Pandangan Ulama Terhadap Praktek Dzikir Dengan Tarian Sufi sama’

berbaring, dapat dilakukan, para sufi sering melakukan zikir dengan berbagai cara, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang di riwayatkan oleh „Aisyah radiyallahuanha, yang mepraktikan zikir dalam keadaan apapun, dan para sufi mempraktekannya, selagi zikir itu bisa menghantarkan dirinya pada Tuhannya. 101 Segolongan kaum sufi ketika mereka mendapat kelazatan yang dirasakan pada waktu di dalam majlis zikir dan mereka menari-nari dengan sebab sesuatu rasa nikmat yang dirasakan pada waktu zikir yang timbul dalam hati-hati mereka ketika mengingati Allah. Pada prinsipnya kaum sufi melakukan seluruh praktek zikir bermuara kepada ke Hadirat Ilahi, Perbedaan terletak pada metode dan sikap dalam merefleksikan kebutuhan pengakomodasian keanekaragaman para murid dalam mempraktekan zikir.

B. Pandangan Ulama Terhadap Praktek Dzikir Dengan Tarian Sufi sama’

pro dan kontra Para ulama madzhab berbeda pendapat tantang pelaksanaan dalam praktik berzikir, ada yang melarang pada waktu berzikir dengan suara yang zahar, Imam Hasan Bishri yang dinukil dalam kitab Jami‟ al-Adab karya Ibn Qoyyim, Imam Bishri mengatakan bahwa pada waktu berzikir dengan mengeraskan suara adalah sesuatu perbuatan yang bid‟ah. 102 Yang menjadikan landasan hasan bishri adalah surat al-Araf ayat 205 101 http:www.haqqanirabbani.asiahome-id.htmlDiakses Pada Tanggal 15 Desember 2010 102 Ibn Qoyyim Azaujiyyah, Jami‟ al-Adabi, Baerut: Daar el-wafa, 2002, Juz. 2, h. 250                  Artinya : dan sebutlah nama Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai. QS. Al- „Araf: 205 Begitu pula dengan pendapat Imam Ahmad dan Imam Qois Ibn I‟bad dari pembesar Tabi‟in berkata bahwasanya boleh mengangkat suara ketika zikir dengan syarat pada waktu ta‟ziyah dan pada waktu menyembelih. 103 Selain dari itu semua berzikir dengan mengangkat suara adalah bid‟ah hukumnya. Pernah diceritakan dalam suatu riwayat dalam kitab Jami‟ al-Adab bahwa Abi Musa pernah berjalan bersama Rasul dan kami selalu mengangkat suara ketika bertakbir pada waktu adzan dan talbiyah, akan tetapi makruh mengangkat suara dalam zikir. 104 Tanggapan al-Ghazali tentang tarian sufi Disini penulis mencoba memaparkan pendapat al-Ghazali tentang praktik sufi berzikir dengan tarian sama‟, dalam kitab Ihya ulumuddin, al-Ghazali mencoba memberikan pemaparan tentang prakti sufi ini, diantara perbedaan pro 103 Ibid, h. 250 104 Ibid, h. 249 dan kontranya para ulama yang mempermasalahkan tentang praktik zikir dan hikmah yang terkandung dalam tarian sufi sama‟ tersebut. Al-Ghazali berpendapat bahwa sahnya seseorang yang sedang melakukan praktik zikir dengan tarian sama‟, al-Ghazali berpendapat bahwa sesungguhnya manausia akan menemukan satu rasa yang bisa menghanyutkan dengan di dahului dari kesepian apapun maka ketika orang tidak mampu untuk menafikan segala sesuatu dari Allah, maka dia tidak akan menemukan jati dirinya kepada Allah. 105 Adapun kesunyain itu bisa diperoleh karena keberadaan seorang hamba yang sudang menghilangkan sifat-sifat nasuhatnya, dan di dalam dirinya terdapat sifat-sifat Tuhan, maka apabila seorang hamba yang sudah terbebas dari sifat- sifat nasuhatnya maka dengan mudah dia menerima sifat-sifat Tuhan secara menyeluruh. 106 Dan barang siapa yang sudah bisa menghilangkan sifat-sifat nasuhatnya dan tidak memikirkan apapun kecuali selain Allah maka orang itu bisa menemukan jati dirinya kepada Allah. Maka hati itu bisa bersih dari segala sesuatu yang bisa mengotorkan hati dan hati itu bisa memantulkan sifat-sifat Tuhan. Maka tarian sufi itu adalah suatu mediasi zikir yang di lakukan oleh kaum sufi. 105 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya ulumuddin, Daar al-dayan, t.th, h. 153 106 Ibid, h. 153 Menurut Imam Hasyri seorang tidak akan mendapatkan kerendahan rasa tawajju‟ kepada Allah, dengan apa yang ia inginkan sehingga ada penggerak yang menggerakan apa yang dibutuhkan yang membangkitkan, orang itu akan menemukan kesunyian diri dengan Allah. Dengan cara mendengar sesuatu yang benar yang datang dari Allah, itu bisa menemukan jati diri seseorang. 107 Seperti halnya tarian sufi sama‟ sebuah zikir dengan menggunakan tarian yang diiringi dengan musik, para darwis mencoba hanyut dalam putaran dan nyanyian menggajak seseorang untuk lebih dekat lagi mendekatkan diri kepada Allah dengan menghilangkan sifat-sifat nasuhatnya. Sudah dijelaskan diatas bahwa tarian ini adalah sebuah tarian sakral, sebuah zikir yang dilakukan dengan tarian yang diiringi dengan musik. Dalam tradisi kaum sufi praktik-praktik zikir yang dilakukan, seperti zikir dengan menggunakan tarian yang diiringi dengan musik, dan praktik ini ada makna tersendiri, seperti halnya musik, dalam praktik sama‟ yang dilakukan para darwis dia hanyut dalam lautan Cinta-Nya yang ia rasakan dan melepas segala sesuatu yang bersifat dengan keduniaan dalam mendengar. Seperti halnya sesuai apa yang dikatakan oleh Imam Hasyri yang sudah dijelaskan tadi, yaitu seseorang yang mendapatkan jati diri yaitu salah satunya dengan mendengar. Senada dengan al-Ghazali tentang praaktik sama‟ zikir dengan menggunakan tarian dan mendengar musik, seorang sufi pada waktu melakukan sebuah gerakan tarian sufi, pada awalnya dia mendengarkan sebuah nyanyian 107 Ibid yang mana nyanyian tersebut bisa menggerakan seorang sufi untuk hanyut dalam sebuah zikir. bahwa sebenarnya mendengar sesuatu tidak menimbulkan apapun dalam hatinya, akan tetapi dapat menggerakan sesuatu dalam hatinya. 108 Dan barang siapa yang mahabbah kepada Allah dia akan menemukan kehendaknya dengan kehendak hatinya, tampa hati tersebut tidak terkontaminasi hati dengan selain Allah. Ditambahkan lagi oleh al-Ghazali bahwasanya siapa saja orang yang tidak bisa meniadakan sesuatu selain Allah dengan selalu menyatakan dirinya dengan kesaksian, dan bisa menghindari dari beberapa wujud-wujud selain Allah, maka orang itu tidak bisa mendengar yang mana dengan mendengar itu bisa menggerakan hati dan mendapatkan kesunyian diri kepada Allah. 109 Zikir yang diiringi dengan tarian itu adalah mencari dengar suara yang indah yang bisa dihiasi yang bisa di fahami hatinya manusia itu sendiri, dan tidak ada satu penjelasan apapun mengenai diatas, kecuali suatu kenikmatan yang dirasakan dengan panca indra pendengaran yang mengakibaatkan suatu pergeerakan berputar yang dilakukan kaum sufi pada waktu berzikir dengan tarian. 110 Dan juga kenikmatan hati itu bisa dirasakan dengan adanya iringan tarian dengan sama‟ sesungguhnya Allah SWT telah berfirman: 108 Ibid 109 Ibid 110 Abu hamid al-Ghazali, Mukhtashar Ihya ulumuddin, Baerut: Daar-el fikr, 1993, h. 116                           Artinya : segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengurus berbagai macam urusan yang mempunyai sayap, masing-masing ada yang dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS.al-Faathir: 1 Maka alim ulama menafsirkan ayat ini dengan suara yang bagus. 111 Al- Ghazali menambahkan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwasanya, mendengarkan musik sambil menari adalah hukumnya mubah, sebab kata beliau: “Para sahabat pernah melakukan sebuah tarian pada saat bahagia. Imam al- Ghazali menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah menari tatkala mendengarkan Rasulullah SAW bersabda: “Engkau tergolong kedalam golonganku, dan aku tergolong kedalam golonganmu ” Menurut al-Ghazali bahwa seseorang yang sedang melakukan tarian sufi sama‟, mereka hanyut dalam ektase zikir, dan mampu menggerakan sesuatu didalam hatinya yang mengakibatkan dia menjadi fana.

C. Sebab-sebab ikhtilaf