War on Terrorism Menyimpang dari Kriteria Kebijakan yang Ideal

kesepakatan yang menjaga sebuah dunia yang konsisten dengan kepentingan dan nilai-nilai Amerika Serikat Serikat 82 . Kebijakan baru Pemerintah Amerika Serikat Serikat di bawah pimpinan Presiden Goerge W. Bush ini seperti yang dibahas di bab III dengan berbagai sudut pandang bisa disebut sebagai tindakan imperial. Kesimpulan ini bisa dijelaskan melalui analisis berikut.

A. War on Terrorism Menyimpang dari Kriteria Kebijakan yang Ideal

Ada tiga kriteria ideal untuk sebuah kebijakan luar negeri. Tidak memenuhi ketiga kriteria ini akan melahirkan kebijakan yang tidak adil dan imperial 1. Limited goals. Memiliki tujuan yang jelas dan terbatas. Karakter kebijakan luar negeri Amerika Serikat Serikat sebelum tragedi WTC 2001 bisa disebut memenuhi kriteria limited goals ini, karena berpatokan pada gabungan kepentingan real politik dan idealisme moral 83 . Gabungan prinsip itu juga diwujudkan melalui isolasionisme serta menghindari penggunaan kekuatan militer. 2. Merepresentasikan kepentingan nasional. Setiap negara memang perlu memperhatikan kepentingan nasional di balik pengeluaran setiap kebijakan. Jika keterlibatan dalam sebuah isu atau pun aksi tidak berimplikasi positif terhadap kepentingan nasional, maka lebih baik tidak terlibat seutuhnya. Sebaliknya, sebuah negara akan menunjukkan progresivitas yang tinggi jika kebijakan yang dijalankan berkontribusi besar bagi kepentingan nasional. Kepentingan nasional yang dimaksud 82 Ibid., h. 438. 83 Louis Janowski, “Neo-Imperialism and U.S. Foreign Policy” dalam Foreign Service Journal, May 2004, p. 55. bisa dalam bentuk kepentingan politik --sebagai strategi mendapat self interest bagi negara kuat dan self preservation untuk negara lemah—atau kepentingan ekonomi 3. Mendapat dukungan internasional. Dukungan internasional merupakan kriteria terpenting, karena dengan adanya dukungan dari banyak pihak, maka apapun kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh sebuah negara tidak akan berdampak buruk bagi stabilitas internasional. Strategi baru Amerika Serikat Serikat jelas tidak memenuhi ketiga kriteria di atas. Untuk kategori limited goals misalnya, Amerika Serikat Serikat sesungguhnya tidak memiliki tujuan yang jelas dan konsisten dari awal memulai war on terrorism sampai detik ini. Tidak adanya tujuan yang jelas dan terbatas tersebut terlihat dari perubahan fokus yang sangat drastis dari isu terorisme al-Qaida kepada isu senjata pemusnah masal Irak. Padahal Irak tidak memiliki hubungan apa-apa dengan al-Qaida. Tidak hanya berhenti disitu, isu senjata pemusnah masal pun kemudian diganti lagi dengan isu perubahan rezim regime change dan selanjutnya dibumbuhi dengan isu yang lebih ambisius yaitu demokratisasi Irak dan Timur Tengah Selain absennya tujuan yang jelas dan terencana dari awal, Amerika Serikat Serikat juga tidak memiliki konsep serius terhadap upaya pembangunan wilayah-wilayah yang hancur pasca perang. Pembangunan kembali supra maupun infra struktur di negara-negara tersebut bukanlah persoalan mudah, apa lagi kalau dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Itulah mengapa, sampai saat ini Irak masih belum stabil baik dalam politik maupun keamanan. Realitas tersebut mengindikasikan kegagalan yang disadari oleh pihak Amerika Serikat Serikat. Ini jugalah yang menjadi alasan mengapa Amerika Serikat kemudian mulai memohon bantuan dari PBB dan negara lain untuk ikut serta membangun dan menstabilkan Irak. Fenomena ini turut memperlihatkan ambiguitas dan inkonsistensi sikap Amerika Serikat Serikat. Sedikit menoleh kebelakang, sesungguhnya invansi Amerika Serikat ke Irak dilakukan tanpa restu PBB dan negara-negara besar di Eropa. Amerika Serikat Serikat sama sekali tidak menggubris ajakan dan saran PBB maupun beberapa negara Eropa untuk tidak melakukan serangan militer. Namun, di saat Amerika Serikat mulai terdesak akibat dampak negatif invansi ini, di saat itulah negara Paman Syam ini menghargai eksistensi PBB dan negara lainnya tersebut 84 . Untuk kategori kepentingan nasional, tentu kebijakan war on terrorism memiliki dampak positif bagi Amerika Serikat, baik politik maupun ekonomi yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Namun, di sisi lain, intervensi Amerika Serikat Serikat ini akan membuat negara ini semakin rawan menjadi sasaran teror. Karena, pihak-pihak yang merasa terganggu dan tersakiti oleh perang Amerika Serikat akan berupaya memberi balasan serupa. Untuk kategori dukungan internasional, kebijakan luar negeri Amerika Serikat Serikat sangat kontroversial. Politik luar negeri Amerika Serikat Serikat beserta presidennya, George W. Bush, makin tidak dipercaya. Hal ini tercatat dalam opini publik tentang keterlibatan Amerika Serikat dalam beberapa konflik internasional 85 84 Redaksi, “Bush Panik; AS Bakal Lirik PBB”, Kompas, 18 Maret 2004, h. 10. 85 Steven Kull, Global Polling Data on Opinion of American Policies, Values And People Subcommittee on International Organizations, Human Rights, and Oversight of the Committee on Foreign Affairs House of Representatives, 2007, p. 4. Tabel 1 Opini Dunia terhadap Campur Tangan Amerika Serikat Data lain dari Survei internasional lembaga non partisan Pew Research Center juga menunjukkan bahwa dukungan terhadap Amerika Serikat makin turun sejak Tahun 2002. Itu terbukti dengan rendahnya dukungan publik atas invansi militer Amerika Serikat Serikat ke Irak dan Afghanistan serta kampanye war on terrorism yang terus didengungkan 86 . Tindakan tersebut justeru memperburuk citra Amerika Serikat di dunia internasional Hasil survei Pew Research menggambarkan fakta meluasnya perlawanan publik atas invasi Amerika Serikat ke Irak. Makin banyak orang - termasuk di Amerika Serikat sendiri- yang meminta pasukan Amerika Serikat ditarik dari Irak, Ghana, Nigeria, dan Kenya. Presiden Pew, Andrew Kohut 86 “Bahkan oleh Negara-Negara Sekutu” pada http:www.mcclatch ydc.comworld story17427. html. bahkan mengatakan bahwa berbagai pandangan buruk terhadap Amerika Serikat telah terakumulasi dari seluruh dunia, sehingga meningkatkan ketidaksetujuan atas kebijakan luar negerinya 87 . Kanada dan Meksiko juga tegas menolak untuk mendukung perang Amerika Serikat Serikat, sehingga membuat hubungan bilateral keduanya terganggu. Amerika Serikat juga tidak bisa meyakinkan negara-negara kecil yang merupakan anggota non-parlemen DK PBB seperti Anggola, Kamerun dan Guinea, meski mereka ditawari bantuan keuangan yang cukup signifikan 88 . Bahkan dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh sebuah stasiun televisi di Inggris tersimpulkan bahwa rakyat di sana lebih menganggap Bush sebagai ancaman terhadap dunia dari pada Saddam Hussain 89 Pada akhirnya, keterlibatan Amerika Serikat Serikat di sebuah wilayah bukan membawa kebaikan, namun makin memperumit konflik yang sudah ada. Inilah yang diopinikan oleh berbagai lapisan masyarakat di banyak negara 90 . Tabel 2 Pandangan Dunia terhadap Pengaruh Amerika Serikat 87 ibid 88 Bara Hasibuan, “Bush Menentang Dunia”, Kompas, 21 Maret 2003, h. 4. 89 Ibid., h. 4. 90 Steven kull, Global Polling Data on Opinion of American Policies, p. 1. Tanpa memenuhi kriteria di atas, maka kebijakan luar negeri Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Bush telah melenceng dari garis kepatutan. Inilah alasan mengapa muncul asumsi bahwa kebijakan war on terrorism AS adalah kebijakan yang imperial. Sebagaimana yang disebutkan pada BAB II, bahwa yang disebut sebagai imperialisme adalah sebuah usaha untuk mengubah status quo dan mendirikan tatanan baru. Maka Status quo dalam kasus ini adalah tatanan dunia yang mulai stabil di bawah kebijakan luar negeri Amerika Serikat Serikat yang bersifat isolasionisme dan diplomatik. Eksistensi Negara Irak dan Afganistan yang berdaulat juga merupakan status quo. Sedangkan perubahan status quo- nya adalah Amerika Serikat Serikat mengubah tatanan internasional yang sudah ada. Amerika Serikat juga menginvansi Irak dan Afganistan, menjadikan kedua negara ini sebagai wilayah pengaruh imperium, sehingga berimplikasi panjang pada perubahan hubungan antar negara timur-barat, Islam-barat dan negara maju-negara berkembang Selanjutnya muncul pertanyaan, bukan kah perang ini adalah perang demi keadilan, kebebasan dan hak asasi manusia? Sehingga cara apapun yang digunakan bisa dibenarkan? Sebagian orang mungkin mengira bahwa kerusakan, kematian dan sebagainya hanyalah implikasi rasional dari sebuah perang, sehingga semuanya bisa dimaklumi, apa lagi kalau perang ini merupakan perang demi kemanusiaan. Sebagian orang juga mungkin menolak anggapan bahwa war on terrorism ini adalah tindakan imperialistik, dengan alasan bahwa intervensi dan penghancuran itu adalah demi menghilangkan terorisme. Namun pernahkah mereka berfikir, apakah perang ini war on terrorism benar-benar demi kemanusiaan, keadilan dan kebebasan? Apakah benar-benar ada perang demi keadilan, kebebasan dan kemanusiaan itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab dalam bagian berikutnya.

B. War on terror adalah Propaganda Realisme Ekonomi dan Politik