi Isi dan Riwayat Penulisnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 29. Lihat juga pada Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Kitab Indonesia, 1995), h. 88.

9

Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Kitab Indonesia, 1995), h. 88. Dan lihat pada Abujamin Roham, Pembicaraan di Sekitar Bible dan Qur’an Dalam Segi Isi dan Riwayat Penulisnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 29.


(34)

21

lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengah mereka.

Bahkan dizaman sebelum era Nabi Muhammad SAW wanita atau laki-laki yang kedapatan berzina dengan hewan atau binatang dapat dihukum mati dengan cara rajam karna itu ada pada kitab mereka yang berbunyi10 :

Siapa yang tidur (bersetubuh) dengan seekor binatang, pastilah dia dihukum mati (dirajam). (Keluaran 22:17).

Dalam perjanjian lama juga disebutkan tentang ayat bagi seseorang yang menghujat Tuhan dapat dikenakan hukuman rajam pada masa itu seperti apa yang difirmankan pada perjanjian lama11 :

Siapa yang menghujat Nama Tuhan, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu (rajam) oleh seluruh jemaat (Imamat ayat 18 pasal 28-29).

Pada zaman nabi Isa dalam Kitab Perjanjian Baru perkara ini dibicarakan sebagaimana terkandung dalam Al-Kitab12:

Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepadanya. Ia (Yesus) duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepadanNya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata

kepada Yesus. “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat

zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian (Pen: dirajam). Apakah pendapatMu tentang hal itu?”

10

Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Kitab Indonesia, 1995), h. 88.

11 Abujamin Roham, Pembicaraan di Sekitar Bible dan Qur’an Dalam Segi Isi dan Riwayat Penulisnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 26. Dan lihat pada Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Kitab Indonesia, 1995), h. 137.

12


(35)

Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia (Yesus), supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menjalankanNya (Yohanes ayat 8 pasal: 2-7).

Iapun (Yesus) bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. (Yohanes 8:8)

Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. (Yohanes 8:9-10)

Dari ayat di atas sebenarnya Yesus hendak menegakkan hukum rajam seperti apa yang ada pada kitab sebelumnya (Taurat), tetapi tidak satupun ahli-ahli Taurat yang mau melakukannya karena tidak satupun yang merasa tidak berdosa13, semua orang pasti pernah berdosa, tetapi tentunya bukan karena dosa zina, sehingga dapat saja melakukan hukum rajam itu bagi penzina.

Sebenarnya kunci permasalahan dalam hal ini adalah wanita itu belum dapat dihukum secara adil, sebab jika dia berzina, paling tidak laki-laki yang ikut berzina juga dihadapkan kepada Yesus, agar keduanya sama-sama dihukum pidana rajam secara adil sesuai hukum Taurat, jadi bukan hanya wanitanya saja yang dihukum lihat Perjanjian Lama kitab Ulangan 22:24 di atas14.

Berdasar kepada dalil-dalil tersebut, setidaknya menjelaskan kepada kita bahwasanya hukuman rajam telah ada dan diberlakukan oleh umat Yahudi dan Nasrani yang menjadi syariat yang berlaku sebelum Islam

ع ش

(syar’un man

13 Abujamin Roham, Pembicaraan di Sekitar Bible dan Qur’an Dalam Segi Isi dan Riwayat Penulisnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 27.

14

Abujamin Roham, Pembicaraan di Sekitar Bible dan Qur’an Dalam Segi Isi dan Riwayat Penulisnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 29.


(36)

23

qoblana)15. Maka berdasarkan dalil-dalil tersebut baik dari Al-Qur’an dan Hadist, maupun kitab umat Yahudi dan Nasrani menjelaskan bahwasanya rajam adalah jenis hukuman yang ditetapkan oleh Tuhan kepada umat karena telah ada dalam kitab masing-masing yang mesti diterapkan bagi pemeluknya bahkan Yahudi dan Nasrani sekalipun

b. Praktek Pidana Rajam di Masa Nabi Muhammad

Ketika era nabi Muhammad SAW sendiri pidana rajam dilestarikan sebagai sanksi hukuman zina muhshan16, di Madinah Rasulullah SAW pernah merajam laki-laki dan perempuan Yahudi yang berzina17. Hal iti karena pidana rajam telah ada dan diberlakukan semenjak zaman nabi Musa dan tertulis di kitab orang Yahudi dan Nasrani. Dalam hal ini As-Syafii dan Ahamad berpendapat bahwa islam bukan merupakan syarat ihshan untuk diberlakukannya pidana rajam bagi pelaku zina, sedangkan Abu Hanifah dah Malik berpegang bahwa Islam merupakan syarat untuk ihshan18.

15

Abdul Hamid Hakim, Ushul al-Fiqh, (Ponorogo: Darussalam Press, tnp), h. 52. 16

Muhammad Abduh malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 88, lihat juga pada As- San’ani, Subul al-Salam, Jilid 4, h. 4.

17

Lihat pada Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani (w. 852 H), yang dikembalikan oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), hadist No. 9, pada kitab Hudud, h. 272.

18

Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani (w. 852 H), yang dikembalikan oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), hadist No. 9, pada kitab Hudud, h. 272.


(37)

Disamping itu juga di masa Rasullullah banyak terjadi hukuman rajam yang dikenakan pada pemeluk yahudi dan Islam termasuk pada sahabat-sahabat Nabi sendiri yang mengakui akan dosanya seperti yang terjadi pada kisah Ma’iz bin Malik19 yang mana dalam riwayat yang lengkap bahwa Ma’iz bin Malik datang kepada Rasulullah saw. Dan berkali-kali mengaku bahwa dia telah berzina, Maka rasulullah saw memerintahkan untuk merajamnya20.

Disamping kisah Ma’iz juga terdapat kisah perempuan yahudi yang datang kepada Nabi dan mengakui akan perbuatan zina nya terhadap laki-laki sedangkan perempuan yahudi itu telah menikah, adapun dalam salah satu kitab perempuan itu bernama juhainah21, maka dengan pengakuan dan berdasarkan apa yang ada pada kitabnya maka Rasulullah menghukumnya dengan pidana rajam.

Banyak sarjana yang telah berkata karena tidak ada dalam ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hukuman rajam sampai mati, maka hukuman ini tidak dapat

19

Lihat pada keterangan Hadist No. 1233-1234 dalam A. Hassan, Tarjamah Bulugul Maram, (Bandung: Diponogoro, 1999), h. 552, dan juga lihat pada Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani (w. 852 H), yang dikembalikan oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), hadist No. 9, pada kitab Hudud, h. 272

20

Lihat pada keterangan Hadist No. 1233-1234 dalam A. Hassan, Tarjamah Bulugul Maram, (Bandung: Diponogoro, 1999), h. 552.

21

Lihat pada catatan kaki No. 5, yang terdapat dalam Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani (w. 852 H), yang dikembalikan oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), hadist No.8 dan 9, pada kitab Hudud, h. 272


(38)

25

dibenarkan. Hal ini persis seperti yang telah diduga oleh khalifah Umar bin Khatab22 yang secara kandungan isi:

ا ع

ّ ا ا ع

ع ها ي

ف ّخ أ

:

ي ع ها ص ا ح ع ها إ

ج ف

ع يع أ ج ا يأ ي ع أا يف ف

ا ي ع أ ح س

ع ج س ي ع ها ص ها س

,

ح

ّت ا تيشخ

ع

ا

يف ها ف ج ا يا ج ا ئ ي

ت

ف

ي

ها أ

,

ج ا أ اأ

ها

ف

ع ٌ ح

ا إ

حأ

ء س ا ج ا

ي ا ت ا إ

,

ح ا ت أ

,

ف ا ع إا أ

(

ا ا

س

)

Artinya: Diriwayatkan oleh ibnu Umar Bin Khatab r.a berkata; Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad SAW dengan sebenar-benarnya dan menerunkan kepadanya kitab suci (Al-Qur’an) maka dari sebagian yang diturunkan kepadanya adalah ayat tentang rajam dan kami membacanya, memeliharanya dan mencernanya maka Rasulullah SAW pun memberlakukan rajam dan kami melakukan setelahnya, aku khawatir bahwa telah berlalu waktu yang panjang, ada orang yang mungkin akan berkata; “kami tidak menemukan ayat tentang hukum rajam dalam Kitabullah”, sehingga akibatnya mereka akan tersesat dengan meninggalkan kewajiban yang telah diwahyukan Allah, ketahuilah bahwasanya hukuman rajam itu benar di dalam kitab Allah ditimpakan atas orang yang melakukan hubungan kelamin yang terlarang (berzina) sedangkan dia telah menikah dari laki-laki dan wanita, dan perbuatan itu dibuktikan oleh saksi-saksi,adanya kehamilan, atau pengakuan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Menelaah akan hadist di atas adalah sebuah keharusan bagi umatnya untuk menegakkan pidana rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, sebagaimana hal

22

Imam Abu Hasan Muslim Ibnu Hajjaji Al-Quraisy An-Naisaburi w 206-261, Shahih Muslim, (Darul Fikri: juz ke 2, 1998), h. 107, hadist no: 3201. Lihat juga pada Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 41 yang dikutip dari CD Holy Qur’an dan Hadist, Kumpulan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Th 2002, Hadist, No. 997 lihat juga pada Muhammad Abduh Malik Op. Cit, h. 89, yang dikutip dari As-San’ani, Subul al- Salam, Jilid. 4, h. 8. Dan Sayid Sabiq, fiqh al- Sunnah, Jilid. 2, h. 374.


(39)

yang telah dilaksanakan oleh Rasul sendiri dan para Shahabat di zaman awal mula Islam dan juga sebagaimana bentuk kekhawatiran seorang sayyidina Umar bin Khatab dan ‘Abbas akan hilangnya hukuman rajam dari muka bumi karena banyak dari kaum muslim sendiri telah melupakannya23. Hal berikut adalah kulasan tentang perguliran dari pemberlakuan pidana rajam dari zaman pra Islam maupun sebelum Islam dan beberapa isyarat dari hadist tentang kekhawtiran akan kemunduran dan hilangnya pidana rajam dalam syariat Islam.

c. Praktek Pidana Rajam di Masa Shahabat

Pidana rajam adalah hukuman yang masih dilestarikan pemberlakuannya pada zaman setelah wafat nya nabi Muhammad saw. Pada masa Umar bin Khatab khalifah yang ke-3 ini mengalami kekhawatiran akan hilangnya pidana rajam ini karena dinasakh dari Al-Qur’an sehingga banyak golongan yang meninggalkannya dan tidak memberlakukannya lalu kemudian Umar bin Khatab setelah menunaikan ibadah haji di akhir hajinya yang beliau lakukan beliau berdiri di atas mimbar dan berkhutbah dengan khutbah yang panjang untuk menyampaikan perintah rasul tentang ayat rajam dan pesan tentang pemberlakuan pidana rajam24.

23

Muhammad Abduh Malik, Perilaku ZinaMenurut Pandangan hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 89 yang di kutip dari as-San’ani, Subul al- Salam, Jilid. 4, h. 8. Dan Sayid Sabiq, fiqh al- Sunnah, Jilid. 2, h. 374

24

Imam Al- Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), Jilid 1&2, cet ke-1, h. 546, hadist No, 1037, hadist ini diriwayatkan oleh Bukhari, hadist No. 6830, lihat juga pada catatan kaki No. 1, h. 271, pada Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani (w. 852 H), yang dikembalikan oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulughub al-Maram min Adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H)


(40)

27

Pada masa Ali bin Abi Thalib diriwayatkan pernah memberlakukan pidana rajam pada zaman ketika beliau menjadi khalifah ke-4. Pidana rajam tersebut dilakukan terhadap perempuan yang bernama Surakhah karena telah berbuat zina namun perempuan tersebuat adalah perempuan yang telah menikah, lalu kemudian khalifah Ali bin Abi Thalib menghukum cambuk Surakhah pada hari kamis lalu merajamnya pada hari jumat25. Al-Hazimi (w. 584 H), Ahmad (w. 241 H), Ishaq (w.212 H), Daud (w. 275 H) sepakat akan penggabungan hukum tersebut sebagaimana shahabat Ali bin Abi Thalib lakukan26. Beliau mempertahankan pendapatnya bahwa dia mencambuk sesuai dengan perintah Allah lalu merajamnya sesuai dengan perintah Rasulullah27. Dalam hal ini Ali bin Abi Thalib menggabungkan memandang dera seratus kali adalah perintah dan hak Allah dan merajamnya karena sunnah Rasulullah seperti apa yang dipaparkan dalam hadist di bawah28:

ا ع ع

ت

:

س ا ي ع ها ص ها س

:

ع ا خ ع ا خ

ها عج

ي س

.

ج ا ئ ج ي ي ا س

ئ ج

ا

(

ا

ا اا ع ج ا

يئ س ا

)

25

Abdurrahman I, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Rineka Cipta Jakarta,1991.Hal 36-37. 26

Ahmad Wardi Muslich, Op. Cit, h. 35, lihat juga pada Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 89 yang di kutip dari as-San’ani, Subul al- Salam, Jilid. 4, h. 8. Dan Sayid Sabiq, fiqh al- Sunnah, Jilid. 2, h. 374.

27

Abdurrahman I. Tindak Pidana Dalam Syariat Islam,( Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 36-37.

28

Imam Abu Hasan Muslim Ibnu Hajjaji Al-Quraisy An-Naisaburi w 206-261, Shahih Muslim, (Darul Fikri: juz ke 2, 1998), h. 108, hadist no: 3211, lihat jg pada A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung: Diponorogo, 1999), hadist No. 1232, h. 550.


(41)

Artinya: Dari ubaidah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar (hukuman) bagi mereka (penzina). Jejaka dan gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun sedangkan duda dan janda dera seratus kali dan rajam. (diriwayatkan oleh jama’ah: Muslim, Abu daud dan Tirmidzi, kecuali Bukhari dan

Nasa’i dalam lafadz yang berbeda).

d. Praktek Pidana Rajam di Indonesia

Sejauh ini pidana rajam pernah diberlakukan di Indonesia khususnya pada kota Ambon seperti apa yang telah diuraikan oleh Abduh malik (Dosen UIN Syarif Hidayaullah) tentang pelaksanaan rajam di Ambon29. Pada tanggal 27 maret 2001, terhadap Abdullah (31) ayah dari tiga anak salah satu anggota laskar jihad ahlu sunnah wal jamaah. Abdullah yang menjabat sebagai anggota laskar jihad ahlu sunnah wal jama’ah ini melakukan perbuatan zina muhshan secara paksa setelah saling berkirim surat oleh seorang gadis (13) yang bekerja sebagai pengasuh bayi yang tinggal di gang ponegoro ambon30.

Setelah perbuatan Abdullah diketahui maka berdasarkan musyawarah para penasehat laskar jihad ahlu sunnah wal jama’ah pun menghukumnya dengan pidana rajam. Eksekusi ini dilakukan pada tanggal 27 maret 2001, yang dipimpin oleh Ustadz Ja’far Umar Thalib (pemimpin laskar jihad)31

. Dari berita ini diketahui

29

Muhammad Abdul Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 223.

30

Harian Republika, pada bulan Mei, 11 dan 12 mei 2001. 31

wawancara Abduh Malik terhadap saudara Hardi Ibnu Harun, kepala devisi penerangan laskar jihad ahlu sunnah wal jamaah, pada hari kamis, 28 juni 2001, jam 11.30-13.00WIB.di kantor laskar jihad ahlu sunnah wal jamaah, jalan cempaka putih tengah 26 B No. 78, Jakarta pusat, lihat pada Muhammad Abdul Malik, Perilaku Zina Menurut Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 223.


(42)

29

bahwasanya masih ada umat Islam yang sejati memeluk hukum agamanya dengan memberlakukan pidana rajam bagi anggotanya yang melakukan zina muhshan. Hal ini diyakini oleh para kelompok laskar jihad ahlu sunnah wal jama’ah karena lebih baik dan lebih mempunyai nilai mashlahat bagi masyarakat yang mana bukan hanya mematuhi perintah Al-Qur’an dan sunnah namun juga sebagai pembersihan dan pensucian bagi pelaku dan masyarakat sekitarnya.

B. Kandungan Nash tentang Pidana Rajam

Syariat Islam mengatur rajam sebagai mana hukum terdahulu sebelum Islam mengatur dan memberlakukannya (syar’un qoblana)32, yang mana semua itu ditujukan karena kepatuhan seluruh umat Islam terhadap ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah ‘azza wa jalla jalaaluhu. Kepatuhan tersebut memang karena telah ada ketentuan tentang dalil-dalil yang mengharuskan umat Islam untuk memberlakukan pidana rajam. Seperti apa yang telah diterangkan di atas bahwasanya hukuman rajam dikenakan pada pelaku zina Muhshan (orang yang telah menikah) hal ini telah ditegaskan dalam hadist nabi Muhammad saw yang berbunyi33 :

32

Abdul Hamid Hakim, Ushul al-Fiqh, (Ponorogo: Darussalam Press dan Maktabah Sa’adiyah Peteran,1927), h. 52.

33

Imam Abu Hasan Muslim Ibnu Hajjaji Al-Quraisy An-Naisaburi w 206-261, Shahih Muslim, (Darul Fikri: juz ke 2, 1998), h. 108, hadist no: 3211, lihat juga pada Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 42 Hadist yang dikutip dari CD Holy Qur’an da Hadist Riwayat Buhkari dan Muslim Th. 2002.


(43)

ا ع ع

ت

:

س ا ي ع ها ص ها س

:

ع ا خ ع ا خ

ها عج

ي س

.

ج ا ئ ج ي ي ا س

ئ ج

ا

(

ا

ا اا ع ج ا

يئ س ا

)

Artinya: Dari ubaidah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar (hukuman) bagi mereka (penzina). Jejaka dan gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun sedangkan duda dan janda dera seratus kali dan rajam. (diriwayatkan oleh jama’ah: Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi kecuali Bukhari dan Nasa’i). Sebagaimana kita ketahui bahwasanya salah satu dari fungsi hadist adalah juga sebagai tafsir atau bayan dari ayat Al-Qur’an atau keterangan yang berupa perincian dari ayat Al-Qur’an yang bersifat global34. Dalam hadist ini menjelaskan tentang ketentuan hukuman cambuk bagi pelaku zina yang belum menikah sebanyak seratus kali dera, adapun pelaku zina yang telah menikah di hukum dengan hukuman rajam35. Hadist ini menjelaskan tentang kandungan Nash Al-Qur’an yang berbunyi :

                                               

Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah

34

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana), h. 94.

35

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana), h. 88, kemudian liat juga Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 39.


(44)

31

(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.36(QS. An Nuur : 2)

Dalam ayat ini juga dijelaskan selain hukuman cambuk dan rajam yang dikenakan pada pelaku disamping itu juga ada kesempurnaan hukuman yang mana mesti tidak ada belaskasihan terhadap pelaku dan disaksikan orang banyak, hal ini merupakan bagian dari hukuman tersebut yang mempunyai daya pencegahan untuk yang lainnya37.

Dan ayat lain yang berkaitan dengan hal ini antara lain :

                                  

Artinya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. An-Nisa’: 65).

Surat An-Nisaa’ ayat 15

                                         

36 Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Dep. Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1985), h. 543.

37

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Satelit Buana, Bulan Bintang, 2003), h. 14.


(45)

Artinya: dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji38, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya39.(Q.S. An-Nisa’:15)

Ayat ini juga menjelaskan tentang para utusan Allah dari para nabi yang memimpin umat nya dengan segala ketentuan yang telah ditetapkan Allah pada mereka, namun dikala itu umat mereka menerima dan memberlakukan hukum rajam dalam bermasyarakat. Bahkan dalam kitab injil sekalipun Allah telah memberlakukan hukum rajam tersebut sama hal nya sepeti hukum salib sampai mati, namun kebanyakan hal tersebut tidak dihiraukan oleh pemeluknya untuk dijadikan hukum agama seperti apa yang di jelaskan dalam Al-Qur’an :

                                Artinya: Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut

apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (QS. Al-Maidah : 47).

38

Perbuatan keji: menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homoseks antara wanita dengan wanita). Lihat Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op, Cit, No. 275

39

Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat An Nuur. Lihat Ibid, No. 276


(46)

33

Pengikut Injil itu diharuskan memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalam Injil sampai pada masa diturunkan Al-Qu’ran. Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam40:

a) karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir (surat Al Maa-idah ayat 44).

b) karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan zalim (surat Al Maa-idah ayat 45).

c) karena dirinya telah fasik (Al-Maa-idah ayat 47).

Di antara dalil dan aturan yang mengarahkan umat Islam untuk melaksanakan pidana rajam adalah dalil dari hadist nabi muhammad SAW yang berupa hadist41

fi’liy dan Qouly yang berbunyi :

س ي ع ها ي ص ها س ا س ا ج ع

:

ا ج ي

ع ج

Artinya: Tentang jabir ibnu samarah berrkata bahwasanya Rasulullah SAW melakukan rajam terhadap Ma’iz bin Malik dan beliau tidak mengungkit tentang hukuman cambuk (dera seratus kali) (HR. Muslim)42.

40

Kata sambutan Bismar Siregar (mantan Hakim Agung R.I) pada buku Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam Menyingkap persamaan dan perbedaan Antara Islam dan Barat,(Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), ed ke-1, h. xiii

41

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 43. 42

Imam Abu Hasan Muslim Ibnu Hajjaji Al-Quraisy An-Naisaburi w 206-261, Shahih Muslim, (Darul Fikri: juz ke 2, 1998), h. 107, hadist no: 3205, lihat juga pada Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet ke-1, h. 30. Lihat juga pada Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 45.


(47)

Dan hadist ini menjelaskan tentang apakah tidak perlu hukuman cambuk untuk pelaku yang akan dirajam, karena pada akhirnya pelaku akan mengalami kematian.

Berikut dalil lain yang mewajibkan untuk merajam penzina muhshan43 :

ع ها

ها ع

س ع

:

حي ا س ي ع ها ص ها س

اإ س

ا ح أ

:

ا ج

,

ت ج

,

ع ج ا ع ت ج

(

س ا

)

Artinya: Dari Masruq dari Abdillah ra. berakta bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah (HR. Muslim).

Dan hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah salah satu istri Rasulullah saw44:

ها س ع ع ها ي

شئ ع ع

س ي ع ها ص

:

ح اإ س حيا

خ ا

:

ج يف

ح ا

,

يف ا ع س ي ج

,

اسإا

ي ج

أا ي أ

ي أ يف س ها

حيف

(

ححص س ا ا أ ا

ح ا

.

Artinya: Dari ‘Aisyah r.a, dari Rasulullah saw. Bersabda: tidak halal membunuh

seorang muslim melainkan lantaran tiga perkara: muhshan yang berzina maka dirajam dia, dan seorang muslim yang membunuh seorang muslim dengan sengaja maka dia dibalas dengan dibunuh, dan seorang laki-laki yang keluar dari Islam kemudian memerangi Allah dan Rasul-Nya maka

43

Imam Abu Hasan Muslim Ibnu Hajjaji Al-Quraisy An-Naisaburi w 206-261, Shahih Muslim, (Darul Fikri: juz ke 2, 1998), h. 107, hadist no: 4194, Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta, Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 95.

44 Abu Daud Sulaiman Ibnu Al-Asy’ast Al-Sajsatany w 275 H, Sunan Abu Daud, yang ditulis oleh Sidqi Muhammad Jamal, (Darul Fikri: juz ke 3, 1994), h. 135, hadist no: 4243, lihat juga pada Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani yang ditulis oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulugh Maram min adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), hadist No. 2 pada kitab jinayat, h. 254.


(48)

35

dibunuhlah dia atau disalib atau dibuang dia dari tanah airnya. (HR. Abu Daud dan Nasa’i dan disahkan oleh Hakim)45

.

Hadist ini menjelaskan bahwa hukuman pelaku zina Muhshan darahnya dihalalkan atau pantas untuk dihukum mati.

khalifah Umar bin Khatab46 berkhutbah ketika selesai menunaikan ibadah hajinya di atas minbar di hadapan para shahabat:

ا ع

ّ ا ا ع

ع ها ي

ف ّخ أ

:

ي ع ها ص ا ح ع ها إ

ج ف

ع يع أ ج ا يأ ي ع أا يف ف

ا ي ع أ ح س

ع ج س ي ع ها ص ها س

,

ح

ّت ا تيشخ

ع

ا

يف ها ف ج ا يا ج ا ئ ي

ت

ف

ي

ها أ

,

ج ا أ اأ

ها

ف

ع ٌ ح

ا إ

حأ

ء س ا ج ا

ي ا ت ا إ

,

ح ا ت أ

,

ف ا ع إا أ

(

ا ا

س

)

Artinya: Diriwayatkan oleh ibnu Umar Bin Khatab r.a berkata; Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad SAW dengan sebenar-benarnya dan menerunkan kepadanya kitab suci (Al-Qur’an) maka dari sebagian yang diturunkan kepadanya adalah ayat tentang rajam dan kami membacanya, memeliharanya dan mencernanya maka Rasulullah SAW pun memberlakukan rajam dan kami melakukan setelahnya, aku khawatir

45 Abu Daud Sulaiman Ibnu Al-Asy’ast Al-Sajsatany w 275 H, Sunan Abu Daud, yang ditulis oleh Sidqi Muhammad Jamal, (Darul Fikri: juz ke 3, 1994), h. 135, hadist no: 4243, lihat juga A. Hassan,Tarjamah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani, (Bandung: Diponogoro, 1999), cetakan ke-23, hadist No. 1188, h. 521. Lihat juga pada Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani yang ditulis oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulugh al-Maram min adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), h. 271, hadist No. 5 pada kitab hudud, dan lihat juga pada catatan kaki hadist ini No. 1 dan 2.

46

Abu Hasan Nur Addin Muhammad Ibnu Abdul Hadi Assanadi w 1138 H, Shahih Bukhari, (Beirut Libanon: Darul Kutub Ilmiah, 1998), h. 338, hadist no: 4560, lihat juga Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 41 yang dikutip dari CD Holy Qur’an dan Hadist, Kumpulan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Th 2002, Hadist, No. 997 lihat juga pada Muhammad Abduh Malik Op. Cit, h. 89, yang dikutip dari As-San’ani, Subul al- Salam, Jilid. 4, h. 8. Dan Sayid Sabiq, fiqh al- Sunnah, Jilid. 2, h. 374.


(49)

bahwa telah berlalu waktu yang panjang, ada orang yang mungkin akan berkata; “kami tidak menemukan ayat tentang hukum rajam dalam Kitabullah”, sehingga akibatnya mereka akan tersesat dengan meninggalkan kewajiban yang telah diwahyukan Allah, ketahuilah bahwasanya hukuman rajam itu benar di dalam kitab Allah ditimpakan atas orang yang melakukan hubungan kelamin yang terlarang (berzina) sedangkan dia telah menikah dari laki-laki dan wanita, dan perbuatan itu dibuktikan oleh saksi-saksi,adanya kehamilan, atau pengakuan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Selain itu, sesungguhnya hukuman rajam ini pernah diperintahkan di dalam Al-Quran, namun lafadznya dihapus tapi perintahnya tetap berlaku47. Khalifah Umar bin Al-Khattab yang menyatakan bahwa dahulu ada ayat Al-Quran yang pernah diturunkan dan isinya48 adalah :

ج ف ي ا إ يش ا خيش ا

ها ا ا

Orang yang sudah menikah laki-laki dan perempuan bila mereka berzina maka rajamlah sebagai balasan dari Allah.

Namun lafadz ayat tersebut kemudian dinasakh (dihapus) tetapi hukumnya tetap berlaku hingga hari kiamat. Sehingga bisa dikatakan bahwa pidana rajam dilandasi bukan hanya dengan dalil Sunnah, melainkan dengan dalil Al-Quran juga.

Dari ayat Al-Qur’an dan Hadist yang dinasakh maupun tidak ini menunjukan bahwasanya di zaman nabi Muhammad banyak terdapat hukuman rajam yang dijatuhkan pada para sahabat yang telah mengakui melakukan perbuatan zina

47

Pendapat al-San’ani, Subul as-Salam, Jilid 4, h.5-6, dan Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid. 2, h. 350 yang dikutip dalam bukunya Muhammad Abduh malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003), h. 102.

48

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 47, lihat juga pada catatan kaki No.2 pada Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani yang ditulis oleh Mahmud Amin Nawawi, Bulughu al-Maram min adillati al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378 H), h. 271.


(1)

128

Al-Hakim, Abdul Hamid. Mabadi awaliyah fi Ushul al-Fiqh wa Qowa‟idi al- Fiqhiyah, Jakarta: Maktabah Sa’adiah Peteran, 1927M.

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Ali, Atabik. dan Muhdlor, A. Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Jogjakarta: Multi karya Grafika pondok krapyak, 1998.

ad-Dimasyqi, Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsîr al-Qurasyi. Tafsir al-Qur‟ân al-Azhim, Beirut: Dâr at-Turats al-‘Arabi, jilid 1.

al-Bukharî, Muhammad Ibnu Ismail Abu Abdullah. Shahih Bukhari, Beirut: Dâr Ibnu Katsîr, 1999, juz 2.

Al-Kitab, Jakarta: Lembaga Percetakan Al-kitab Indonesia, 1995.

Al-Jaziri, Abdul Rahman. Kitab Al-Fiqh „ala Al-Mazhahib Al-Arba‟ah, juz V, Beirut: Darul Fikri, cet ke I.

Amir, Abdul Aziz. at-Ta‟zir fi asy-Syari‟ah al-Islamiyah, Beirut: Darul Fikri Arabi, Cetakan IV, 1969.

Al-Muqdisi, Qaidullah Al-Husni. Fathur Rahman li Thalabil Qur‟an, Indonesia: Maktabah Dahlan.

Al-Mundziri, Imam. Ringkasan Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Amani, Jilid 1, 1994 M.


(2)

Alston, Philip Franz Magnis-Suseno, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, Cet ke-1, 2008.

As-Syatibi, Abu Ishaq Ibrahim. al-Muwafaqat fi Ushul as-Syariah, Buku I, Zuz ke-2. Asmawi, (Lektor Kepala) Dosen fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah, dalam Iman Ilmu Ihsan, Jakarta: Blok Net, tnp.

Al-‘Atsqalani, Ibnu Hajar (Ed), Nawawi, Mahmud Amin. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Surabaya: Maktabah Shahabat Ilmu, 1378M.

ar-Rasyid, Aba’ bin Hafidz (w. 595 H). Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Surabaya: Al- Hidayah.

Asmawi, Kompilasi Hadist Hukum Pidana Islam, Jakarta: tnp, 2009.

Azami, Muhammad. Menguji Keaslian Hadis-hadis Hukum, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.

Al-Bukharî, Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah. Shahih Bukhari, Beirut: Dâr Ibnu Katsîr, 1999, jilid 1.

Bantasyam, Saifuddin. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh, Tabloid KONTRAS No. 509, Tahun XI, 1 - 7 Oktober 2009. Brownlie, Ian. Dokumen-dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia, Jakarta:

UI-Press, Cet-1, 1993.

Brownlie, Principles Of Public Internayional Law, Jakarta: UI-Press, edisi ke-3, 1979. Brownlie, Ian. Dokumen-dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia, edisi ke-2,

Jakarta: UI-Press, 1993.

Darul Masriq Beirut, Kamus al- Munjid fi al- Lughah wa al A‟lam, Beirut lebanon: Maktabah Syarqiyah, 1986.


(3)

Departemen Agama R.I, Al-Qur‟an dan Tarjamanya, Bandung: Gema Risalah Press, 1992.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, di tetapkan oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 217A (III), tertanggal 10 Desember 1948. Pada pasal 1.

... Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. ... Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. ... DUHAM pasal 2 ayat (1).

... DUHAM pasal 2 ayat (2).

Deklarasi Vienna, Program Aksi Konferensi Dunia Hak-hak Asasi Manusia, Jakarta: Komnas HAM, 1997.

Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993 cetakan ke-5.

Haq, Hamka. Filsafat Ushulul fiqh, Makasar: Yayasan Al-ahkam1998.

Hassany, Musthafa. As-Sunnah Wa Makanatuha fi Al-Tasyri‟ Al-Islamy. Damaskus; Al-Daar Al-Qaumiyyah, 1379H/1960M.

Hassan, Ahmad. Analogikal Reasoning In Islamic Jurisprudence, a study of the juridical principle of qiyas, New Delhi: Adam Publishers and Distributors, 1994.

Haq, Hamka. Filsafat Ushululfiqh, Makasar: Yayasan Al-ahkam, 1998.

Hassan, Ahmad. Tarjamah Bulugh al-Maram, Bandung: Diponogoro, cet ke-xxiii. I.C.J. Reports, Bercelona Traction Case, 1970.

Kamali, Muhammad Hasyim. The Dignity Of Man An Islamic persfektive: (Beirut: Ilmiah Publisher, 2002.

Komnas HAM, Undang-Undang HAM 1999, UU RI No. 39 Th. 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Jakarta: Sinar Grafika, 2000.


(4)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Deklarasi Vienna Program Aksi dalam Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia, Jakarta: Diterbitkan oleh KOMNAS HAM edisi Bahasa Indonesia, 1997.

Kosasih, Ahmad. HAM Dalam Persfektif Islam Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan HAM, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003, Cet ke-1.

Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Madjid, Nurcholis. Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 1995.

Malik, Muhammad Abduh. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam Dan KUHP, Jakarta: Bulan Bintang dan Satelit Buana, 2003.

Marpaung, Laden. Asas, Teori dan Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Maududi, Maulana Abdul A’la. Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet Ke-1, 1995, h 51.

M. Boediarto, dan Saleh, K. Wajuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet Ke-2, 1982.

Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, cetakan pertama, 2005.

Nasution, Adnan Buyung. Diseminasi Hak-hak Asasi Manusia, Editor, E. Shobirin Nadj dan Naning Mardiniyah, LP3ES, Jakarta: 2000.

O’Byrne, Darren J. Humen Rights An Introduction, New Delhi: Pearson Wducation Limited, 2003.

Partanto, Pius A dan Al Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.


(5)

Perjanjian Lama, Ulangan 22; 22-23, Keluaran 22; 19, Imamat 24; 16, Injil, Yohanes 8; 2-10.

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia , Bandung: Refika Aditama, 2003.

Purbopranoto, Kuntjoro. Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila, Jakarta: Pradya Paramitra, 1982.

Rahman, Abdur. Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Rosyada, Dede. Hukum Islam Dan Pranata Sosial Jakarta: Lembaga Study Islam Dan

Kemasyarakatan, 1992.

Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah, Beirut: Darul Fikri, 1984.

Sa’id, Busthami Muhammad. Mafhum Tajdid Al-Diin Kuwait: Daar Al-Da’wah, 1405H, 1985M.

Salah satu konsideran Universal Declaration of Human Rights menyatakan : “ Now therefore the general Assembly proclaim this UDHR as a common standartd of achivement for all peoples and all nations, to the end that every individual and every organ of society, keeping this declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to secure their universal and effective recognition and obsevance, both among the peoples of member state themselves and among the peoples of territoris under their jurisdiction.”

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan Pustaka, 1994.

Shiddiqi, Nourouzzaman. Piagam Madinah, dalam M. Luqman Hakim, (ed.), Deklarasi Islam Tentang HAM, Surabaya: Risalah Gusti, 1993.

Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Peteham, 1996.

Soerodibroto, R. Soenarto. KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006.


(6)

Syafe’i, Rahmat. Ilmu Ushulul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen 1999-2002, dilengkapi Piagam Jakarta, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1986. Yamani, Ahmad Zaki. Syari‟at Islam yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini,

Bandung: Al-Ma’arif, 1974.

1465 UNTS, tentang Statuta Mahkamah Pidana Internasional. pasal 7 (2) butir (E) UN Doc. A/CONF.183/9 17 juli 1998.