Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Ditentukan oleh Hukum

Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 94 diperkirakan berlangsung 10 hari hingga 2 minggu. Tim dari Dinas Kehutanan yang melakukan pengukuran, yakni Haryono, Douglas Hutabarat dan J. Damanik.

C. Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Ditentukan oleh Hukum

Tindakan PT. Kwala Gunung yang menterlantarkan tanah setelah mengadakan perikatan pembayaran ganti rugi dalam pelepasan tanah, sangat bertentangan dengan UUPA dan Peraturan Pemerintah tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998. Di dalam Pasal 10 ayat 1 UUPA dinyatakan bahwa “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasaan.” Dari Pasal 10 tersebut, PT. Kwala Gunung diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Namun kenyataannya di lapangan, PT. Kwala Gunung tidak mengerjakan atau mengusahakan tanah itu, sehingga dengan pemikiran bahwa daripada tanah tersebut dibiarkan begitu saja, maka masyarakat mengusahai lahan itu dengan menanam tanaman seperti ubi, sawit, dan yang lainnya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di dalam Pasal 15 UUPA juga jelas dinyatakan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan-hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomi lemah. Dengan Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 95 demikian, PT. Kwala Gunung sebagai badan hukum wajib memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya. Tanah yang dibiarkan terlantar atau tidak diusahai, semakin lama akan menjadi hilang kesuburannya. Oleh karena itu, masyarakat mengambil inisiatif mengolah lahan itu menjadi tanah pertanian. Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 15 UUPA di atas, dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan danatau denda setingggi-tingginya Rp. 10.000,-. Hal ini diatur di dalam Pasal 52 UUPA mengenai Ketentuan Pidana. Melihat pasal tersebut dan kenyataannya di lapangan, maka PT. Kwala Gunung dapat dikenakan Pasal 52 UUPA tersebut karena PT. Kwala Gunung telah melanggar ketentuan Pasal 15 UUPA. Selain itu, salah satu maksud dicantumkannya kewajiban memelihara dan menggunakan tanah secara baik seperti yang dicantumkan di dalam Pasal 15 UUPA Jo. Pasal 103 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 adalah karena tanah mempunyai fungsi sosial sesuai dengan Pasal 6 UUPA, sehingga di samping mempunyai ancaman sanksi pidana, kewajiban ini menjadi dasar untuk membatalkan keputusan pemberian hak atas tanah dan sertifikat hak atas tanah. Apabila memang benar bahwa PT. Kwala Gunung telah memperoleh Hak Guna Usaha berdasarkan data yang penulis peroleh dari Dinas Kehutanan, yaitu pada Daftar Nama-nama Perusahaan yang Memperoleh HGU Baru, meskipun pihak BPN Simalungun menyatakan bahwa Hak Guna Usaha PT. Kwala Gunung tidak ada atau Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 96 status PT. Kwala Gunung belum jelas, PT. Kwala Gunung yang menterlantarkan tanah dapat kehilangan HGU yang telah diperolehnya berdasarkan SK Gubernur Nomor 593.412727K1989, tanggal 27 September 1989 , dengan luas tanah 1.200 hektare. Di dalam Pasal 34 UUPA, salah satu penyebab hapusnya Hak Guna Usaha adalah karena tanah diterlantarkan. Dengan demikian, jelas bahwa PT. Kwala Gunung yang menterlantarkan tanah tersebut kehilangan HGU-nya. Kewajiban memelihara dan menggunakan tanah secara baik yang menjadi dasar untuk membatalkan keputusan pemberian Hak atas Tanah dan Sertifikat Hak atas Tanah seperti yang telah dijelaskan di atas, menjadi sulit dilaksanakan bila mengacu kepada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar karena untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar membutuhkan proses yang sangat panjang sejak identifikasi, penilaian hingga penetapan dan eksekusinya. Yang menjadi pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar adalah sebagai berikut : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, maka setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah wajib menggunakan tanahnya dengan melihara tanah, menambah kesuburannya, mencegah terjadi kerusakannya, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna serta bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat; Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 97 b. bahwa dalam kenyataannya masih terdapat bidang-bidang tanah yang dikuasai oleh perorangan, badan hukum atau instansi yang tidak digunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat tujuan haknya; c. bahwa sesuai ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria hak atas tanah hapus dengan sendirinya apabila tanahnya diterlantarkan; d. bahwa berhubung dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dengan Peraturan Pemerintah Di dalam Pasal 1 butir 5 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang dimaksud dengan tanah terlantar adalah tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah, tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah ini mengatur tanah terlantar yang dikuasai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 98 Dalam Pasal 3 tentang Kriteria Tanah Terlantar disebutkan bahwa tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar, apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik. Dalam Pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa Tanah Hak Guna Usaha tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat tujuan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila tanah itu tidak diusahakan sesuai dengan kriteria pengusahaan tanah pertanian yang baik, sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dan pada ayat 2 disebutkan bahwa jika hanya sebagian dari bidang tanah Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memenuhi kriteria tanah terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar. Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh bahwa lahan yang belum seluruhnya diusahai, banyak diklaim dan digarap masyarakat, sehingga tapal batas milik PT. Kwala Gunung tidak jelas lagi. Dengan demikian, yang dikatakan sebagai tanah terlantar, yaitu tanah yang masih belum diusahai oleh PT. Kwala Gunung. Pada Pasal 15 mengenai Tindakan terhadap Tanah Terlantar disebutkan sebagai berikut : 1 Tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikua sai oleh Negara. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 99 2 Kepada bekas pemegang hak atau pihak yang sudah memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang kemudian dinyatakan sebagai tanah terlantar diberikan ganti rugi sebesar harga perolehan yang berdasarkan bukti-bukti tertulis yang ada telah dibayar oleh yang bersangkutan untuk memperoleh hak atau dasar penguasaan atas tanah tersebut yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri. 3 Dalam hak pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tersebut telah mengeluarkan biaya untuk membuat prasarana fisik atau bangunan di atas tanah yang dinyatakan terlantar, maka jumlah yang telah dikeluarkan tersebut diperhatikan dalam penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 4 Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dibebankan pada pihak yang oleh Menteri ditetapkan sebagai pemegang hak yang baru atas tanah tersebut. Pemegang hak yang telah dinyatakan hak atas tanahnya terlantar, tetap akan diberikan ganti kerugian seperti yang tercantum pada Pasal 15 ayat 2 di atas. Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan tujuan pembatalan hak atas tanah karena melanggar kewajiban yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak sesuai dengan isi dan maksud dari prinsip yang ada dalam UUPA. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009 BAB IV PELAKSANAAN PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH OLEH YANG TELAH DIGANTI RUGI OLEH PT. KWALA GUNUNG

A. Risalah Umum Desa Mariah Hombang 1. Lokasi