Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
13
3 Sejauh mana tuntutan pengembalian tanah yang diajukan masyarakat
Mariah Hombang dan hambatan-hambatan dalam melakukan penuntutan
tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah : 1
Untuk menjelaskan penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang.
2 Untuk menjelaskan alasan-alasan penuntutan pengembalian tanah yang
dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang, baik alasan-alasan yang diajukan oleh masyarakat maupun alasan-alasan yang diperbolehkan oleh
hukum. 3
Untuk menjelaskan wujud konkrit penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang.
Selain menambah pengetahuan penulis dalam mengangkat permasalahan ini menjadi bahan penulisan, penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk
mencari solusi atas permasalahan ini, yaitu membantu pihak-pihak yang terkait atau yang berwenang menemukan alternatif kebijakan yang lebih baik, sehingga apabila
ada sengketa pertanahan yang inti permasalahannya sama dengan masalah yang menjadi pembahasan dalam penulisan ini, maka dapat dilakukan langkah-langkah
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
14
atau kebijakan dengan mudah dan dalam waktu yang singkat untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini merupakan hasil penelitian dari penulis sendiri yang mengangkat masalah mengenai penuntutan pengembalian tanah yang telah di ganti rugi oleh PT.
Kwala Gunung kepada masyarakat Mariah Hombang dan objek ini belum pernah diteliti oleh peneliti lain.
E. Tinjauan Kepustakaan
Menyangkut terminologi tanah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai permukaan bumi atau lapisan bumi yang paling atas.
1
Dalam Hukum Tanah, pengertian tanah lebih kepada pengertian yang yuridis,
2
1
Hasan Basri Nata Menggala, S.H., dan Sarjita, S.H., M.Hum., Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah, Edisi Revisi, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 5.
2
Ibid.
yaitu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA bahwa tanah adalah bagian dari permukaan
bumi dan karena itu, hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Dengan kata
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
15
lain, tanah yang diberikan dan dipunyai oleh orang-orang dengan hak-hak yang diberikan oleh UUPA adalah digunakan atau dimanfaatkan. Oleh karena itu, dalam
Pasal 4 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberi wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang
bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. Dengan demikian, maka yang dipunyai dengan
hak-hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi.
3
Michael G. Kitay mengatakan, “Land is unique and limited; it is therefore valuable. And whoever controls and the land controls a potentially profitable asset.”
Berdasarkan hal tersebut, tanah mempunyai nilai yang sangat strategis dan berharga sebagai potensi modal yang menguntungkan. Akibatnya, harga tanah
cenderung meningkat dalam kehidupan masyarakat.
4
3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan,
Jakarta, 1999, Hal. 18.
Artinya, “tanah merupakan hal yang unik dan terbatas; oleh karena itu ia berharga. Barangsiapa yang menguasai tanah tersebut, juga menguasai potensi modal yang
menguntungkan.” Pendapat Michael G. Kitay tersebut sejalan pula dengan pendapat Lawson da Rudden, yang mengatakan bahwa tanah adalah sesuatu yang unik dan
bersifat tetap dan hampir tidak dapat dihancurkan serta memiliki nilai pendapatan dan penghasilan. Di samping itu, menurut Gray dan Symes, tanah bukanlah sekedar tanah
belaka atau kebutuhan yang turun-temurun, tetapi lebih dari sekedar gumpalan tanah,
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
16
tambang, mineral di bawahnya, dan bangunan-bangunan yang berdiri di permukaannya.
5
Peter Butt mengatakan “barangsiapa memiliki tanah permukaan bumi, dia juga memiliki segala apa yang ada di atasnya sampai surganirwana dan
segala yang ada di bawahnya sampai pusat bumi.”
6
Menurut Sulasi Rongiyati, tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar.
Tanah merupakan salah satu komponen dari hak asasi manusia, maka setiap orang harus diberi akses untuk
memperoleh, memiliki, memanfaatkan, dan mempertahankan bidang tanah yang akan atau yang sudah dimilikinya.
7
Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia dan tidak semata-mata kepada individu-individu pemegang hak atas tanah.
8
Sedangkan sistem Pemerintahan masa Orde Baru menempatkan tanah sebagai benda komoditas
perdagangan, objek investasi para pemilik modal besar serta menjadi objek spekulan tanah.
9
4
Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,
Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, Hal. 7.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
http:www.dpr.go.idmajalahparlementariaindex.php?option=com_contenttask=blogcategory
8
Hasan Basri Nata Menggala, S.H., dan Sarjita, S.H., M.Hum., Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah, Edisi Revisi, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 15.
9
Ibid.
Defenisi tanah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk
Keperluan Perusahaan, tanah merupakan salah satu modal pokok bangsa Indonesia
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
17
dan salah satu unsur utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Mengenai defenisi penuntutan, di dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, tuntut atau menuntut adalah meminta dengan keras, mengharuskan supaya dipenuhi.
Tuntutan, yaitu sesuatu yang dituntut seperti permintaan keras, gugatan, dakwaan, dan sebagainya. Menggugat artinya membawa atau mengadukan kepada pengadilan;
mempertahankan haknya atas sesuatu; berusaha atau berdaya upaya supaya mencapai atau mendapat sesuatu; berusaha mendapat ilmu pengetahuan; menuju; berusaha
keras untuk mendapat hak atas sesuatu. Gugatan adalah suatu cara untuk menuntut hak melalui putusan pengadilan perkara perdata.
10
Claim is assertion of a legal right; document used in the County Court to start a legal action; statement that
someone has a right to property held by another person; to start that something is a fact.
11
Claim of ownership, yaitu tuntutan untuk mengembalikan hak, terutama mengenai tanah.
12
10
Zainal Bahry, S.H., Kamus Umum Khususnya di Bidang Hukum dan Politik, Angkasa
Bandung, Bandung, 1993, Hal. 80.
11
P.H. Collin, Dictionary of Law, Third Edition, Peter Collin Publishing, 2000, Hal. 60.
12
I.P.M. Ranuhandoko, B.A., Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
1996, Hal. 131.
Sedangkan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, pada Pasal 1 butir 7, yang dimaksud dengan penuntutan adalah tindakan penuntut
umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
18
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah, yang dimaksud
dengan pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hakpenguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.
Menurut Sarjita S.H., M.Hum., pelepasan hak atas tanah adalah perbuatan hukum melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah dan
benda-benda yang terdapat di atasnya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah, sehingga tanah yang bersangkutan menjadi tanah Negara dan kemudian
diberikan hak baru yang sesuai kepada pihak yang memerlukan tanah.
13
Mengenai ganti rugi, dapat ditinjau dari 2 dua sudut, yaitu : dari sudut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dari sudut Undang-undang Pokok Agraria.
Pembebasan tanah menurut Surat Edaran Dirjen Agraria Nomor: Ba 12108121975 adalah setiap perbuatan yang bermaksud langsung atau tidak
langsung melepaskan hubungan hukum yang ada di antara pemegang hakpenguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhakpenguasa atas
tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang sebelumnya disebut pembebasan tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang
hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
13
Sarjita, S.H., M.Hum., Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Era Otonomi Daerah, cet. 10, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 44.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
19
Pertama, menurut KUH Perdata, tinjauan tentang ganti rugi meliputi persoalan yang
menyangkut apa yang dimaksud dengan ganti rugi itu, bilamana ganti rugi itu timbul dan apa ukuran dari ganti rugi itu serta bagaimana peraturannya dalam undang-
undang. Dalam Pasal 1243 KUH Perdata dirumuskan :
Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap
lalai untuk memenuhi perikatan itu atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan ketentuan di atas, bahwa ganti kerugian itu adalah karena tidak
terpenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikannya atau sesuatu yang
harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
14
Artinya, ganti rugi itu adalah kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi, kerugian itu wajib diganti oleh debitur
terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Bertolak dari pengertian ganti rugi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ganti rugi menurut Hukum Perdata adalah dikaitkan dengan
adanya wanprestasi, sehingga siapa yang wanprestasi akan dihukum untuk membayar
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
20
ganti rugi berupa biaya kosten, rugi schaden, dan bunga interesten berupa kehilangan keuntungan yang dapat diharapkan winstderving.
Kedua, dalam Undang-undang Pokok Agraria yang berkaitan dengan
pencabutan hak atas tanah diatur dalam Pasal 18, yang berbunyi : ”Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bersama dan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.”
Salah satu kunci yang kelihatannya juga cukup menentukan dalam perbuatan hukum yang berkenaan dengan ganti rugi dalam pelepasan hak atau pembebasan
tanah itu merupakan imbalan sebagai pengganti nilai tanah yang diserahkan oleh pemilik atau pemegang hak atas tanah. Mengenai pencabutan atau pelepasan hak
tanah, A.P. Parlindungan menyatakan : “Orang yang dicabut haknya itu tidak berada dalam keadaan lebih miskin
setelah pencabutan hak tersebut, ataupun akan menjadi miskin kelak karena uang pembayaran ganti rugi itu telah habis karena dikonsumsi. Minimal dia
harus dapat dalam situasi ekonomi yang sekurang-kurangnya sama seperti dicabut haknya, syukur kalau bertambah lebih baik.”
15
14
Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,
Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, Hal. 86.
15
A.P.Parlindungan, Pencabutan dan Pembebasan Hak atas Tanah, Suatu Perbandingan,
Mandar Maju, Bandung, 1993, Hal. 5.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
21
Sejalan dengan pendapat tersebut, Boedi Harsono merumuskan bahwa baik dalam perolehan tanah atas dasar kata sepakat maupun cara pencabutan hak kepada
pihak yang telah menyerahkan tanahnya wajib diberikan imbalan yang layak, sehingga sedemikian rupa keadaan sosial dan keadaan ekonominya tidak menjadi
mundur.
16
Seperti diketahui bahwa dalam masyarakat sering terjadi kerancuan dalam penggunaan istilah “ganti kerugian” dalam bentuk tuntutanunjuk rasa apabila terjadi
pengosonganpengusiran penghunipenggarap liar. Berkaitan dengan hal ini, dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 15 menyebutkan bahwa dasar dan Dengan demikian, maka pemberian ganti rugi ini harus betul-betul mampu
mengantisipasi munculnya kemiskinan dalam masyarakat, bukan penyebab timbulnya kemiskinan baru. Ganti kerugian adalah imbalan yang diterima oleh pemegang hak
atas tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk yang ada di atasnya, yang telah dilepaskan atau diserahkan Oloan Sitorus dan Carolina Sitepu dalam SKH
Sinar Indonesia Baru, 5 November 1994. Perlu ditegaskan bahwa dalam ganti kerugian tidak boleh ada keinginan untuk menekan kepentingan pihak lain.
Sedangkan Pasal 1 butir 7 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merumuskan ganti rugi sebagai pengganti atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman danatau benda-benda
lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.”
16
Syafruddin Kalo, Loc.cit., Hal. 86.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
22
cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar harga tanah yang sebenarnya, nilai jual bangunan dan nilai jual tanaman. Di samping itu, bentuk dan besarnya ganti
kerugian ditetapkan dalam musyawarah. Musyawarah dalam keppres tersebut diartikan sebagai proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling
menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa istilah ganti kerugian yang diberikan akan berkaitan dengan
pihak pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan dipergunakan untuk pembangunan. Dengan kata lain, ganti kerugian hanya diberikan kepada pihak
pemegang hak atas tanah.
F. Metode Penelitian