Prinsip-prinsip Pengaturan Kebijaksanaan Negara.

Mereka memiliki niat untuk bermusuhan dengan umat Islam. Orang itu walaupun belum berperang senjata, cuma perang saraf saja, tetapi tetap dianggap sebagai musuh Islam. Kalau mereka menyerang, negara wajib membalas serangan tersebut. Namun umat lslam sekali-kali tidak diajarkan untuk memulai serangan, sekalipun perbuatan musuh itu begitu jelas sekali. Tetapi apabila mereka menyerang, wajib dibalas atau dilawan dengan dua tujuan penting yaitu: menjaga harga diri agama, negara dan masyarakat dan menghindari fitnah agar kejahatan tidak berkepanjangan dan tidak menyebar kemana-mana. 65 Dalam peperangan, harta musuh boleh dirampas sebagai harta rampasan perang. Orang-orang tawanan perang dijadikan hamba sahaya. Kecuali kalau dia memeluk Islam, secara otomatis dia merdeka dan mendapat hak-hak warga negara seperti orang-orang Islam yang lain. Demikianlah pertimbangan pemikiran Sayyid Quthb dalam Fi Zhilâl al- Qur‟ân bahwa Islam memberi keselamatan dan naungan kepada manusia seluruh dunia. Mana ada penindasan dan kekejaman atau peperangan yang dicanangkan oleh Islam? Tertolaklah bahwa Islam agama peperangan dan kekejaman.

F. Prinsip-prinsip Pengaturan Kebijaksanaan Negara.

Menurut Mahmud al-Murakiby komponen-komponen pengatur kebijakan negara terdiri dari: 1. Kepala negara hâkim. Merupakan lembaga tinggi negara yang memiliki kebijakan-kebijakan politik internal dan eksternal. Hal ini telah dicontohkan oleh Khulafâ ar-Rasyidin. 65 Ibid., h. 341. 2. Jamâah ahl al-hal wa al-Aqd. Merupakan lembaga tertinggi dalam negara yang memiliki wewenang untuk mengangkat dan menurunkan kepala negara. Hal ini telah tercermin dalam sistem pengangkatan Khulafâ ar-Rasyidin. 3. Majlis al-Syûrâ. Merupakan lembaga perkumpulan wakil masyarakat yang telah dipilih dan dipercaya sebagai penyalur aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada kepala negara. 4. Dîwân al-Madzhâlim. Merupakan sebuah lembaga keamanan masyarakat. Jika hak-hak sebuah komunitas masyarakat terdzhalimi, maka dewan ini memiliki tanggungjawab perlindungan dan keamanan. Lembaga ini bertanggungjawab secara hukum kepada kepala negara. 5. Sulthah tanfîdziyah. Merupakan pemegang kebijakan politik, sosial dan ekonomi internal sebuah negara. Lembaga ini dipimpin oleh seorang perdana menteri Wazîr al-Wuzarât, Chief of Ministry yang membawahi beberapa menteri departemen. 6. Dîwân al-Hisbah li ad-Daulah. Lembaga ini berfungsi sebagai pengontrol debet-kredit keuangan negara yang digunakan oleh perangkat negara di atas. 66 Menurut Sayyid Quthb dalam Mukadimah bukunya Tafsir Fî Zhilâl al- Qur‟ân, tidak ada kebaikan dan kedamaian bagi bumi ini, tidak ada kesenangan bagi kemanusiaan, tidak ada ketenangan bagi manusia, tidak ada ketinggian, keberkahan dan kesucian dan tidak ada keharmonisan antara undang-undang alam dengan fitrah kehidupan melainkan dengan kembali kepada Allah. 67 Sesungguhnya berpedoman kepada manhaj Allah di dalam kitab-Nya itu bukanlah 66 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jakarta: UI Press, 2005, h. 104-105. 67 Sayyid Quthb dalam Mukadimah Tafsir Fi Zhilal al- Qur‟an, Jilid 1, h. 20-25. perkara sunnah, tat hawwu‟ atau boleh memilih, tetapi ia adalah iman. Kalau tidak mau, tidak ada iman bagi yang bersangkutan, sebagaimana firman Allah:                           Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. Qs. al- Ahzaab33: 36. Inilah gambaran yang benar yang ditimbulkan oleh al- Qur’ân di dalam jiwa ketika jiwa itu hidup dibawah naungan al- Qur’an, Fî Zhilâl al-Qur‟ân. Iman kepada Allah, beribadah kepada-Nya secara istiqomah dan memberlakukan syariat-Nya dimuka bumi, semuanya adalah melaksanakan sunnah-sunnah Allah, yaitu sunnah-sunnah yang aktif dan positip, yang bersumber dar i semua sunnah Kauniyah ” hukum alam ” yang kita lihat bekasnya yang nyata dengan indra dan pengalaman kita. Syariat Allah bagi manusia merupakan salah satu bagian dari undang- undang-Nya yang menyeluruh di alam semesta. Pelaksanaan syariat ini pasti memiliki dampak yang positip didalam menyerasikan perjalanan hidup manusia dengan perjalanan alam semesta. Syariat saling melengkapi dengan konsep Islam yang menyeluruh terhadap wujud yang besar dan eksistensi manusia, serta apa yang ditimbulkan oleh konsepsi ini, yaitu ketakwaan hati, kesucian perasaan, besarnya kemauan, akhlak yang luhur dan perilaku yang lurus. Tampak pula keharmonisan dan keserasian diantara sunnah-sunnah Allah, baik yang kita sebut hukum alam maupun nilai-nilai iman. Masing-masing adalah bagian dari sunnah Allah yang komplet terhadap alam wujud ini. Menurut Sayyid Quthb, konsep balad sebagaimana dimaksudkan dalam QS. Saba’: 15, mengandung cita-cita negara Islam, yaitu:                         Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda kekuasaan Tuhan di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. kepada mereka dikatakan: Makanlah olehmu dari rezki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Pengampun. Hal ini korelatif dengan keberadaan Madinah yang seringkali dianggap sebagai inti pertama negara Islam, meski dari luar lebih tampak sebagai sebuah negara kota polis. Tapi ibarat sebuah biji ia kemudian tumbuh dan berkembang menjadi pepohonan yang rindang lengkap dengan buah-buah siap dimakan. Dan ibarat mercusuar, cahayanya begitu menerangi alamkehidupan. 68 Menurut Quraish Sihab, tidak secara eksplisit al- Qur’ân memberikan perhatian seputar bentuk negara Islam kecuali sebatas spirit dan prinsip-prinsip dasar dalam bernegara mengelola kekuasaan seperti prinsip permusyawaratan QS. 42: 38 yang dilaksanakan dengan penuh amanah dan menjunjung tinggi rasa keadilan Qs 4: 58. Namun tidak berarti hal itu bisa dipahami adanya keterpisahandikotomi antara agama dengan negara. Sebab al- Qur’ân juga menegaskan bahwa fungsi ke-Rasul-an dan, penurunan kitab- kitab suci samawi adalah agar masing-masing nabi memberi putusan tentang perselisihan social- politik antar manusia Qs. 2; 213 disamping tentu sebagai pemimpin spiritual dengan otoritas tertinggi. Dan itu pula yang dijalani Nabi Dawud as ketika Allah resmi mengangkatnya sebagai khalifah, dengan kekuasaan mengelolah suatu 68 Sjechul Hadi Permono, Konsepsi Umum, Pemerintahan Islami Surabaya: Aulia, 2004, h. 17. wilayahbumi Qs ; 38Shod; 26. Penugasan mengelola suatu wilayah bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas, dapat dipahami sebagai tugas politis dan kekuasaan yg meniscayakan ikatan perjanjian dengan Allah ahd disatu pihak dan ikatan perjanjian dengan manusia dipihak lain baiat. 69 Nabi Muhammad SAW juga merupakan pemimpin dan negarawan, dengan Madinah sebagai pusat pemerintahannya. Aktivitas dan kesibukan pemerintahan saat itu ditandai dengan adanya; 1. Adminitrasi surat menyurat yang dikirim Nabi kepada para adikuasa dan dan raja-raja besar kala itu. Dari isi surat-suratnya terbaca jelas, bahwa Islam agama disamping berorientasi kedalam berupa pemantapan akidah, pembinaan sy ari’ah dan peningkatan ubudiyahakhlak, juga berorientasi keluar dan bersifat universal, dengan pengertian ingin menata seluruh dunia baca ; negara dengan landasan prinsip yang lebih manusiawi, berbudaya, dan berkeadilan. 2. Adanya ekspansi teritorial guna pengembangan dan perluasan daerah Islam. Karena Islam tidak dimaksudkan untuk kalangan penganut saja, maka kita melihat adanya perlindungan dan hak-hak khusus yang diberikan Islam untuk pemeluk agama lain yang tunduk dan mengikuti aturan pemerintahan Islam. Jika negara dan imperium sebelum Islam seperti Romawi dan Persi serta Cina dan India ekspansinya selalu menimbulkan dan menyisahkan luka kepedihan dan derita berkepanjangan karena selalu identik dengan pembodohan dan pelecehan harkat kemanusiaan juga sangat eksploitatif dalam menguras kekayaan alam yang dijajahnya serta dengan mengucilkan kaum pribuminya 69 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung:Mizan: 1996, h. 145. dari komunitas internacional. Maka tidak demikian dengan Islam. Ekspansi Islam justru benar-benar rahmat bagi alam, karena tidak saja mengilhami lahirnya negara-negara baru yang dapat diterima sejajar dan diakui secara internasional, juga mengubah setiap bagian dunia yang dikuasainya menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban. Dalam kontek ini sesungguhnya Islam satu-satunya ajaran yang merintis jalan ke suatu arah kehidupan yang mengglobal atas dasar moral dan keimanan kepada Allah sang Tuhan. Bukan globalisasi yang eksploitatif dan sarat kepentingan nafsu, sebagaimana yang terlihat saat ini. 70 Dari dua aktivitas pemerintahan diatas, tampaklah jelas betapa agama begitu dominan menjiwai semangat ke- tatanegara-an saat itu. Dan itu berlanjut hingga periode ke-kholifah-an sesudah nabi SAW dan pada sebagian era daulah- daulah Islamiyah yang pernah berjaya pada masanya. Sehingga dengan demikian, sistem pemerintahan Islam yang diterapkan saat itu memungkinkan terbangunnya tata dunia baru yang relatif agamis dan sangat memanjakan pemeluknya yang variatif. Para pemikir duniapun mengakui peran besar Islam yang begitu kooperatif dalam tata pergaulan global, bahkan kemajuan Eropa dan Barat saat inipun, sesungguhnya juga buah dari peradaban yang telah dibangun Islam dalam wujud negara agama. Dari sini dapat diambil suatu pengertian bahwa menurut Sayyid Quthb negara yang tidak mendasarkan kebijakan, peraturan dan perundangan- undangannya pada konsepsi dan prinsip-prinsip dasar yang Islami dapat dikategorikan sebagai Negara sekuler, meski secara subtansi nilai-nilai agama 70 A. Rahman Zainuddin, Sub Makalah Sejarah Pemikiran Islam, dari buku Reaktulisasi Islam Jakarta: UIN, 1998, h. 92. terejawetahkan di luar struktur negara, dan meskipun negara itu memenuhi kriteria disebut negara Islam karena kwantitas komunitasnya, seperti Indonesia. 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN