kerusakan, kematian dan sebagainya hanyalah implikasi rasional dari sebuah perang, sehingga semuanya bisa dimaklumi, apa lagi kalau perang ini
merupakan perang demi kemanusiaan. Sebagian orang juga mungkin menolak anggapan bahwa war on terrorism ini adalah tindakan imperialistik, dengan
alasan bahwa intervensi dan penghancuran itu adalah demi menghilangkan terorisme.
Namun pernahkah mereka berfikir, apakah perang ini war on terrorism benar-benar demi kemanusiaan, keadilan dan kebebasan? Apakah
benar-benar ada perang demi keadilan, kebebasan dan kemanusiaan itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab dalam bagian berikutnya.
B. War on terror adalah Propaganda Realisme Ekonomi dan Politik
Dalam kampanyenya menuju kursi kepresidenan periode kemarin, Presiden Goerge W Bush menjabarkan pendekatannya terhadap kebijakan luar
negeri sebagai “realisme baru”
91
. Realisme adalah faham yang berusaha melihat pola dan etika hubungan antar bangsa seperti apa adanya. Faham ini
menekankan bahwa dalam hubungan antar bangsa itu tak ada kebajikan dan moralitas, satu-satunya hal yang ada adalah kepentingan.
Ada dua faktor utama yang selalu mendorong ke arah realisme yaitu dorongan self preservation dan self interest. Self preservation adalah dorongan
untuk selalu menyelamatkan diri, pola tindakan ini biasanya dilakukan oleh negara yang lemah supaya mereka tetap bertahan karena satu-satunya cara
bertahan bagi yang lemah hanyalah dengan menggabungkan diri dan berteman dengan
yang kuat. Dorongan kedua adalah dorongan self interest. Ini
91
G. John Ikenberry, “Ambisi imperial Amerika Serikat”, dalam Council on Foreign Policy, Amerika Serikat dan Dunia: Memperdebatkan Bentuk Baru Politik Internasional, h. 436.
mengandaikan bahwa setiap tindakan dimotivasi untuk melangsungkan kepentingan pribadi. Self interest ini umumnya akan terlihat dalam pola
tindakan negara yang kuat. Didasarkan pada dua dorongan utama ini, maka penganut aliran
realisme meyakini bahwa satu-satunya norma dalam hubungan internasional adalah norma kekuatan. Adil, baik, dan patut diukur berdasarkan kekuatan.
Hal itu pertama kali diungkapkan oleh Thucydides sejarawan Yunani Kuno dan sekaligus pendiri aliran realisme dalam bukunya The Peloponessian War.
Dalam buku itu Thucydides menceritakan kembali dialog yang berlangsung antara Melos dan utusan Athena yang ingin menjajah negerinya. Dari
percakapan itu terlihat bahwa satu-satunya motif Bangsa Athena untuk menjajah negeri Melos adalah karena mereka kuat. Kekuatan, bagi bangsa
Athena, adalah segala-galanya. Keadilan hanya ada jika ada dua negara yang sama kuat dalam kasus yang diungkapkan Thucydides adalah antara Athena
dan Sparta, jika tidak sama kuat maka sangatlah tidak relevan untuk berbicara masalah keadilan dan moralitas, karena seperti dalam hukum rimba, sangatlah
adil dan wajar jika yang kuat selalu menindas yang lemah sebagaimana harimau yang kuat selalu memangsa kijang yang lemah
92
. Itulah jawaban dari pertanyaan apakah perang AS adalah perang demi
kemanusiaan dan itulah jawaban dari apakah perang demi kemanusiaan itu benar-benar ada.
Berdasarkan paradigma realisme di atas, maka Penulis meyakini bahwa banyak motif kepentingan yang perlu ditelusuri di balik kebijakan war on
92
Thomas L Pangle dan Peter J. Ahrensdorf, Justice Among Nation; On the Moral Basis of Power and Peace Kansas: University Press of Kansas, 1999, p. 14-15.
terrorism tersebut. Rangkaian itulah yang kemudian menjadi justifikasi imperialisme terhadap kebijakan war on terrorism AS. Untuk itu perlu
dipaparkan apa motif di balik semua kebijakan luar negeri ini. Motif; Mempertahankan Dunia yang Uni Polar
Sejak berakhirnya perang dingin cold war dengan runtuhnya Uni Soviet tahun 1989, praktis dunia punya satu kutub kekuatan yang masih
bertahan hingga sekarang yaitu Amerika Serikat Serikat. Secara otomatis juga Amerika Serikat Serikat berjalan tanpa pesaing baik dalam bidang ekonomi,
teknologi maupun militer. Tidak adanya saingan bukanlah kondisi yang bagus bagi politik
internasional. Karena karakter dasar dunia tanpa pesaing unipolar adalah tidak ada check and balance terhadap kekuasaan, sehingga sang pemegang
kekuasaan bisa saja mengikuti imajinasi, dan bebas untuk bertindak sesukanya
93
. Tidak adanya penyeimbang kekuatan juga akan menimbulkan bahaya potensial bagi yang lain. Negara yang memiliki kekuatan besar bisa
saja –dan Amerika Serikat Serikat melakukan itu- menganggap dirinya berbuat atas nama kedamaian, keadilan dan stabilitas dunia, yang boleh jadi
bertentangan dengan pilihan dan kepentingan negara lain. Amerika Serikat Serikat tampaknya sangat menikmati posisi puncak ini.
Dengan kekuatan Uni polar, Amerika Serikat bisa melakukan konspirasi, intervensi dan penolakan tanpa harus mempertimbangkan peraturan
internasional. Dengan kekuatannya, Amerika Serikat bisa menentang pembentukan Criminal Court Peradilan Kriminal untuk mengadili tindak
93
Wawancara Harry Kreisler
dengan Kanneth Walt dengan tema “Conversations with
History” 10 Februari 2003 di UC. Berkeley, diakses dari httpen.wikipedia.orgwikiKenneth Waltz
kejahatan internasional. Amerika Serikat menentang pembentukan peradilan ini karena takut tentaranya diadili di situ. Amerika Serikat sebagai negara
penyumbang karbon terbesar di dunia yang berdampak pada pemanasan global, juga bisa menolak pelaksanaan Protocol Kyoto yang disepakati oleh negara-
negara lain sebagai solusi guna mengurangi dampak pemanasan global tersebut. Penolakan ini dilakukan Amerika Serikat semata untuk melindungi
kepentingan industri di negaranya. Bush membuat poin ini- menjaga dunia yang uni polar- sebagai bagian
terpenting kebijakan keamanan dalam pidato sambutannya di West point Juni 2002. Amerika Serikat memiliki dan berniat untuk terus menjaga kekuatan
militer yang melebihi “tantangan” yang ada, yang dengan demikian membuat perlombaan senjata yang meresahkan jadi tak berarti, membatasi persaingan
dagang dan mengejar perdamaian dengan cara-cara yang lain
94
. Semangat untuk mempertahankan posisi penguasa tunggal ini
sebetulnya sudah muncul pada masa pemerintahan Bush senior. Dalam sebuah pidato yang disusun oleh Asisten Menteri Pertahanan, Paul Wolfowits, dengan
runtuhnya Uni Soviet, tulisnya, Amerika Serikat Serikat harus bertindak untuk mencegah bangkitnya pesaing-pesaing yang seimbang di Eropa dan Asia
95
. Namun dekade 1990 itu membuat ambisi ini bisa diperdebatkan. Akan tetapi,
di tahun-tahun terakhir ini tujuan untuk mempertahankan kekuasaan unipolar tersebut menjadi sebuah tuntutan.
Saat ini sudah mulai muncul kekuatan-kekuatan baru seperti Uni Eropa, Jepang dan Cina serta negara-negara berpenduduk muslim seperti Iran dan
94
G. John Ikenberry, “Ambisi imperial Amerika Serikat”, dalam Council on Foreign Policy, Amerika Serikat dan Dunia: Memperdebatkan Bentuk Baru Politik Internasional, h. 440.
95
Ibid., h. 441.
Irak. Kemunculan negara-negara besar itu, mendesak dilakukannya penguatan negara demi mempertahankan kekuasaan yang uni polar. Eropa bukanlah
masalah besar bagi Amerika Serikat Serikat, karena mereka Amerika Serikat dan Eropa berasal dari rumpun yang sama dan memiliki kedekatan kultural
yang cukup lama. Lain hal Jepang dan Cina, meskipun memperlihatkan perkembangan ekonomi yang sangat cepat, namun belum bisa mengejar
kemajuan Amerika Serikat Serikat dalam 20 tahun ke depan. Irak dan Iran adalah dua negara penghasil minyak yang besar di dunia,
meskipun perkembangan ekonomi dan teknologinya masih di bawah dua saingan sebelumnya, kedua negara ini dianggap penting karena sangat dikenal
sebagai negara Anti-Amerika Serikat dan pro teroris. Kedua negara ini juga berpotensi menguasai wilayah timur tengah yang nota bene adalah sumber
minyak utama di dunia. Dengan menggunakan ise terorisme, Amerika Serikat Serikat akhirnya
memiliki justifikasi untuk menghilangkan calon-calon pesaing besarnya di masa mendatang, dan yang dijadikan sasaran pertama adalah Irak. Irak
memang memiliki kredit poin istimewa. Dengan menguasai Irak, Amerika Serikat sangat berpotensi menguasai dunia. Irak merupakan star poin yang
sangat vital, karena dengan menguasai Irak, maka negara yang bersangkutan akan mendapat keuntungan politik dan ekonomi yang luar biasa.
a. Keuntungan Politik.
Ada lima alasan yang dikemukakan oleh tiga penasehat senior Bush Cheney, Rumsfeld dan Wolfowitz untuk melakukan intervensi
militer ke Irak
96
• Membersihkan kekacauan yang ditinggalkan pemerintahan Bush pertama Tahun 1991. Pemerintahan tersebut membiarkan Saddam
Hussain mengkonsolidasikan kekuatan untuk membunuh orang-orang yang menentangnya
97
. • Untuk memperbaiki posisi strategis Israel dengan menyingkirkan
seluruh permusuhan militer. • Menciptakan sebuah demokrasi yang bisa menjadi teladan bagi negara
Arab. • Mengizinkan penarikan pasukan AS dari Arab Saudi setelah 12 tahun
dimana mereka dikerahkan untuk menghadapi militer Irak yang merupakan sumber ancaman anti Amerika Serikat.
• Menciptakan sumber minyak bagi pasar Amerika Serikat dan mengurangi ketergantungan akan pasokan minyak Arab Saudi yang
suatu saat nanti mengalami keterpurukan. Dengan dikuasainya Irak, maka Amerika Serikat Serikat mendapat
keuntungan politik sebagai berikut: • Bush junior berarti menuntaskan kerja Bush senior yang masih
tertunda. Perang ini akan mengakhiri permusuhan kedua negara
96
Richard A Clarke, Menggempur Semua Musuh; di Balik Perang Amerika Serikat Melawan Teroris, Against all enemies; inside America’s war n terror Penerjemah Tim Sinergi
Jakarta: Sinergi Publishing, 2004, h 259.
97
Setelah perang Irak-Iran berakhir, Bush senior berencana menaklukkan Irak, namun rencana ini dibatalkan karena akan memakan cost politik dan ekonomi yang besar, selain itu Irak
masih kuat karena sebelumnya banyak dibantu oleh Amerika Serikat baik dari aspek kemampuan inteligen, satelit, dana maupun senjata.
• Menjadikan Irak sebagai salah satu wilayah pengaruh berarti mencegah kebangkitan peradaban besar lainnya di Irak
98
. • Dengan hilangnya pemerintahan status quo Irak, berarti Amerika
Serikat telah menghilangkan “selsel” nya di masa lalu. Seperti yang ditulis di banyak artikel bahwa Afganistan dan Irak adalah “sel” yang
dibina oleh Amerika Serikat. Sadam Hussain contohnya, memulai karirnya sebagai penjahat politik yang digaji oleh CIA dari Tahun 1950
sampai Tahun 1960. Saddam Hussain diperintahkan untuk membunuh nama-nama kelompok kiri Irak yang diberikan oleh CIA
99
. Tahun 1980 Amerika Serikat Serikat juga menyediakan senjata, inteligen, data
satelit dan dana kepada Irak untuk menyerang Iran selama perang 8 tahun. Dengan menguasai wilayah-wilayah bekas binaan, Amerika
Serikat bisa mengontrol dan mengantisipasi gejolak-gejolak pemberontakan, sehingga Amerika Serikat akan menjadi lebih aman.
• Menaklukkan Irak juga akan membantu memperkuat posisi Israel di Timur Tengah. Oleh karena Irak merupakan salah satu negara yang
cukup keras menantang dan memberi perlawanan terhadap Israel. Keinginan Amerika Serikat untuk memanfaatkan isu terorisme
guna menyerang Irak sebetulnya sudah dicurigai oleh negara-negara Eropa yang memang menentang invansi Amerika Serikat Serikat ke Irak. Sekutu-
sekutu Amerika Serikat Serikat prihatin bahwa Amerika Serikat Serikat menggunakan kesempatan ini untuk menyerang Irak, sehingga sebuah
98
Irak merupakan tempat lahirnya dua era peradaban besar. Peradaban Mesopotamia di masa sebelum masehi dan peradaban Islam di era Dinasti Abbasiyyah. Irak menjadi kiblat
peradaban dan pengetahuan yang mengispirasi barat.
99
David Michael Green,
“
What Every American Should Know about Irak” pada mailto:dmgregressi veantidote. net.
kelompok yang terdiri dari kepala negara dari Uni Eropa menekankan kepada Amerika Serikat untuk melakukannya secara proporsional
100
Perang Amerika Serikat atas Irak ini dapat menjadi awal imperial over stretch. Selain asalan-alasan di atas, ada beberapa indikasi mengapa
tindakan Amerika Serikat Serikat tersebut dinilai sebagai serangan yang tidak pantas yang pada akhirnya dinilai sebagai sebuah upaya untuk
mempertahankan dunia yang uni polar adalah: • Kesalahan mengaitkan isu al-Qaida dengan Irak. Irak diperangi karena
alasan terorisme; bahwa al-Qaida memiliki hubungan yang dekat dengan Irak. Kalau dicermati, Sadam Hussain dan Usamah bin Laden –
meskipun sama-sama anti Amerika Serikat-- memiliki asas dan pemikiran yang sangat berbeda. Saddam Hussain adalah seorang
sosialis sekuler yang tidak terobsesi dengan pemerintahan Islam, sedangkan Usamah adalah pemimpin al-Qaida yang anti terhadap
Amerika Serikat Serikat, sekutu dan para pemimpin Islam yang dianggap kafir atau tidak Islami. Keduanya juga merupakan ideolog
yang kuat dan konsisten. Sehingga cukup mustahil jika kedua spektrum yang bertolak belakang ini bisa bekerjasama. Mantan Perdana Menteri
Inggris Tony Blair juga mengakui bahwa ia tidak mengetahi adanya bukti yang secara langsung menghubungkan al-Qaida dan Irak serta
aksi teroris di Inggris
101
. Hal ini turut dibenarkan oleh Louis Janowski, it is wrong to relate al-Qaida and Ba’at Irak, because both have
100
Stephen M Walt, “Menata Ulang Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Serikat” dalam Council on Foreign Policy, Amerika Serikat dan Dunia; Memperdebatkan Bentuk Baru
Politik Internasional, Penerjemah Yusi A. Pareanom dan Zaim Rofiqi Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 373.
101
Redaksi, “Blair lihat Hubungan al-Qaida dan Irak”, Kompas, 22 Januari 2003, h. 3.
different spectrum. It is wrong either to link Iran and Irak and North Korea
102
. Amerika Serikat menganggap bahwa Irak dan al-Qaida akan
bergabung dalam sebuah usaha menciptakan sebuah kekhalifahan di muka bumi
103
. Kalau pun asumsi Amerika Serikat itu benar adanya, lagi-lagi ini menunjukkan ketakutan Amerika Serikat Serikat akan
munculnya kekuatan baru di dunia. • Inkonsistensi tujuan. Semula disebutkan bahwa perang hanya untuk
melucuti senjata pemusnah masal kepunyaan Saddam Hussain. Bush lalu melangkah lebih jauh dan mengatakan tujuan perang adalah regime
change perubahan rezim. Setelah itu diungkapkan lagi tujuan yang amat ambisius, yaitu perang demi menanamkan demokrasi bukan hanya
di Irak tapi juga di seluruh Timur Tengah Jika memang betul tujuannya adalah melucuti senjata, apakah
perlu serangan militer? Apakah tidak cukup dengan pendekatan inspeksi? Dan kalau pun Irak memilki senjata itu, apakah ada bukti
bahwa senjata itu akan digunakan untuk menyerang Amerika Serikat Serikat dan sekutu? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat sulit
dijawab secara konkret. • Amerika Serikat tidak bisa membuktikan bahwa Irak memiliki senjata
pemusnah masal yang berbahaya bagi dunia. Laporan CIA Irak Survey Group Tahun 2003 menyimpulkan bahwa setelah ahli persenjataan
melakukan pencarian intensif selama berbulan-bulan di Irak, ternyata
102
Louis Janowski, “Neo-Imperialism and U.S. Foreign Policy” dalam Foreign Service Journal, p. 55.
103
National Security Council, Highlights of the Irak Strategy Review, January 2007, p. 1.
tidak ditemukan bukti adanya senjata pemusnah masal
104
Tanpa adanya bukti, Amerika Serikat tetap melakukan penyerangan dengan
mengabaikan hukum internasional. • Amerika Serikat Serikat lebih tertarik kepada isu Irak dari pada ise al-
Qaida. Ini membuktikan bahwa terorisme hanya dijadikan sebagai alat propaganda belaka seperti yang disinyalir Uni Eropa di atas. Kalau
memang kebijakan war on terrorism konsisten dengan latar belakang lahirnya kebijakan tersebut, maka seharusnya pemburuan kelompok
teroris selalu menjadi prioritas, karena kelompok teroris yang didaftar oleh Amerika Serikat Serikat bukan hanya al-Qaida, namun juga
Jamaah Islamiyah, Hamas, Hizbullah dan sebagainya. Benar lah apa yang dikatakan Kenneth Walt bahwa kekuatan uni
polar mengakibatkan tidak akan ada check and balance yang membuat negara tersebut bisa bekerja sesuai imajinasi dan prasangka belaka.
b. Keuntungan Ekonomi Invansi Amerika Serikat Serikat ke wilayah Irak memang sangat
menarik untuk ditelusuri. Irak merupakan negara yang strategis. Dengan menguasai Irak, selain mendapatkan keuntungan politik seperti disebutkan
di atas, juga akan mendatangkan keuntungan ekonomi yang besar bagi Amerika Serikat Serikat.
Irak merupakan negara sumber minyak terbesar kedua di dunia, dilaporkan terdapat sekitar 112, 5 milyar barel minyak mentah di Irak, atau
11 persen jumlah total minyal dunia. Namun banyak ahli menyakini bahwa
104
Myrna Ratna, “Bush, Irak dan Terorisme”, Kompas, 28 September 2003, h. 3.
Irak masih memiliki sumber minyak lain yang belum ditemukan yang bisa mencapai 250 milyar barel
105
. Ada tiga faktor yang membuat minyak Irak menjadi sangat
istimewa
106
: • Kualitas tinggi. Minyak Irak memiliki kualitas tinggi karena minyak Irak
memiliki unsur kimia yang menarik, mengandung karbon yang tinggi dan rendah sulfur serta berkilau yang sangat cocok untuk dikembangkan
menjadi produk bernilai tinggi. • Memiliki suplai yang sangat Banyak. Minyak Irak sangat berlimpah.
Tahun 2002 tercatat 112.5 milyar barel, atau sekitar 11 jumlah total minyak dunia. Sejak nasionalisasi industri Tahun 1972 minyak Irak
masih kurang tereksplorasi. Para pakar yakin bahwa Irak memiliki potensi sumber minyak di atas 200 milyar barel. Bahkan Departemen
Energi Amerika Serikat mengatakan bahwa Irak memiliki sumber minyak mencapai sekitar 400 milyar barel.
“Irak memiliki 112 milyar barel seperti yang telah dilaporkan, sebuah negara penghasil minyak terbesar di dunia
setelah Arab Saudi. Potensi minyak Irak mungkin lebih besar dari pada ini, sesungguhnya negara ini belum dieksplorasi dikarenakan
perang dan sanksi. Di daerah barat gurun misalnya terdapat sekitar 100 milyar barel yang belum dieksplorasi”
107
. • Sangat rendah biaya produksi sehingga mempertinggi keuntungan
minyak per barel. Departemen Energi Amerika Serikat Serikat menegaskan bahwa produksi minyak Irak minyak merupakan yang
105
James A. Paul, “Irak: the Struggle for Oil”, Global Policy Forum, August 2002 direvisi Desember, 2002
106
James A. Paul, “Oil in Irak: the heart of the Crisis”, Global Policy Forum, Desember, 2002.
107
http:www.eia.doe.govemeucabsIrak.html .
paling rendah di dunia, sehingga menjadikan daerah ini sebagai sumber yang sangat prospektif. Minyak Irak terdapat di tanah-tanah lapang yang
tidak membutuhkan penggalian sumur yang dalam, minyak Irak pun sangat mudah naik ke permukaan karena adanya dorongan oleh air yang
bercampur gas alam. Faktor di atas melatar belakangi ketertarikan para pemilik
perusahaan minyak untuk selalu berharap mendapatkan izin produksi di wilayah tersebut dengan harapan keuntungan ratusan milyar dolar AS.
Dalam 10-15 tahun lagi diperkirakan minyak Irak akan menjadi suplai energi paling penting. Sehingga para pakar industri mengatakan
bahwa tidak ada satu perusahaan minyak pun di dunia ini yang tidak tertarik kepada Irak
108
. Pertarungan negara-negara di masa lalu cukup menjadi pembenaran terhadap fenomena ini.
Ada lima perusahaan besar yang mendominasi industri minyak dunia Exxon Mobil AS, BP Amoco UK, Royal Dutch Shell UK, and
Chevron Texaco US. France’s TotalElfFina. Dua diantaranya berbasis di Amerika Serikat, dua lagi berbasis di Inggris dan satu di Perancis. Exxon
Mobil yang berbasis di Amerika Serikat merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia. Dengan demikian, Amerika Serikat secara otomatis berada
di peringkat pertama dalam urutan sektor perusahaan minyak, Inggris ke dua dan Perancis ketiga. Mengingat bahwa Amerika Serikat dan Inggris adalah
dua urutan pertama negara dengan perusahaan minyak terbesar, maka kita
108
James A. Paul, “Irak: the Struggle for Oil”, Global Policy Forum.
tidak bisa mengenyampingkan kemungkinan rasional antara kebijakan mereka dengan kepentingan perusahaan
109
. Perusahaan Amerika Serikat dan Inggris pernah menguasai tiga per-
empat produksi minyak Irak, namun karena ada nasionalisasi Tahun 1972, maka dominasi ini berakhir. Dengan momentum yang tersedia saat ini,
perusahaan Amerika Serikat dan Inggris kembali berhasrat untuk mendapatkan posisi lama yang mereka anggap sangat penting bagi masa
depan industri di negara masing-masing. Minyak merupakan sumber persoalan yang memicu perang Amerika Serikat terhadap Irak. Lebih dari
ratusan tahun, kekuatan-kekutan besar telah bertarung untuk mendapatkan sumber harta dan kekuasaan strategis ini. Perusahaan minyak terbesar di
dunia yang bermarkas di Amerika Serikat dan Inggris berusaha untuk mendapatkan kembali dominasinya di Irak setelah nasioalisasi tahun 1972.
We will review all these agreements, definitely, said Faisal Qaragholi to a Washington Post reporter in September. Quaragholi is
a petroleum engineer who directs the London office of the Iraki National Congress INC, an umbrella organization of opposition
groups that is backed by the United States. Our oil policies should be decided by a government in Irak elected by the people.
110
Perkiraan keuntungan dari minyak Irak Setelah perang Irak Tahun 2003, Amerika Serikat Serikat dan
Inggris mendapat akses istimewa terhadap sumber minyak Irak. Exxon, BP, Shell dan Chevron sekarang mendapatkan bagian di tempat yang paling
109
Ibid,.
110
James A. Paul, “Irak: the Struggle for Oil”, Global Policy Forum.
menguntungkan di dunia
111
. Berikut perkiraan keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan minyak Amerika Serikat dan Inggris
Table 3 Potensi dan Keuntangan Minyak Irak
“Oil reserves” merupakan perkiraan yang diberikan oleh para pakar industri dan yang dipublikasikan di Departemen Energi Amerika Serikat
Serikat. “Oil Rent Average” adalah keuntungan dari selisih harga produksi 1 dolar per barel dengan harga minyak di pasar internasional. “Recovery
Rate” adalah persentasi sumber minyak yang telah dibawa ke permukaan. “Rent Appropriated by Private Companies” merupakan perkiraan
banyaknya persentase keuntungan yang diperoleh perusahan minyak setelah dibagi dengan pihak pemerintah setempat.
Table dua menunjukkan empat variable untuk memperkirakan keuntungan bagi perusahaan minyak.
Table 4
112
Perkiraan Keuntungan
111
James A. Paul, “The Irak Oil Bonanza: Estimating Future Profits”, Global Policy Forum, Januari 2004.
112
Ibid,.
Analisis serupa menyebutkan, harga minyak memang sangat fluktuatif, sehingga pembicaraan mengenai harga minyak harus dimulai
dengan melihat rata-rata harga minyak dalam interval waktu yang cukup lama. Kita perkirakan saja harganya 25 dolar per barel meskipun saat ini
hampir mencapai 100 dolar per barel. Kita akan menaksir bahwa minyak Irak berjumlah 250 milyar barel
ini penghitungan minimal dan tingkat recovery sekitar 50. Dalam kondisi seperti itu minyak Irak akan bernilai 3,125 triliun dolar. Biaya
produksi diperkirakan 1,5 dolar per barel, total biaya produksi berarti 188 milyar. Dengan demikian masih tersisi 2,937 triliun dolar. Kalau
diperkirakan eksplorasi ini berjalan dalam 50 tahun. Setelah di bagi 50-50 dengan pemerintah, maka perusahaan minyak akan mendapat keuntungan
bersih sekitar 29 milyar dolar pertahun
113
. Sungguh merupakan pencapaian yang besar.
Analisis minyak percaya bahwa kontrol Amerika Serikat atas Pemerintah Irak akan menghasilkan kesepakatan privatisasi produksi.
Kesepakatan itu, akan disepakati dengan dalih bahwa hanya perusahaan- perusahaan ini yang akan mengembalikan kesejahteraan Irak pasca perang
guna mendapatkan obat-obatan, bahan pokok dan sebagainya. Biaya itu bisa
113
James A. Paul, “Oil in Irak: the Heart of the Crisis”, Global Policy Forum.
didapatkan dari bagi hasil privatisasi produksi minyak antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan luar.
Sebelumnya Irak berhasil memproduksi 8 juta barel minyak perhari, kalau minyak di Irak digarap oleh perusahaan internasional, maka rata-
ratanya akan naik secara drastis. Kalau hal ini memang terjadi, OPEC pun akan kesulitan bahkan melemah dengan keluarnya Irak yang selama ini
menjadi salah satu produsen kunci dalam sistem kuota OPEC. Fenomena itu selanjutnya akan menekan produsen besar minyak
lainnya seperti Kuwait, Iran, Arab Saudi dan Venezuela untuk men-de- nasionalisasi perusahaan minyaknya dan memberikan peluang kepada
perusahaan minyak Amerika Serikat dan Inggris untuk bekerja sama meningkatkan profit di daerah itu.
Di luar semua itu, dengan menguasai minyak Irak, maka semua negara yang bergantung pada minyak Irak akan berada dalam kontrol
Amerika Serikat Serikat. Sebuah negara seperti Jepang yang 60 persen kebutuhan minyaknya berasal dari Teluk Persia Irak akan dihadapkan pada
kenyataan bahwa pesaing utamanya dalam bidang ekonomi Amerika Serikat akan memegang kendali langsung atas pengiriman minyak yang
amat dibutuhkannya. AS sebagai kekuatan politik utama dunia saat ini tiba- tiba berpeluang menggunakan keperkasaan politik untuk mengontrol
ekonomi dunia. Selain media AS yang tampaknya tabu membicarakan hal ini,
banyak media di mancanegara percaya, invasi AS ke Irak bukan berkait senjata pemusnah massal, tetapi perang untuk memperoleh kendali atas
minyak. Fakta ini didukung oleh keterlibatan Australia di Irak yang memang hanya dilatar belakangi oleh keinginan mendapat daerah pemasok minyak
bumi tersebut. Menteri Pertahanan Australia Brendan Nelson – diketahui oleh John Howard, Perdana Menteri saat itu- mengakui bahwa menjamin
pasok minyak adalah alasan utama di belakang keberadaan pasukan
Australia di Irak. Dia mengatakan, menjaga keamanan sumber di Timur
Tengah adalah prioritas. Sudah jelas Timur Tengah sendiri, dan tidak hanya khusus
Irak namun seluruh kawasan, adalah pemasok energi yang penting, khususnya minyak, bagi seluruh dunia. Rakyat Australia dan kita
semua harus memikirkan apa yang akan terjadi jika pasukan ditarik lebih cepat dari Irak. Ini adalah kepentingan kita, kepentingan
dalam hal keamanan, untuk memastikan kita keluar dari Timur Tengah, dan khususnya dari Irak, dalam posisi yang aman”
114
Australia terlibat dalam invasi ke Irak pada tahun 2003, dan memiliki sekitar 1.500 personil angkatan bersenjata yang masih bertugas di
kawasan itu. Pemerintah negara Australia tidak memiliki rencana untuk menarik pasukan dalam waktu dekat pasca invansi Amerika Serikat. Dalam
komentar yang dia sampaikan kepada Australian Broadcasting Corporation ABC, dia mengakui bahwa pasok minyak mempengaruhi perencanaan
strategis Australia di kawasan tersebut
115
. Penguasaan atas Irak dengan demikian akan mengukuhkan posisi
Amerika Serikat Serikat sebagai penguasa tunggal dunia. Dengan menguasai Irak, secara otomatis akan melemahkan Jepang dan Eropa yang
sumber energinya berasal dari Irak.
114
BBC, “Australia Has Irak Oil Interest”, 5 Juli 2007. Lihat juga James Paul, “Confidential Document on Irak Oil Lobbying”, Global Policy Forum, 14 Juli 2006.
115
BBC, “Australia Has Irak Oil Interest”.
C. War on terror Membawa Tindakan-tindakan yang Tidak Proporsional