Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
86
Helarius, Marice dan Barita untuk menutup lubang yang digali masyarakat FPNMH tersebut, yaitu sekitar pukul 16.00 WIB lalu terjadilah kekacauan antara warga
Mariah Hombang dan polisi, juga penyemprotan air cabe serta tidak ketinggalan
senjata tajam yang dipegang warga Mariah Hombang. Sambil kembali menegaskan bahwa jalan yang ditutup warga Mariah Hombang adalah jalan yang telah terbiasa
dilewati umum. Sementara itu, 17 terdakwa yang mendengarkan keterangan saksi-saksi
mengatakan bahwa keterangan dari ketiga saksi sebagian benar dan sebagian lagi
tidak benar karena menurut para terdakwa bahwa jalan yang ditutup warga Mariah
Hombang bukan jalan umum, tapi adalah jalan milik terdakwa Shakiel Gultom. Sidang yang dipimpin Lamsana Sipayung S.H., A. Irfir S.H., Mawar Nadeak S.H.,
Jaksa Penuntut Umum JPU, yaitu J.S. Malau S.H., dilanjutkan hingga minggu depan untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi yang lainnya.
B. Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Dilakukan Masyarakat
Mariah Hombang kepada PT. Kwala Gunung
Mengenai tanah yang menjadi sengketa antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung, Luksen Manik mengatakan, sebelumnya tanah tersebut
adalah tanah kerajaan yang diberikan kepada petani untuk digunakan sebagai tanah
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
87
pertanian.
34
Setelah gagal menanam pinus sebagai tanaman reboisasi, Dinas Kehutanan kemudian menjual tanah tersebut kepada PT. Kwala Gunung. Dinas Kehutanan
menjualnya secara diam-diam tanpa sepengetahuan masyarakat. Tanah areal inlijving itu hanya sebagian, yaitu seluas 100 Ha. Pada saat tolak cangkul, masyarakat
mengetahui bahwa Dinas Kehutanan telah menjual tanah itu kepada PT. Kwala Ada beberapa luas tanah yang diberikan kepada Dinas Kehutanan karena
pada waktu itu masyarakat merasa menguasai tanah tersebut. Muller Gultom menyatakan bahwa dulunya tanah itu adalah pemberian dari Raja Tanah Jawa pada
tahun 1926. Tanah tersebut tidak ada bukti kepemilikan. Dengan kata lain, tanah itu merupakan milik bersama. Kekuatan penuh ada pada pangulu. Pangulu pada saat itu
adalah Garabosi Gultom, yang kemudian digantikan oleh Pandua Gultom. Tanah yang diberikan tersebut sebagian diberikan kepada Dinas Kehutanan.
Dinas Kehutanan hanya bersifat meminjam kepada warga Dusun Parsaguan untuk tujuan reboisasi dan Dinas Kehutanan memberikan pago-pago kepada masyarakat
atas tanah tersebut. Dinas Kehutanan dan masyarakat membuat perjanjian tertulis yang menyatakan setuju. Masyarakat yang menyatakan setuju berasal dari Dusun
Parsaguan, Dusun Kode Cina, dan Dusun Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja. Lalu, Dinas Kehutanan menanam pinus, namun gagal.
34
Wawancara dengan Luksen Manik selaku Sekretaris Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
88
Gunung. Setelah masyarakat mengetahui bahwa tanah tersebut telah dijual kepada PT. Kwala Gunung, masyarakat tidak setuju tanah tersebut diberikan Dinas
Kehutanan kepada PT. Kwala Gunung. Ada paksaan kepada masyarakat untuk memberikan tanah mereka kepada PT. Kwala Gunung. Sebagaimana umpasa Batak
yang disampaikan oleh Djabanten Damanik berkata pada pertemuan di Gereja Pokan Baru, sebagai berikut : “Baris-Baris ni gajah di rurah pangaloan, molo mangido
Raja Dae so oloan. Molo so ni oloan, tubu hamagoan; molo ni oloan, ro ma pangolu- ngoluan.” Artinya, kalau raja yang meminta, rakyat harus memberinya; kalau rakyat
tidak mau menerima uang pago-pago ganti rugi, maka rakyat akan tetap kehilangan haknya atas tanah tersebut.
Ganti rugi yang diberikan oleh PT. Kwala Gunung tidak sesuai dan ada sebagian masyarakat yang tidak mendapat ganti rugi. Binahar Gultom mengaku tidak
menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun termasuk dari PT. Kwala Gunung, padahal dia telah menyerahkan tanahnya seluas ± 3 Ha kepada PT.
Kwala Gunung Lihat Lampiran Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Binahar Gultom.
Masyarakat menyetujui ganti rugi yang diberikan oleh PT. Kwala Gunung karena dipaksa dengan pernyataan bahwa hak mereka akan hangus. Muller gultom
mengatakan, penyerahan tanah tidak sah karena sebagian masyarakat tidak mendapat ganti rugi dengan cara pengelompokan oleh seseorang kepada PT. Kwala Gunung.
Masyarakat Parsaguan secara keseluruhan menandatangani persetujuankesepakatan
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
89
penyerahan tanah kepada Dinas Kehutanan, namun hanya sebagian masyarakat Parsaguan yang menandatangani bukti penyerahan tanah kepada PT. Kwala Gunung.
Dalam perkembangan selanjutnya, PT. Kwala Gunung tidak menguasai dan mengusahai tanah tersebut, sehingga masyarakat sekitar lokasi mengusahai tanah
tersebut. Ketika PT. Kwala Gunung melalui kuasanya, Timbul Jhonson Situmorang
berdasarkan Surat Penyerahan dan Kuasa di hadapan Notaris Nomor : 130L2003, tanggal 14 Agustus 2003, berniat menguasai dan mengusahai tanah tersebut,
masyarakat keberatan dan mengatakan kalau itu adalah tanah mereka dengan dalih kalau izin lokasi yang diberikan telah habis waktunya, sehingga PT. Kwala Gunung
tidak berhak lagi atas tanah tersebut. Penguasaan kembali oleh masyarakat karena tanah tersebut diterlantarkan oleh
PT. Kwala Gunung. Tindakan mereka telah dilakukan sejak terjadi perikatan ganti rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat. Masyarakat, khususnya para petani
yang berasal dari Dusun Parsaguan tetap mengusahai lahan tersebut karena PT. Kwala Gunung menterlantarakan tanah tersebut. Pak Samosir mengatakan, PT.
Kwala Gunung tidak melakukan pembersihan lahan.
35
35
Wawancara dengan Pak Samosir, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Awalnya, tanaman yang ditanam adalah jagung. PT. Kwala Gunung tidak memanfaaatkan lahan sampai
sekarang. Dengan kata lain, PT. Kwala Gunung telah lalai. Daripada tanah terlantar,
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
90
petani terus mengusahai lahan sampai sekarang. Masyarakat, khususnya dari Dusun Parsaguan seperti yang dikatakan oleh Muller Gultom menuntut kembali tanah
mereka karena masyarakat tidak mempunyai lahan lagi. Tindakan nyata yang dilakukan masyarakat untuk menuntut tanah mereka kembali, yaitu dengan
membentuk Forum Petani yang disebut dengan Forum Petani Nagori Mariah Hombang FPNMH.
Berdasarkan asal muasal sengketa tanah di Mariah Hombang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab II, tahun 1991-1993, lahan yang menjadi sengketa
tersebut diklaim PT. Kwala Gunung dengan membayar ganti rugi sebesar Rp. 500 ribu dan tolak cangkul. PT. Kwala Gunung mendapatkan tanah tersebut dengan cara
memaksa warga berdasarkan Izin Prinsip DPRD Simalungun dan Surat mantan Bupati Simalungun, Djabanten Damanik seluas 800 hektare. Meski tanah itu diklaim
milik PT. Kwala Gunung, tapi lahan tersebut tidak diusahai. Karena tidak produktif, akhirnya beberapa bagian lahan diambil alih petani lagi untuk ditanami ubi, sawit,
dan lainnya hingga saat ini. Namun ada informasi atau keterangan lain yang penulis peroleh bahwa lahan yang diklaim telah dikuasai oleh PT. Kwala Gunung hingga
sekarang tidak pernah dikelola oleh perusahaan tersebut. Pada tahun 1998, Tualam Gultom dan Daulak Gultom mulai mengusahai lahan
tersebut. Mereka berdua mengaku mendapat mandat dari PT. Kwala Gunung. Masyarakat yang merasa memiliki lahan tersebut marah dan terjadi pertempuran
antara Tualam Gultom dan Daulak Gultom melawan masyarakat. Yang pada
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
91
akhirnya, Daulak Gultom ditangkap dan divonis 2 tahun penjara oleh aparat penegak hukum.
Pada tahun 2005, terjadilah penjualbelian lahan tersebut seluas 687,5 Ha oleh oknum yang mengaku pemilik kuasa dari PT. Kwala Gunung, Timbul Jhonson
Situmorang kepada berbagai pihak. Di antara pembelinya adalah Barita Doloksaribu, pengusaha lokal, marga Pardede oknum BPN Simalungun dan Tualam Gultom, tuan
tanah yang sering menggunakan preman untuk menakuti-nakuti masyarakat. PT. Kwala Gunung melalui Tualam Gultom manakut-nakuti masyarakat agar masyarakat
tidak menuntut tanah itu lagi. Masyarakat melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tk. II Simalungun dalam bentuk audiensi
di bulan April 2006. Berdasarkan Berita Malam Metro TV yang ditayangkan pada Headline News
Sabtu, 24 Juni 2006, pukul 22:05, ratusan petani dari dua desa di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menduduk i lahan perkebunan milik PT. Kwala Gunung
secara paksa. Mereka mengaku pendudukan lahan tersebut atas perintah Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik. Menurut warga, lahan seluas 678,5 hektare itu
telah dicaplok PT. Kwala Gunung sejak tahun 1999. Penduduka n lahan ini berjalan mulus tanpa perlawanan, namun dengan
pengawalan aparat kepolisian Resort Simalungun berpakaian preman. Aksi ini ditandai dengan pemasangan puluhan papan tanda hak milik warga yang tergabung
dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang. Para petani juga menanam sejumlah
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
92
bibit pohon pisang. Pendudukan paksa lahan ini sebagai upaya terakhir para petani. Berbagai upaya yang mereka lakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Berulang
kali mereka telah berunjuk rasa menghadap Bupati dan DPRD Simalungun. Dinas Kehutanan Simalungun serta petugas dari Biphut Wilayah II Pematang
Siantar melakukan pengukuran ulang tapal batas lahan PT. Kwala Gunung di Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, yang selama
ini telah banyak digarap masyarakat tanpa alas hak yang sah. Pengukuran lahan dimaksud mendapat pengawalan dari aparat Kepolisian setelah mendapat arahan
langsung dari Kapolres Simalungun, AKBP Rudi Hartono di Polsek Tanah Jawa. Didampingi Kasatreskrim AKP Fadillah Zulkarnain, Kasat Intel AKP Robert
Simanjuntak, Kapolsek Tanah Jawa AKP B. Turnip, Kanit Resum Aiptu M. Simbolon, Timbul Jhonson Situmorang selaku Kuasa Penuh PT. Kwala Gunung,
Rudi Hartono menekankan agar aparatnya melakukan pendekatan persuasif dan menyadarkan masyarakat untuk tidak bertindak anarkis dalam menguasai lahan yang
bukan haknya dan semata-mata berlandaskan bergulirnya reformasi. Namun demikian, Kapolres juga menegaskan, selain sebagai pengayom masyarakat, pihaknya
memberi kepastian hukum bagi investor di daerah itu, seperti halnya kepada PT. Kwala Gunung yang akan membuka perkebunan sawit, namun mendapat hambatan
dari para penggarap. AKBP Rudi Hartono juga mengatakan bahwa Polres Simalungun berkomitmen untuk penegakan dan kepastian hukum demi adanya
jaminan keamanan bagi investor menanamkan modalnya di daerah ini.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
93
Sementara itu, Timbul Jhonson Situmorang selaku Kuasa Penuh PT. Kwala Gunung didampingi Humas Nazaruddin Hasibuan, Staf Jhon Parlindungan
Situmorang alias Kuong menyebutkan bahwa pada tahun 1991, PT. Kwala Gunung mengajukan Surat Permohonan memperoleh lahan inlijving Kehutanan seluas 212 ha
di sekitar lokasi yang ganti ruginya telah selesai dengan baik.
36
Namun, seiring perjalanan waktu, lahan yang belum seluruhnya diusahai, banyak diklaim dan digarap masyarakat, sehingga tapal batas milik PT. Kwala
Gunung tidak jelas lagi. Untuk itulah, pihaknya membuat pengaduan ke Polres Simalungun untuk menyelidiki siapa saja yang sudah menyerobot lahan PT. Kwala
Gunung untuk selanjutnya diproses hukum. Timbul mengatakan bahwa pengukuran Beliau juga
mengatakan bahwa semua masyarakat pemilik lahan di luar lahan inlijving telah menerima ganti rugi, hanya ilalang yang tidak diganti rugi perusahaan, sehingga tidak
ada masyarakat lagi yang mengklaim itu sebagai miliknya. Timbul menyatakan bahwa alas hak PT. Kwala Gunung sangat lengkap dan
disahkan seluruh instansi terkait. Lebih lanjut disebutkan bahwa berdasarkan Surat Bappeda Simalungun Nomor : 5222034Bppd.sim1993, Bupati Simalungun
mendukung pemanfaatan lahan produktif untuk peningkatan pendapatan daerah. Persetujuan juga diberi Gubsu pada masa itu dengan Surat Nomor 593.412087K
untuk lahan tersebut di atas.
36
http:hariansib.com20071025kapolres-beri-jaminan-kepastian-hukum-bagi-investor...............
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007.
USU Repository © 2009
94
diperkirakan berlangsung 10 hari hingga 2 minggu. Tim dari Dinas Kehutanan yang melakukan pengukuran, yakni Haryono, Douglas Hutabarat dan J. Damanik.
C. Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Ditentukan oleh Hukum