beerpuisi.
54
Sekalipu sama‟ dalam bentuk tarian berputar akan tetapi tarian ini
ialah tarian spiritual yang dijadikan sebagai mediasi zikir, oleh para pengikut Tarekat Maulawi yaitu zikir yang dibarengi dengan tarian yang diiringi oleh
instrument musik. Walupun telah banyak dimainkan oleh banyak tarekat sufi, akan tetapi Rûmi menjadikan cirri khas dasar dari Tarekatnya. Karena itu tarekat
Maulawi dikenal di Barat sebagai Para Darwis yang Berputar the Whirling Darvish. Bahasan tentang tarian yang dijadikan mediasi zikir dalam tradisi sufi
dalam perspekrif hukum Islam akan dijelaskan pada Bab IV.
C. Tarian Sufi
Mungkin tidak ada aspek yang paling kontroversial, dan sekaligus populer, dibanding praktik musik dan tarian, Musik dan tari tidak dianut secara
universal dikalangan kaum sufi, karena tarekat-tarekat seperti Naqsyabandiyyah dan Qodiriyyah tidak setuju dengan pertujukan meskipun ada pengecualian
dalam kedua kelompok tersebut.
55
Disini saya tidak membahas tentang musik akan tetapi lebik kepada praktik tarian yang digunakan sebagai media zikir. Kebanyakan tarekat modus
berdzikir kolektif yang diiringi oleh gerakan-gerakan jasmani. Tarekat Maulawiyah para darwis menari, menyebutnya sebagai
sama‟, konser spritual
54
Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed., Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, h.
337
55
Carl W. Ernst, Ajaran dan amaliah Tasawuf terj, Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003, cet, I, h. 231
karena ia merupakan sebuah upacara di mana tarian diiringi oleh esembel musik lengkap, instrumental dan ritme.
56
Musik itu sendiri dianggap sebagai salah satu zikir, ritual-ritual tarian yang dilakukan oleh kaum sufi dilakukan dalam sebuah atmosfir yang dipenuhi
dalam simbolisme kosmik.
57
Mereka para darwis pelaku yang melakukan tarian sufi, yang berputar seraya memutari atom-atom alam jagad raya semesta keseluruhan kosmos
merupakan manifestasi Tuhan, menurut I bn „Arabi, pada hakikatnya tidak ada
yang bereksistensi kecuali nama-nama-Nya.
58
Garis penalaran di sini sangatlah jelas. Dia mengatakan bahwa segala yang berasal dari Allah, segala sesuatu
memanifestasikan Allah, segala sesuatu menjadi tanda Allah, “Semuanya adalah Dia”.
Tarian itu sendiri yang diajarkan oleh Rûmi kepada murid-muridnya, dalam bentuk yang direalisasikan oleh Rûmi sendiri, yang mendapatkan makna
kekuatannya dari simbiolisme yang kaya lagi fasih pada saat yang sama ketika tindakannya berkonsentrasi dan memfokus pada daya-daya manusia.
59
Lalu para darwis berkumpul menempatkan diri mereka untuk menari dalam beberapa konsentris, seraya membentuk planet-planet dilangit, seorang
56
Ensiklopedi Tematis Spritual Islam terj, Bandung, Mizan, 2003, cet, II, h. 380
57
Carl W. Ernst, Ajaran dan amaliah Tasawuf terj, Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003, cet, I, h. 237
58
William C. Cittick, Tasawuf di mata kaum sufi tej, Bandung, Mizan, 2002, cet, I, h.
59
Ensiklopedi Tematis Spritual Islam terj, Bandung, Mizan, 2003, cet, II, h. 383
darwis yang tertua menempati posisi tengah dalam posisi lingkaran dimana ia mempresentasikan “kutb”, Dia berputaar perlahan-lahan di tempat, sementara
yang lainnya menyusun lingkaran sebuah mahkota berputar pada saaat beerbarangan berkeliling di orbit-orbit di mana mereka ditempatkan.
60
Setelah menjadi seperti persilangan yang berputar, dia bergerak perlahan kepalanya agak ditundukkan, kedua bahunya tegak rata. Mantel putihnya yang
tergulung bagaikan lingkarana mahkota bunga, menjadi citra kesempurnaan „ardh alam semesta yang dirasuki Kearifan Ilahi al-hikmah. Poros vertikal
dari tubuhnya yang diperpanjang oleh torbus yang tinggi merupakan tanda keagungan thul yang baru dapat ditembus oleh seorang salik yang mencoba
untuk fana di dalam diri Yang Mahakuasa al-qudrah. Dengan menirukan di atas bumi gerakan bintang-bintang yang dengan
sendirinya merupakan lambang dan kekuatan hierarki malaikat, para darwis itu sadar akan keikutsertaannya dalam keselarasan dalam keselarasan universal dan
memberi dorongan untuk membuat apa yang berlaku di langit berlaku juga dibawah sini, dengan membiarkan dirinya hanyut dalam ritme keselarasan langit
dia menjadi alat dengan melaluinya Cinta Ilahi dapat berkomunikasi dengan penderitaan mahluk akibat perpisahan dan ilusi kosmik.
61
Melalui rotasi ini, Dia menegaskan kehadiran unik dari Allah di segenap penjuru angkasa. Allah SWT berfirman:
60
Ibid, h. 380
61
Ibid, h. 381
Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
rahmat-Nya lagi Maha mengetahui.QS. Al-Baqarah: 115
1. Makna Filosofis Tarian Sufi
Para darwis istilah peserta tari sufi yang dilakukan para pengikut tarekat Maulawiyah, sebelum melakukan sebuah Tarian para darwis masuk dengan
memakai topi lakan berbentuk krucut yang berasal dari asia Tengah, topi lakan yang juga melambangkan batu nisan, selain jubah hitam yang dilepas ketika
menari untuk memperlihatkan baju dalam berwarna putih. Filosofis dari cara berpakian itu melambangkan kematian dan kebangkitan kembali setelah mati.
Pada sesi ini darwis bersenandung : Busana pusuranku, topi batu nisanku...
Mengapa sosok mayat tidak mau menari di dunia ini Ketika suara trompet kematian
Membangkitkannya untuk menari ?
62
Pada awal zikir ritmik ini, seluruh peserta berdiri berjejer dan berpegangan tangan, seraya membentuk satu atau atau lebih lengkaran konsentris
atau dalam baris yang saling berhadapan.
63
Pada bagian tengahnya berdiri seorang syekh atau asistenya, penataan ini merupan simbolisme lingkarana atau
barisan malaikat yang mengelilingi Singgasana Ilahi.
62
Ensiklopedi Tematis Spritual Islam terj, Bandung, Mizan, 2003, cet, II, h. 382
63
Ibid h. 380
Para penari menyebutkan nama Ilahi secara serempak, seraya membungkukan badan dengan cepat dan penuh saat mengucapkan suku kata
kedua Lah. Ketika menarik nafas, mereka kembali berdiri tegak, lalu sambil berputar-putar para darwis sambil mempertahankan tangan kanan mengarah
kelangit, sementara tangan kiri mengarah ke bumi.
64
Makna filosofis dari gerakan tangan kanan ke atas menandakan menerima rahmat Allah, dan tangan kiri ke bawah menandakan memberikan rahmat yang
telah diterima kepada seluruh mahluk ciptaaan Allah. Gerakan-gerakan yang dilakukan bertempo lambat serta tetap, lama-kelamaan langkah kaki menjadi
semakin cepat mengikuti tempo musik. Tempo iramanya meningkat sedikit demi sedikit, dan gerakan tubuh
selalu dibarengi dengan dua tahap pernapasan. Tidak lama kemudian nama Allah tidak lagi terdengar dan hanya huruf terakhir “Ha”, yang masih terdengar yang
terucap oleh para darwis yang sedang berputar, dan dihembuskan kuat-kuat oleh seluruh dada. Setiap embusan nafas ini melambangkna hembusan terakhir
manusia, saat jiwa individu dipersatukan kembali dengan nafas kosmik yaitu kedalan ruh Illahi.
65
Dengan mengikuti gerakan dada, tubuh membungkuk dan tegag secara bergantian seakan-akan setiap saat ia ditarik ke langit dan dihempaskan kembali
ke bumi, kedua belah mata dipejamkan; wajah mengekspresikan gairah yang
64
Ibid, h. 381
65
Ensiklopedi Tematis Spritual Islam terj, Bandung, Mizan, 2003, cet, II, h. 380
getir. Orang yang menyaksikannya tidak perlu takut menyatakan bahwa, jika perlu pernafasan dalam zikir ini menimbulkan kegairahan dalam tatanan yang
lebih sensual. 2.
Tujuan Melakukan Tarian Sufi
Berbagai cara dilukan umtuk mencapai Sang Khalik, mereka para darwis mencoba melukan sebuah tarian yang mana maksud tujuannya untuk bisa
mencapai kondisi spritual. Ada banyak kondisi spritual yang dialami oleh para pencari Cinta Ilahi, tapi disini penulis mencoba memaparkan beberapa kondisi
spritual al-ahwal, secara garis besar. Kondisi spiritual yang pertama ialah kondisi Muraqabah, di mana kondisi
spritual hal, yang seperti ini kondisi yang sangat mulia. Allah SWT berfirman :
...
Artinya : Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu. QS. Al- ahzab: 52
Menurut bahasa, Muraqabah berarti mengamati tujuan. Sedangkan secara terminologi, berarti melestarikan pengamatan kepada Allah SWT. Dengan
hatinya sehingga manusia mengamati pekerjaan dan hukum-hukum-Nya, dan dengan penuh perasaan-Nya, Allah SWT. Melihat dirinya dalm gerak dan
diamnya.
66
66
Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar- Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, beirut, Daar al-
kotob al-Ilmiyah, 1426H, h. 224
Maka muraqabah bagi seorang hamba adalah pengetahuan dan keyakinannya, bahwa Allah SWT selalu Melihat apa yang ada dalam hati
nuraninya dan Maha Mengetahui. Maka dalam kondisi yang seperti ini seorang darwis terus meneliti dan mengoreksi bersitan-bersitan hati atau fikiran-fikiran
tercela yang hanya akan menyibukan hati sehingga lupa akan mengingat Tuhannya.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Abu Sulaiman ad-Daraini rahimahullah, “Barangsiapa ada sesuatu dalam hati yang bisa disembunyikan dari
penglihatan-Nya, sementara apa yang terbesit di dalam hati adalah Dia yang meletakkan di dalamnya. Maka apakah mungkin apa yang datang dari-Nya
tersembunyi dari pantau-Nya.
67
Orang-orang yang meraqabah dibedakan menjadi tiga tingkatan: Pertama sebagaiman yang dikatan oleh al-
Hasan bin Ali, “ bahwa dimana seseorang wajib menjaga rahasia-rahasia hati, sebab Dia Allah selalu melihat hati nurani. Dimana
tingkatan ini adalah tingkatan kondisi spritual para pemula dalam muraqabah.
68
Tingkatan yang kedua ialah sebagaimana yang diceritakan oleh Ahmad bin „Atha rahimahullah yang mengatakan, “sebaik-baik kalian ialah orang yang
selalu muraqabah kepada al-Haq dengan al-Haq dalam kefanaan apa yang selain
67
Di kutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h. 82
68
Ibid
al-Haq dan mengikuti Sang Nabi saw, dalam segala perbuatan, ahlak dan adab beliau.
69
Lalu adapun selanjutnya dalam tingkatan ketiga adalah tingkatan orang- orang besar. Mereka selalu bermuraqabah kepada Allah SWT, dan memohon
kepada-Nya agar Dia selalu menjaga hati dan selalu memelihara hati ini untuk selalu bermuraqbah.
70
Karena Allah telah mengistimewakan orang-orang pilihan- Nya dan orang-orang khusus dengan tidak menyerahkan mereka dalam kondisi
spritualnya kepada seorang pun, Sebab Dialah Yang menguasai dan melindungi segala urusan mereka. Allah SWT berfirman:
Artinya : Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al kitab Al Quran dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. QS. Al-
A‟raf Lalu seorang darwis dalam melakukan ritual tariannya untuk selalu
merasakan kedekatan Qurbah dirinya dengan Sang Kekasih. Dalam kondisi spritual seperti ini para darwis merasakan dengan mata
hatinya akan kedekatan Allah SWT dengannya. Sehingga ia akan melakukan pendekatan diri kepada-Nya dengan ketaatan-ketaatan dan seluruh perhatiannya
selalu terpusat dihadapan Allah dengan selalu mengingat-Nya dalam segala kondisinya, baik secara lahiriah maupun secara hati.
69
Ibid
70
Ibid
Qurb merupakan maqam kesempurnaan. al-Muqarrabun adalah hamba- hamba yang telah mencapai kedekatan seperti ini. Salah satu kebingungan
hayrah dalam perjalanan ini adalah bahwa dengan mempunyai pengetahuan tentang kejauhan
bu‟d-nya dari Allah, sang hamba sesungguhnya didekatkan qurb.
71
Orang-orang yang memiliki kondisi spritual qurbah dibedakan menjadi tiga kondisi
72
: Pertama diantara mereka ada yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan melakukan berbagai macam ketaatan sebab mereka tahu bahwa
Allah Maha mengetahui mereka, dekat dengan meereka dan kekuasaan-Nya di atas mereka.Kedua ada orang-orang yang sanggup mengaktualisasikannya secara
hakiki, sebaagimana yang diucapkan oleh Amir bin Abdul Qais, “Setiap kali saya melihat sesuatu tentu saya melihat Allah lebih dekat dengannya dari pada saya
sendiri.
73
Selanjutnya Syekh Junaid al- Baghdadi rahimahullah berkata, “Perlu
anda ketahui, bahwa Dia dekat dengan hati para hamba-Nya sesuai dengan kadar kedekatan hati para hamba dengan-Nya, maka lihatlah apa yang dekat dengan
hati anda. Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. QS. Qaf:16
71
Drs. Totok Juman toro, MA, dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Tasawuf, Amzah, Sinar Grafika Offset, 2005, cet.I, h. 185
72
Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h. 85
73
Ibid
Kedekatan seorang hamba Qurb hanya dapat terjadi melalui keimanan atas al-Haqq, kedekatan kepada al-Haqq terbuka bagi semua orang yang mampu
melalui ilmunya, kepada mukmin melalui rahmat dan berkah, dan kepada auliya dengan penyeleksian melalui keakraban.
74
Adapun tingkatan kondisi spritual ketiga ialah para tokoh dan orang- orang yang sanggup mencapai tingkatan puncak sebagaimana yang pernah
dikatakan oleh Abu Ya‟qub as-Susi, “Selagi seorang hamba masih berada dalam kedekatan, maka sebenarnya dia belum mencapai kedekatan, sehingga ia sirna
dari kedekatannya dengan Allah karena kedekatan Allah denganya. Maka ababila ia tidak melihat kedekatannya denagan Allah karena dekat-Nya dengan hamba,
maka pada saat itulah kedekatannya dengan Sang Hakiki. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka jawablah, bahwasanya aku adalah dekat. QS. Al-Baqarah: 186
Sementara ada seorang sufi yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya Allah SWT memiliki para hamba yang Dia dekatkan dengan sesuatu, dimana
dengan sesuatu itu Allah dekat dengannya. Seperti halnya dengan para darwis dengan melakukan tarian untuk lebih dekat lagi dengan Sang Khalik.
Kondisi spritual Mahabbah inilah yang dilakukan para darwis ketika menari, merasakan suatu kecintaan yang mendalam mahabbah, melakukan
74
Michael A. Sells, Terbakar Cinta Tuhan, Kajian Ekslusif Spiritual Islam Awal terj Bandung, Mizan, 2004, cet. I, h. 185
sebuah tarian karena kecintaannya kepada Sang Kekasih yang Maha kekal. Dalam kondisi ini para darwis merana karena kecintaannya yang begitu
mendalam kepada Sang Kekasih yang mengakibatkan dirinya mabuk dalam anggur Cinta-Nya.
Cinta Mahabbah adalah kondisi yang sangat mulia yang telah disaksikan Allah SWT. Melalui cinta itu bagi hamba, dan Dia memprmaklumkan
Cinta-Nya kepada hambanya pula. Dan karenanya Allah SWT, disifati sebagai Yang Mencintai hamba, dan si hamba disifati sebagai yang mencintai Allah
SWT.
75
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Adapun kondisi spritual Mahabbah banayak disebutkan dalam beberapa tempat dalam al-
Qur‟an.
76
Sementara itu sifat cinta ini adalah sebagaimana jawaban atas Dzun-Nun al-Mishri tatkala
ditanya, “Apa cinta yang murni dan tidak bernoda itu?”Ia menjawabnya, “Cinta kepada Allah yang murni tanpa setitik noda pun, ialah hilangnya rasa cinta dari
dalam hati dan anggota tubuhnya, sehingga di dalamnya tidak ada lagi rasa cinta, yang ada segala sesuatu hanyalah Allah dan untuk Allah dan inilah orang-orang
yang benar mencintai Allah yang Maha mutlak.
77
Allah SWT berfirman :
75
Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar- Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, beirut, Daar al-
kotob al-Ilmiyah, 1426H, h. 348
76
Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h. 87
77
Ibid,
…
Artinya :
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya. QS.Al-Maidah: 54 Melihat dari kondisi spiritual Mahabbah bagi seorang darwis ketika
mencapai tingkatan ini, ia melihat dengan kedua matanya terhadap nikmat yang Allah berikan kepadanya. Dan dengan hati nuraninya ia melihat kedekatan
Allah SWT denganya, segala perlindungan, pejagaan dan perhatian-Nya yang dilimpahkan kepadanya. Maka dengan keyakinan dan hakikat keimanannya ia
melihat perlindungan „inayah, petunjuk hidayah dan Cinta-Nya yang
dicurahkan kepadanya, dimana seluruhnya telah ditetapkan terlebih dahulu sejak zaman azali, karenanya ia mencintai Allah „Aza wa Jalla.
Orang-orang yang memiliki kondisi spiritual
Mahabbah ini sebagaimana telah disebutkan diatas para pencari cinta ilahi meraka
beranggapan bahwa cinta yang hakiki ialah menemukan Cinta Ilahi. Ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian sebagaiman Syekh Abu nashr as-Sarraj dalam
kitab al- Luma‟ yang mengatakan bahwa Ahwal Mahabah dibedakan menjadi
tiga bagian.
78
Pertama ialah orang yang memiliki kondisi spritual Mahabah yang dimiliki oleh orang awam. Dimana Mahabah ini lahir dari kasih sayang Allah
SWT, kepada mereka. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Nabi Saw yang bersabda:
78
Ibid
Artinya : Hati manusia diciptakan menurut kodratinya untuk mencaintai kepada orang yang berbuat baik kepadanya, dan membenci kepada
orang yang beerbuat jahat kepadanya. Kondisi spritual Mahabbah ini memerlukan syarat, sebagaimana yang
telah biasa kita saksikan jika seseorang mencintai pastilah ia akan selalu menyebut-nyebut namanya, seperti halnya para sufi ketika menapaki maqom
Mahabbah seketika ia rindu ingin selalu beerdekatan dengan Sang Kekasih yang Maha Kekal pastialah dia selalu menyebut-nyebut nama-Nya.
Yang kedua kondisi Mahabbah yang keluar dari dalam hati yang selalu melihat dalam Keagungan-Nya, Kebesaran-Nya, dan Kekuasaan-Nya. Dimana
Dia Mahakaya Yang tidak membutuhkan apapun, adapun kondisi spritual ini kondisi yang dimiliki oleh orang-orang jujur dan orang-orang yang sanggup
mengaktualisasikan kebenaran yang hakiki. Dan kondisi spritual Mahabbah yang ketiga ialah kondisi spritual
Mahabbah yang dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar jujur ash- shiddiqin dan orang-orang arif al-
„arifin. Dimana ia melihat, mengetahui dan menyaksikan keqadiman Cinta Allah yang tanpa sebab dan alasan apapun.
Maka demikian pula ia harus mencintai Allah tanpa sebab dan alasan apapun. Hal ini searti dengan sabda Nabi saw dalam sebuah Hadist Qudsinya :
... ,
79
79
Dikutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h.88
Artinya : ... sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadikan matanya yang ia gunakan untuk melihat, telinganya
yang ia gunakan untuk mendengar dan tangannya yang ia gunakan untuk menangkap memegang. HR. Bukhari dari Abu Hurairah,
Ahmad dari Aisyah dan ath-Thabrani dari Abu Umamah.
Selanjutnya para darwis mengalami kondisi spiritual takut Khauf, seketika para darwis merasakan kondisi qurbah ketakutan, sebab kondisi ini
menyebabkan munculnya rasa cinta Mahabbah dan takut Khauf. Ada diantara mereka yang rasa takut Khauf menguasai hatinya karena melihat
kedekatannya kepada Allah, tapi ada pula kedekatannya karena adanya rasa cinta yang mendalam kepada Allah.
Imam abul Qosim al-Qusyiry mengatakan bahwa rasa takut khauf adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan datang, sebab
seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna. Dan realita demikian hanya terjadi di masa depan. Takut kepada Allah, berarti
takut kepada hukum-huku-Nya.
80
Hal itu terjadi sesuai dengan pembenaran tashdiq, hakikat keyakinan dan rasa takut yang dibagikan oleh Allah dalam hati hamba-Nya. Kondisi
spiritual ini terjadi karena dibukakan bermacam-macam kegaiban.
81
Jika dalam kedakatan dengan Tuhannya, hatinya menyaksikan Kebesaran, Keagungan dan
Kekuasaa-Nya maka hal itu dapat menyebabkan ia takut, malu dan gemetar.
80
Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar- Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, beirut, Daar al-
kotob al-Ilmiyah, 1426H, h. 161
81
Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h. 91
Jika dalam kedekatan dengan Tuhannya, hatinya menyaksikan kelembutan Tuhannya, keqadiman Kasih Sayang-Nya, Kebaikan yang telah diberikan
kepadanya dan Cinta-Nya, maka hal ini akan mengakibatkan rasa cinta, kerinduan, kegelisahan, cinta yang membara dan bosan untuk tetap hidup. Ini
semua terjadi karena Ilmu, Kehendak, dan Kekuasaan-Nya. Itulah Kekuasaan Dzat Yang MahaAgung lagi Maha Mengetahui. Sebagaimana dalam Allah
SWT berfirman :
Artinya: dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga. QS. Ar-Rahman: 46
Selanjutnya kondisi spiritual yang dialami oleh para darwis disaat menari ialah kondisi
Raja‟ Harapan. Yaitu harapan tercurahkannya rahmat yang diberikan oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
…
Artinya : ... dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya QS: al- Isra: 57
Dalam kamus ilmu Tasawuf Raja‟ Harapan adalah mengharapkan
rahmat Allah SWT yang sesungguhnya selalu mengelilingi kita, tetapi jarang diperhatikan, selama pengasingan dan perpisahan
Bu‟d sang pecinta
merentangkan harapannya sedemikian rupa sehingga sang Kekasih akan tiba atau berbicara atau menghampiri atau hanya sekedar memandang.
82
Sebagian kaum sufi mengatakan, “Khauf dan raja‟ adalah dua sayap amal, dimana tidak akan bisa terbang kecuali dengannya.
83
Berharap pahala Allah dan keluasan rahmat-Nya adalah tingkatan seorang hamba murid yang
berkeinginan merambah “jalan” Allah. Dimana ia telah mendengar bahwa Allah menjanjikan pemberian dan anugrah, kemudian ia mengharapkannya. Ia
pun tahu bahwa Kemurahan hati, Kemuliaan dan Kedermawanan adalah termasuk diantara sifat-sifat Allah., sehingga hatinya senang dan merasa
optimis kepada Dzat Yang bisa diharapkan untuk mendapatkan kedermawanan dan Keutamaan-Nya.
Harapan Raja‟ suatu keterkaitan hati kepada sesuatu yang
diinginkannya terjadi di masa yang akan datang, sebagaimana halnya takut adalah berkaitan dengan apa yang terjadi di masa yang akan mendatang.
84
Orang yang berharap kepada Allah SWT. Adalah seorang hamba yang sanggup mengaktualisasikan harapannya kepada Allah secara hakiki. Maka ia
tidak berharap apa pun dari Allah selain berharap Allah. Sebagai mana doa kaum sufi yang dikutip dalam kitab al-
Luma‟ sebagai berikut :
82
Drs. Totok Juman toro, MA, dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Tasawuf, Amzah, Sinar Grafika Offset, 2005, cet.I, hal. 188
83
Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h. 91
84
Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar- Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, beirut, Daar al-
kotob al-Ilmiyah, 1426H, h. 167
, ,
, .
85
Artinya : Tuhanku Engkau Mahalembut kepada orang yang bermaksud kepada- Mu dalam keinginan-Nya, dan berharap kepada-Mu dalam segala
bencana yang menimpanya. Wahai Dzat yang menjadi ujung harapan orang-orang yang berharap. Berilah kami harapan sesuatu
yang menyenangkan dengan segera untuk menghantarkan kami kepada tempat-tempat untuk meneguk kesenangan ridha-Mu dan
menghantarkan kami untuk dekat dengan-Mu.
Selanjutnya para darwis merasakan rasa Syauq Kerinduan, karena dengan melakukan ritual tarian mereka meerasakan kerinduan yang begitu
mendalam kepada Sang Khaliq, kerinduan ingin bertemu dengan-Nya, dan ketika di akhirat nanti kerinduan ingin melihat Wajah-Nya. Syekh Abu Nasahr
as-sharraj mengatakan didalam kitabnya al- Luma‟ bahwa kondisi spritual
Syauq kerinduan adalah suatu kondisi spiritual yang sangat mulia. Sebagai mana yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw dalam doa‟nya:
.
86
Artinya : “Saya memohon kepada-Mu ya Allah nikmat menatap Wajah-Mu
yang Mulia dan rindu untuk bertemu dengan- Mu”. HR. An-Nasai
dan al- Hakim dari „Ammarah
Syauq kerinduan seorang hamba adalah kejenuhan untuk tetap tinggal di dunia, karena ia sangat rindu untuk bertemu dengan Sang Kekasih. Sebagian
kaum sufi ditanya tentang Syauq, lalu ia menjawab bahwa Syauq adalah suatu
85
Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al- luma‟ t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah, h. 92
86
Ibid, h. 94
kerinduan yang meluapnya rasa cinta dalam hatinya ketika Sang Kekasih disebut.
87
Seorang sufi yang rasa cinta yang telah memenuhi kalbu, maka mereka melanglang buana bersama Tuhannya, dan mereka bergegas untuk mencari
jalan-Nya karena rasa kerinduannya ingin bertemu dengan-Nya, karena mereka tidak ada lagi tempat berteduh dan mengaduk kecuali kepada-Nya. Maka
dengan kerinduan itu ia tidak lagi melihat pada kerinduan, Akhirnya ia menjadi orang yang merindukan sesuatu tempat kerinduan.
Seketika para darwis sedang merasakan kondisi kerinduan mangka muncullah rasa suaka cita Uns dari seorang darwis, karena disaat
kesendiriannya mereka lebih beersuka cita dengan Allah, dengan bersuka cita kepada Allah segala ketergantungan diri hanaya kepada-Nya, menaruh segala
keperccayaan hanya kepada-Nya, dan meminta bantuan hanya kepada-Nya. Uns bersuka cita dengan Allah bagi seorang hamba adalah tingkatan
paripurna kesuciannya dan kejernihan dzikirnya, sehingga ia merasa cemas dan gelisah dengan segala sesuatu yang bisa melupakan-Nya untuk mengingat
Allah, maka pada saat itulah ia sangat bersuka cita dengan Allah SWT. Ada diantara hamba yang merasakan suka cita di saat berdzikir kepada
Allah dan merasa gelisah disaat lalai, ada juga diantara mereka merasa senang dengan Allah dan gelisah terhadap bisikan-bisikan hati, pikiran, dan segala
87
Ibid
sesuatu selain Allah yang menghalangi dan melupakan-Nya untuk bermesrahan dengan-Nya.
Ada juga mereka yang sudah tidak lagi melihat suka cita karena disebkan adanya wibawa, kedekatan, kemulian, dan menngagungkan disertai
dengan suka cita. Sebagaimana yang disebutkan oleh orang- orang ma‟rifat,
“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba, dimana Dia wujudkan kewibawaan kepada mereka, sebagaimana Dia hilngkan rasa senang dengan
selain Tuhannya.
88
Seketika para darwis sedang merasakan kondisi spiritual uns suka cita muncul dalam dirinya rasa ketenangan
thuma‟ninah, dengan selalu berdekatan kepada Allah mereka merasakan ketenangan yang begitu mendalam, segala
urusan selalu diserahkan kepada Allah. Thuma‟ninah ketenangan suatu kondisi spiritual yang tinggi, jarang seorang hamba yang mencapai kondisi
spiritual seperti ini dalam ibadah maupun dalam kedekatannya kepada-Nya. Dimana seorang hamba yang sudah mencapai keetenangan dalam ibadahnya
merupakan kondisi spiritual yang kokoh akalnya, imannya kuat, ilmunya mendalam, dzikirnya jernih, dan hakikatnya tertancap kokoh. Sebagaimana
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Artinya : yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-
lah hati menjadi tenteram. QS. Ar- Ra‟d:28
88
Ibid, h. 96
Mereka yang merasa tentaram dan mantap dengan firman-Nya yang menyatakan “kebersamaan” maka ketenangan mereka bercampur dengan
penglihatan mereka pada penglihatan yang mereka lakukan. Sebab disaat mereka berdzikir mereka merasakan ketenangan dengan berdzikir kepada-Nya,
maka bagian yang mereka dapati dari zikir tersebut adalah dikabulkannya doa- doa mereka dengan diperluas rezekinya dan dihindarkan dari bencana, dengan
meyakini bahwa tidak ada yang sanggup menolak dan mencegah kecuali semua atas izin Allah Azza wa Jalla.
Pada saat para darwis merasakan ketenangan dalam jiwa dan hatinya timbulah rasa kehadiran hati Musyahadah dimana kondisi spiritul seperti ini
adalah suatu penyaksian segala sesuatu dengan pendangan yang penuh ibrah pelajaran, dan menatapnya dengan mata pikir, sebagai mana Allah SWT
berfirman :
Artinya : Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya. QS. Qaf. 37
Sementara oarang-orang yang bermusyahadah dibedakan menjadi tiga kondisi.
89
Pertama kelompok pemula yaitu mereka para murid “mereka yang melihat sesuatu dengan penuh Ibrah dan mata pikir. Lalu pada tingkatan kedua
89
Ibid, h. 100
yaitu kelompok menengah sebagai mana yang telah diisyaratkan oleh Abu Said al-Kharraz
yang mengatakan bahwa “Semua mahluk ada dalam Genggaman al- Haq dan menjadi milik-Nya, sehingga ketika menjadi Musyahadah antara Allah
dengan hamba-Nya maka tidak ada lagi yang tersisa dalam rahasia hati dan imajinasinya kecuali Allah SWT.
Lalu tingkatan yang ketiga tingkatan orang-orang Khas yaitu kelompok orang-orang arif yang hatinya menyaksikan Allah dengan kesaksian yang
menetapkan. Mereka menyaksikan Kemahaesaan al-Haq dalam hadir dan ghaib. Mereka menyaksikan Allah secara lahir dan batin.
Pada saat darwis menapaki kondisi Musyahadah dengan kesemangatan spiritual yang sangat tinggi yang mengakibatkan lahirnya kondisi spiritul
keyakinan sejati Yaqin, disinilah kondisi spiritual seorang darwis yang mana terungkapnya segala kerahasiaan.
Menurut para ahli tasawuf, yaqin adalah sesuatu pengetahuan yang terletak di dalam hati seseorang. Pada mulanya yakin itu dapat diperoleh
dengan perantara khabar dan penyelidikan, tetapi akhirnya ia menjelma di dalam hati menurut kadar iman. Menurut Abu Bakar al-Warraq berkata: yakin
terdiri dari tiga macam, yaitu Yaqin Khabar, Yaqin Dalalah, dan Yakin Musyahadah. Adapun yang dimaksud dengan yaqin kahabar ialah kepercayaan
hati dalam menerima suatu berita. Yaqin dalalah ialah pengetahuan yang
didapat dengan penyelidan akal. Dan yaqin musyahadah ialah pengetahuan yang dicapai dengan pelantaraan hidayah Allah SWT.
90
Dari yaqin bentuk pertama di atas, orang naik kepada kekayaan bentuk kedua, yakni yaqin dalalah, yakin dengan pelantaraan dalil. Keraguan orang di
tingkat kedua ini tidak akan hilang kalau tidak ada bukti-bukti yang nyata tentang sesuatu.
Keyakinan datang setelah adanya penyelidikan dan diperoleh bukti- bukti. Manusia di tingkat ini berbeda-beda keyakinannya terhadap sesuatu yang
kuat dan lmahnya dalil yang ditanggapi dan dihayati oleh akalnya. Bentuk ketiga dari keyakinan ialah yakin musyahadah, yakin yang diperoleh dengan
pelantaraan hidayah ilahi, sehingga mata hati terbuka lebar untuk memandang nur ilahi, yang tak sanggup dipandang oleh mata lahir.
91
90
Prof. DR. Yunasril Ali, MA, pilar-pilar tasawuf, Jakarta, Kalam mulia, 2005, cet. VI, h. 301
91
Ibid, h. 302
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG DZIKIR