dipahami bahwa tujuan kekuasaan dalam negara itu adalah untuk melaksanakan kebajikan, yaitu:
“Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan kekuasaan ? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun kebajikan kepada manusia.
”
Maka dalam pembahasan tujuan negara menurut al- Qur’ân, menurut
penafsiran Sayyid Quthb, memberikan keterangan bahwa dalam hal apapun negara tidak boleh melepaskan begitu saja dan harus ada campur tangan dari
Negara demi menjaga dan menjamin ketentraman dan kesejahteraan seluruh warga Negara di seluruh alam semesta ini.
D. Prinsip-prinsip Pemerintahan
Sistem pemerintahan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu monarki, demokrasi dan teokrasi.
33
Pada dasarnya, Islam sendiri tidak menentukan sistem manakah yang dianut, akan tetapi, Islam secara tegas menuntut sebuah negara
untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat. Ini sesuai dengan kaedah fiqh ةح صملاب طونم ةيعرلا ى ع امإا فرصت.
34
Jadi, bagi sebuah negara, untuk mencapai kemaslahatan yang terbaik baginya adalah monarki, maka sistem itulah yang
dianut. Jika yang terbaik adalah demokrasi, maka demokrasilah yang dianut. Dalam Islam arti ulil amri atau pemerintah itu banyak tafsirannya. Di
antaranya: 1.
Ulil amri diartikan dengan para ulama yang amilin, ulama yang kewibawaannya dihormati orang banyak.
2. Ulil amri yang diartikan dengan ahlul halli wal aqdi.
33
Dede Rosyada, dkk, Pendidikan Kewargaan Civic Education, h. 58.
34
Komunitas Kajian Ilmiyah Lirboyo 2005, Formulasi Nalar Fiqh Kediri: Purna Siswa III Aliyah, 2005, h. 75-87.
3. Ulil amri yang diartikan dengan orang-orang yang berkuasa di dalam sebuah
negeri atau sebuah negara. 4.
Ulil amri yang dimaksudkan dengan pemimpin-pemimpin jemaah Islam, dan lain-lain.
35
Di dalam pembahasan ini, pembahasan ulil amri yang penulis maksudkan ialah ulil amri yang diartikan dengan pemerintah yang berkuasa di dalam sebuah
negeri atau negara. Pemerintah atau orang yang berkuasa dan mengelola sebuah negara disebut ulil amri. Arti ulil amri ialah yang mempunyai perintah. Tetapi kita
selalu menyebutnya pemerintah. Pemerintah diistilahkan sebagai yang mempunyai perintah ulul amri karena mereka mempunyai kuasa untuk perintah
suruh rakyatnya baik untuk berbuat atau meninggalkan suatu perkara. Mereka juga memiliki sulton kekuasaan dan kekuatan baik berbentuk maknawiyah atau
lahiriah. Kekuasaan dan kekuatan maknawiyah itu seperti undang-undang,
peraturan dan akta. Sedangkan sulton lahiriah ialah polisi, tentara, hakim, pegawai pemerintahan dan sebagainya. Dengan kekuasaan dan kekuatan tersebut, ulil amri
akan dapat dan mampu memaksa rakyat agar patuh dan dapat menghukum rakyat yang ingkar terhadap perintah mereka.
Pemerintah dalam Islam disebut juga khalifah. Yakni khalifah Allah. Artinya, pengganti Allah atau wakil Allah di bumi. Mereka bertanggung jawab
terhadap rakyat untuk menjalankan kerja-kerja yang Allah perintahkan. Yakni berkhidmat kepada rakyat, memimpin, mendidik, mengajar, mengelola, mengurus,
menyelesaikan masalah rakyat, membangun kemajuan negara dan masyarakat.
35
Sjechul Hadi Permono, Islam dalam Lintas Sejarah dan Perpolitikan: Teori dan Praktek
Surabaya: Aulia, 2004, h. 38.
Allah menginginkan semua hamba-hambaNya dipimpin dan diurus dengan baik agar semuanya mendapat pelayanan dan hak-hak yang sepatutnya mereka dapat
dari Allah SWT di dunia ini. Untuk itu, segala harta benda dan khazanah perbendaharaan negara diserahkan ke dalam tangan mereka. Supaya dibagikan
dengan adil dan disediakan segala keperluan rakyat dan negara. Hingga negara berada dalam keadaan aman, makmur dan mendapat keampunan Allah.
36
Karena pemerintah adalah pengganti Allah dalam menjalankan keadilan di kalangan manusia, maka Allah SWT telah memerintahkan hamba-hambaNya agar
taat pada pemerintah sesudah ketaatan pada Allah dan Rasul. Inilah firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah Al Qur ’ân dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. QS. Al-Nisa4: 59.
”
Menurut Sayyid Quthb, ketaatan kepada ulil amri yang adil, yang benar- benar mewakili atau mengganti Allah mengurus bumi, adalah penting supaya
hukum-hukum Allah yang hendak dijalankan dalam negara dapat berjalan dengan baik. Dan kehidupan hamba-hambaNya dapat diurus dengan baik. Terhadap
rakyat yang memiliki watak keras kepala dan melawan perintah, pemerintah dibenarkan menghukum mereka untuk mengkawal kebaikan dalam masyarakat.
Dengan syarat kesalahan itu betul-betul kesalahan yang diiktiraf oleh syariat. Pemerintah tidak boleh membuat hukum dan undang-undang sendiri dengan tidak
36
Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, terj. M. Rasjidi Jakarta: Bulan Bintang, 1980, h. 174.
menghiraukan undang-undang dan hukum Allah. Jika didapati pemerintah tidak menghiraukan hukum Allah, maka akan jatuh kepada hukum baik fasiq, zalim
atau kafir.
37
FirmanNya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya ada petunjuk dan cahaya yang menerangi, yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-
orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara
Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-
ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Dan Kami telah
tetapkan terhadap mereka di dalamnya At Taurat bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,
dan luka luka pun ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak kisas nya, Maka melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. QS. Al-Maidah5: 44-45.
”
Kalau pemerintah sudah tidak taat dengan Allah, maka dalam keadaan itu rakyat tidak lagi wajib taat pada ulil amri dalam perkara yang bertentangan
dengan syariat. Rasulullah SAW bersabda bahwa Tiada ketaatan kepada seorang makhluk dalam hal mendurhakai Allah.
37
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal al- Qur‟an, Jilid 3, h.144.
Karena di tangan mereka ada kekuasaan, kekuatan dan kekayaan negara, maka para ulil amri itu bebas untuk melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan
atau kejahatan. Tergantung kepada beriman atau tidaknya mereka. Pemerintah yang beriman akan berjaya menjadi penguasa yang adil seperti yang Allah
perintahkan. Tapi pemerintah yang tidak beriman atau lemah imannya akan menyalahgunakan kuasa dan harta negara untuk kepentingan nafsu mereka.
Berdasarkkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Sayyid Quthb, pemerintah yang adil adalah pemerintahan yang dapat melayani
rakyatnya dengan baik, yang menjatuhkan hukuman dengan tepat dan meletakkan rakyat pada posisi yang tepat, sehingga rakyat mendapat hak dan keperluan yang
cukup, adalah pemerintah yang telah menunaikan amanah dan tanggung jawab dengan betul. Dan hal tesebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “Sehari
seorang raja yang bertindak adil, lebih besar pahalanya daripada seorang abid beribadah 60 tahun.
HR. Ahmad.
38
E. Konsep Kewarganegaraan