Hakekat Demokrasi dalam Islam

tidak sah, maka pemilihan menjadi sah” izda fasada alnashsh shahha al- ikhtiyar . 15 Artinya pemilihan Abu Bakar di Tsaqifah adalah sah menurut syari’at, klaim di luar itu harus ditolak. Polemik sunni- syi’i mengenai sistem kekuasaan telah menghabiskan energi umat selama berabad-abad, dan belum ada penyelesaian, karena masing- masing pihak membangun teori mereka berdasarkan kepentingan politik kekuasaan. Pembenaran al- Qur’ân terhadap pendirian mereka sebenarnya adalah uapaya penelikungan Kitab Suci ini untuk urusan duniawi. Karena al- Qur’ân tidak tegas-tegas memberi panduan untuk sistem politik, dan memang tidak perlu mengingat perubahan zaman, tetapi setidak-tidaknya prinsip syura dan doktrin “yang termulia di antara kamu di sisi Allah adalah kamu yang paling bertaqwa,” 16 Berdasarkan apa yang secara ringkas penulis sampaikan di atas, menurut penulis, tentang teori kekhilafahan dan yang terkait dengan itu, bagi umat yang datang kemudian terbuka pintu yang sangat lebar untuk berijtihad dalam semua lapangan, termasuk dalam teori politik. Karena al- Qur’ân telah memberikan prinsip syura dan posisi setara bagi manusia di depan Tuhan dan sejarah, maka bukanlah sebuah dosa untuk mengembangkan sistem demokrasi yang dikawal oleh wahyu dan nilai-nilai kenabian.

D. Hakekat Demokrasi dalam Islam

Mayoritas penduduk Timur Tengah adalah beragama Islam. Oleh karena itu, penting untuk dibahas keterkaitan antara demokrasi dan Islam. Menurut Esposito, dalam hubungan demokrasi dan Islam, terdapat tiga aliran. 15 Ibid., h. 244. 16 Al- Qur’ân s. al-Hujurat: 13. 1. Aliran pemikiran yang berpendapat, bahwa Islam di dalam dirinya demokratis tidak hanya prinsip Shura musyawarah, tapi juga karena konsep-konsep: ijtihad independent reasoning dan ijma’ consensuspermufakatan. 17 2. Aliran pemikiran yang menolak gagasan Islam dan demokrasi. Shaykh Fadlallah Nuri mengemukakan satu kunci gagasan demokrasi, persamaan semua warganegara adalah “imposible” dalam Islam. 18 . Sayyid Qutb menekankan bahwa sebuah negara Islam harus berlandaskan pada prinsip musyawarah sebagaimana tercantum dalam al Qur’ân. Ia percaya syariat sudah sangat lengkap sebagai suatu sistem moral dan hukum, sehingga tidak diperlukan legislasi lain. Sedang Shaykh Muhammad Mutawwali al- Sha’rawi mengatakan Islam tidak bisa dipadukan dengan demokrasi. Sementara Ali Benhajd menegaskan bahwa konsep demokrasi harus digantikan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang Islami. Para teoritisi politik Barat saja sudah mulai memandang demokrasi sebagai ”sebuah sistem yang cacat” a flawed system . 19 3. Aliran ketiga ini menyetujui prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam, tapi lain pihak mengakui perbedaan diantara keduanya. Menurut Maududi, dalam demokrasi sekuler Barat, pemerintahan dibentuk dan diubah dengan pelaksanaan pemilihan umum. 17 Hamid Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah: Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad Ke-20 Bandung: Pustaka, 1988, h. 201. 18 John Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? Menggugat Tesis Huntington, h. 436 19 Ibid. 25 BAB IV KONSEP POLITIK ISLAM DALAM TAFSIR FÎ ZHILÂL AL- QUR’ÂN Inti konsep pemikiran Sayyid Quthb tentang politik yang dapat disimpulkan dari kitab Tafsir Fi Zhilal al- Qur‟an, menurut A. Ilyas Ismail berupa gagasan tentang hakimiyyah, jahiliyyah dan tajhil, perjuangan Islam atau perang suci jihad, serta revolusi Islam tsaurat al-Islamiyyah 1 yang dijabarkan dalam metode konsep politik dalam al- Qur’ân mengenai kehidupan, kedaulatan Tuhan, tujuan negara, prinsip-prinsip pemerintahan, konsep kewarganegaraan, dan prinsip-prinsip kebijaksanaan negara.

A. Konsep al-Qur’ân Mengenai Kehidupan