Keberadaan kelompok teroris dan negara sponsor inilah yang membuat kampanye war on terrorism Amerika Serikat Serikat menjadi
sangat urgen dan ekspansif serta berpengaruh terhadap pola hubungan internasional. Kebijakan war on terrorism Amerika Serikat Serikat secara
sistematis dibagi ke dalam kebijakan jangka panjang dan kebijakan jangka pendek
B. Kebijakan Jangka Panjang War on terrorism
Isu terorisme telah mengubah kebijakan luar negeri Amerika Serikat Serikat secara radikal dari yang bersifat new-isolasionisme menjadi
intervensionisme
57
. Amerika Serikat Serikat biasanya merencanakan kebijakan jangka panjangnya untuk cakupan waktu 50 tahun sekali. Sesungguhnya pada
masa Pemerintahan Bill Clinton sampai masa Presiden Bush sebelum terjadi tragedi WTC, Amerika Serikat Serikat masih memiliki dua arah besar
kebijakan luar negeri. Pertama, pengimbangan kekuatan lawan deterrence. Kebijakan ini
dilatar belakangi oleh konflik dan persaingan Amerika Serikat Serikat dengan Uni Soviet. Amerika Serikat Serikat selalu berupaya mengimbangi kekuatan
militer Uni Soviet untuk menjadi penyeimbang bagi stabilitas dunia internasional. Kedua belah pihak tidak saling menyerang, namun sadar bahwa
mereka bermusuhan. Inilah mengapa masa itu disebut dengan parang dingin cold war. Strategi ini masih dipertahankan pada masa Pemerintahan Bill
57
Lihat Majid Tehranian, “The Center Cannot Hold: Terrorism and Global Change” dalam Uwe Johannen, et.all, 911: September 11 and Political Freedom Singapore: select
Publishing, 2003, p. 46. Lihat juga Louis Janowski, “Neo-Imperialism and U.S. Foreign Policy” dalam Foreign Service Journal, Mei, 2004, p. 55.
Clinton. Oleh karena itu, Clinton berusaha mengisolasi Amerika Serikat agar tidak terlibat langsung dalam konflik internasional.
Kedua adalah penyebaran liberalisme. Liberalisme secara umum adalah ideologi yang menegaskan komitmen pada kesetaraan, kebebasan,
individualitas dan rasionalitas
58
. Dalam perspektif ekonomi, Liberalisme berarti mendukung pasar bebas dan “kapitalisme”. Ekonomi memang
merupakan sasaran utama kebijakan Amerika Serikat Serikat, karena dengan menguasai perekonomian sebuah negara, berarti juga menguasai kekuatan
politik negara tersebut. Strategi ini diwujudkan oleh Amerika Serikat Serikat melalui pemberian berbagai bantuan kepada negara-negara berkembang
sebagai modal pengembangan ekonomi nasional mereka. Namun, bagi Amerika Serikat sendiri, bantuan itu akan menjadi modal dasar untuk
menanamkan pengaruhnya di negara tersebut. Namun bagi kebinet war on terrorism yang dibentuk oleh Presiden
Bush, pendekatan lama ini dianggap kurang memadai. Untuk itu diciptakanlah kebijakan baru dalam usaha memenangkan perang melawan terorisme.
Kebijakan ini bisa dibedakan menjadi kebijakan jangka panjang dan kebijakan jangka pendek.
Kebijakan jangka panjang yang diterapkan Amerika Serikat Serikat dalam usaha memenangkan perang melawan terorisme antara lain,
menyebarkan demokrasi, membangun fail state dan memperbaiki hubungan dengan negeri-negeri muslim.
1. Penyebaran Demokrasi yang Efektif
58
Richard Bellamy, “Liberalisme” dalam Roger Eatwell dan Anthony Wright, ed., Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer, Penerjemah R.M. Ali Yojyakarta: Jendela, 2004, h. 32.
Salah satu kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Amerika Serikat Serikat adalah menyebarkan isu kebebasan dan hak asasi manusia
melalui penerapan demokrasi yang efektif
59
. Di antara penanda utama sistem demokrasi ini adalah pengangkatan pemimpin melalui mekanisme
pemilihan umum dimana masyarakat memberikan suara kepada calon pemimpin yang disukai dengan berbagai pertimbangan. Proses ini tentunya
mencerminkan kebebasan individu sekaligus memberikan legitimasi yang kuat bagi seorang pemimpin.
Tapi demokrasi memang tidak hanya direpresentasikan melalui pemilihan umum semata. Demokrasi juga mesti menghargai dan membuka
kebebasan dasar manusia termasuk beragama, berfikir, berbicara, berorganisasi dan kebebasan pers. Secara otomatis –kalau kebebasan ini
dibuka-- pemerintah akan dipaksa untuk bertanggung jawab kepada rakyatnya dan berusaha memenuhi keinginan rakyat tersebut.
Demokrasi yang efektif juga secara otomatis akan menciptakan kedaulatan yang efektif dan menjamin keamanan di dalam teritorial negara,
menyelesaikan konflik secara damai, melindungi sistem peradilan yang independen, menghukum yang bersalah, dan memerangi tindak korupsi.
Demokrasi yang efektif juga akan membatasi kekuasaan pemerintah sehingga memungkinkan munculnya civil society. Dalam sebuah demokrasi
yang efektif, kebebasan tidaklah terbagi, kebebasan bukan menjadi milik sebagian orang atas sebagian yang lain.
59
Homeland Security Council, 911 Five Years Later: Successes and Challenges Washington: White House, September 2006, p. 5.
Semua yang digambarkan melalui penegakan demokrasi yang efektif ini merupakan anti-tesa dari ideologi yang dipegang oleh kelompok teroris.
Untuk melihat lebih jauh “perang ide” antara demokrasi dan ideologi kelompok teroris tersebut, Amerika Serikat Serikat menekankan beberapa
hal mengenai terorisme. Pertama, terorisme bukanlah produk dari kemiskinan. Banyak
pelaku aksi teror seperti tragedi 11 September 2001 ternyata bukan berasal dari kelompok ekonomi rendah
60
. Misal saja Usama bin Laden, ia adalah seorang milyarder asal Arab Saudi yang sampai sekarang memiliki asset
kekayaan yang cukup banyak
61
. Kedua, terorisme bukan semata lahir karena kebencian pihak lain
atas kebijakan Amerika Serikat Serikat kepada Irak
62
. Sesungguhnya Amerika Serikat Serikat sudah diserang sejak Tahun 2001 dan bahkan jauh
sebelum itu, sebelum Amerika Serikat Serikat meruntuhkan rezim Saddam Hussain.
Ketiga, terorisme bukanlah dampak dari isu pertikaian Israel - Palestina. Amerika Serikat menyebutkan bahwa serangan al-Qaida Tanggal
60
Homeland Security Council, Strategi
es for Winning the War on terror Washington: White House, 2003, p. 1.
61
Asumsi pemerintahan Amerika Serikat Serikat ini cukup berbeda dari keyakinan banyak pemikir sosial dan sejarawan di berbagai negara. Motif ekonomi bagi sebagian pemikir
sama kuatnya dengan motif politik maupun agama. Para eksekutor bom pada umumnya berasal dari keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah. Dan pelaku adalah tulang punggung keluarga
yang sangat mengharapkan kesejahteraan yang cukup bagi anak dan istrinya. Oleh sebab itu, tatkala datang tawaran untuk melakukan pem-bom-an dengan imbalan kesejahteraan bagi
keluarga, mereka menerima tawaran tersebut. Kemudian desakan ekonomi ini dibumbuhi semangat ideologis atau semangat keagamaan. Ini juga sekaligus menjadi penjelasan mengapa aksi
pem-bom-an banyak terjadi di negara-negara berkembang miskin.
62
Homeland Security Council, Strategi
es, p. 1.
11 September 2001 sesungguhnya telah dimulai dengan skala berbeda sejak Tahun 1990 yang nota bene adalah masa damai antara kedua belah pihak
63
. Keempat, terorisme bukanlah respon balik terhadap war on terrorism
ala Amerika Serikat Serikat. Al-Qaida telah menyerang Amerika Serikat Serikat jauh sebelum Amerika Serikat Serikat menyerang Irak dan al-
Qaida
64
. Selain keyakinan di atas, Amerika Serikat Serikat juga mengatakan bahwa mereka saat ini menghadapi kelompok teroris yang memiliki latar
belakang yang beragam mulai dari
65
: • Political alienation yaitu kelompok teroris yang muncul dari masyarakat
yang tidak memiliki suara dalam pemerintahan dan tidak memiliki cara yang terlegitimasi untuk mengubah hal tersebut. Dengan eksistensi
pemerintahan seperti ini, pemerintahan tersebut sangat mudah dimanipulasi oleh sekelompok orang dengan cara kekerasan dan
penghancuran. • Aksi balas dendam yang tidak bisa dilampiaskan kepada orang lain.
Dilema psikologis yang dirasakan oleh para teroris adalah bahwa mereka merasa tidak mendapat keadilan dari masa lalu. Trauma dari masa lalu
63
Asumsi ini memang ada benarnya bahwa tidak semata lahirnya terorisme karena isu Israel-Palestina. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa isu Israel-Palestina menjadi salah satu
motivasi yang membakar semangat perjuangan kelompok yang dianggap teroris. Lahirnya terorisme secara umum merupakan sebuah respon keras atas dominasi Amerika Serikat Serikat
yang secara struktural telah mengintervensi dan mendikte para pemimpin di negeri muslim. Intervensi ini kemudian mengakibatkan liberalisasi dan westernisasi di segala bidang dan akhirnya
menjadi cikal bakal rusaknya ekonomi, politik bahkan moral umat. Jika intervensi Amerika Serikat ini adalah bara-nya, maka keberpihakan Amerika Serikat kepada Israel adalah api-nya.
64
Hal ini tentu benar jika orang menganggap bahwa intervensi Amerika Serikat Serikat di wilayah muslim jauh sebelum deklarasi war on terrorism bukanlah sebuah tindakan yang bisa
dilabelkan dengan “kejahatan”. Namun jika orang menganggap bahwa intervensi Amerika Serikat di berbagai wilayah muslim sebagai kejahatan, maka sanggahan Amerika Serikat tentulah tak
beralasan.
65
Homeland Security Council, Strategi
es, p. 1.
inilah yang selalu menjadi retorika dan motivasi yang kuat untuk balas dendam dan teror.
• Kelompok masyarakat korban konspirasi dan informasi yang tidak benar. Kelompok teroris merekrut --secara lebih efektif dari-- populasi yang
perbendaharaan informasinya tentang dunia telah terkontaminasi atau terjerat oleh konspirasi
66
. Distorsi informasi ini menjaga kebencian mereka terhadap musuh sehingga menutup mata dari fakta yang
sebetulnya bisa mengubah sangkaan dan propaganda se pihak tersebut. • Adanya ideologi yang membenarkan pembunuhan. Inilah point terakhir
yang menakutkan bagi Amarika Serikat. Di saat sebuah aksi sudah dibenarkan oleh ideologi seperti agama, maka pelakunya tidak akan
merasa takut. Bahkan mati dalam misi adalah sebuah status istimewa yang pantas mendapat imbalan surga.
Mengalahkan terorisme dalam kurun waktu jangka panjang membutuhkan penyelesaian pada bidang-bidang tersebut di atas. Demokrasi
yang efektiflah satu-satunya cara untuk menyelesaikan setiap problem di atas, karena demokrasi adalah sebuah sistem yang mampu menghancurkan
kondisi-kondisi yang bisa dieksploitasi oleh kelompok teroris. Dengan demokrasi, maka:
• Problem alienasi bisa diatasi. Demokrasi menawarkan partisipasi serta kepemilikan di dalam masyarakat. Dengan adanya partisipasi dan
kepemilikan tersebut masyarakat bisa menciptakan masa depannya sendiri.
66
Ibid., p. 2.
• Untuk latar belakang dendam dan informasi yang salah, demokrasi menawarkan kebebasan berbicara, media yang independen dan
pertukaran ide yang bisa meng-ekspos dan mengkoreksi hal yang salah, serta anggapan-anggapan dan propaganda yang tidak jujur.
• Dalam kaitannya dengan ideologi yang membolehkan pembunuhan, maka demokrasi menawarkan penghargaan terhadap derajat manusia
yang membenci penyerangan terhadap warga yang tak bersalah. Demokrasi dengan demikian adalah anti tesis sikap tirani kelompok
teroris. Demokrasi didasarkan pada penguatan masyarakat sementara ideologi teroris berdasarkan perbudakan. Demokrasi mengangkat kebebasan
masyarakat, sementara teroris berusaha memaksakan satu kepercayaan yang sempit kepada semua orang. Demokrasi melihat seorang individu setara
harkat dan derajatnya dengan orang lain, individu memiliki nilai dasar yang bisa dikembangkan, mengatur diri sendiri dan melaksanakan haknya berupa
kebebasan berbicara dan berpendapat. Di lain pihak teroris hanya melihat seorang individu sebagai objek eksploitasi, bisa diatur dan ditekan.
Adapun langkah-langkah strategis yang dijalankan Amerika Serikat Serikat dan sekutu dalam menyebarkan demokrasi yang efektif adalah:
Pertama, mengoperasikan USAID lembaga bantuan Amerika Serikat Serikat di lebih dari 26 negara baik di Asia, Timur Tengah maupun Afrika
Utara dengan program-program yang inovatif yang menekankan pada perdagangan, pendidikan dan demokrasi. Kedua, Membentuk Millenium
Challenge Account yang diperuntukkan guna mempercepat reformasi global dengan cara memberikan bantuan-bantuan tambahan kepada negara-negara,
berinvestasi di negara tersebut dan mempromosikan ekonomi bebas. Ketiga, membentuk “Partnership for Progress and a Common Future”, untuk
mendukung reformasi politik, ekonomi dan sosial di Timur Tengah yang di prakarsai oleh negara G-8 Tahun 2004
67
. Demokrasi di sisi lain memang tidak kebal terhadap terorisme.
Demokrasi juga tidak melulu menjanjikan kesejahteraan. Dalam beberapa kondisi yang dianggap demokratis, kadang masih terdapat beberapa etnik
atau kelompok agama yang tidak bisa dan tidak mau memanfaatkan keuntungan dari kebebasan yang disediakan untuk masyarakat. Kelompok-
kelompok tersebut akan menjadi bibit alienasi yang bisa dieksploitasi oleh kelompok teroris.
Strategi melawan landasan ideologis kelompok teroris dan mencegah mereka agar tidak bisa merekrut di masa mendatang hanya bisa dilakukan
dengan betul betul menguatkan masyarakat yang berpotensi di eksploitasi oleh para teroris yang pada umumnya dikategorikan sebagai muslim
fundamentalis. Untuk itu pemerintah Amerika Serikat Serikat sangat mendukung gerakan reformasi yang akan menguatkan muslim yang
berorientasi pada kedamaian agar mereka kemudian berpartisipasi dan menafsirkan agamanya dengan lebih bijak. Amerika Serikat serikat juga
akan bekerja keras untuk menghancurkan tiang-tiang ideologi kelompok Islam ekstrem dan menggalang dukungan dari kelompok muslim yang anti
kekerasan di seluruh dunia.
67
Homeland Security Council, 911 Five Years Later, p. 5.
Kerja yang paling vital untuk mencapai tujuan itu tentunya akan berlangsung di dalam dunia Islam itu sendiri seperti Indonesia, Jordan,
Maroco dan lain-lain yang telah memulai usaha ke arah ini. Selain itu peran pemimpin agama juga sangat dibutuhkan untuk mengalahkan ideologi yang
jahat yang mengeksploitasi Islam untuk membenarkan tindak pembunuhan orang-orang tak bersalah.
2. Membangun Fail State Strategi jangka panjang kedua adalah membangun fail state. Fail
state atau negara gagal adalah sebutan bagi negara-negara yang dianggap telah kehilangan kedaulatan. Kehilangan kedaulatan ini bisa disebabkan
karena negara yang bersangkutan menjadi sarang atau pelindung kelompok teroris, atau bisa juga karena struktur dan rezim pemerintahannya yang
sangat otoriter. Afganistan dan Irak adalah contoh negara yang dikategorikan
sebagai fail state, karena Afganistan di satu sisi dianggap sebagai pelindung kelompok al-Qaida dan Irak di sisi lain, selain dipimpin oleh seorang
diktator, juga disinyalir memiliki senjata pemusnah masal yang berbahaya bagi dunia.
Pembangunan negara-negara gagal ini –dalam asumsi Amerika Serikat Serikat- menjadi poin yang cukup determinan, karena kalau negara
ini dibiarkan tetap eksis, maka tidak ada jaminan atas stabilitas dan keamanan nasional maupun internasional.
Kedua negara ini –serta negara-negara lain yang satu tipe- akan terus melahirkan “usamah-usamah” baru selama struktur negara dan kultur
masyarakatnya tidak diubah. Dengan latar belakang tersebut, maka tidak ada jalan lain untuk menghentikan aksi teror global ini selain meruntuhan
pemerintahan otoriter dan menggantinya dengan demokrasi yang efektif. Amerika Serikat Serikat menjadikan hal ini sebagai poin penting,
karena Amerika Serikat-lah yang nantinya menjadi sasaran utama pelampiasan dendam kelompok-kelompok ekstrem. Dengan demikian,
membantu penyelesaian konflik yang berlarut-larut di negara-negara gagal tersebut bukan hanya bagus untuk dunia secara umum, namun juga
membuat Amerika Serikat Serikat lebih aman
68
. Amerika Serikat meyakini bahwa dunia ini adalah sebuah struktur
yang memiliki hubungan ketergantungan. Ibaratkan sebuah jasad, apabila satu bagiannya terluka, maka bagian yang lain pun akan merasakan
sakitnya. Sehingga untuk menghilangkan sakit yang dirasakan semua anggota jasad, maka bagian yang terluka harus disembuhkan
69
Proses perbaikan fail state dimulai dengan meruntuhkan pemerintahan status quo Saddam Hussain di Irak dan Taliban di
Afganistan. Setelah ekspansi ini berhasil, maka dilakukan “reformasi” politik dan ekonomi serta kebudayaan secara radikal.
Reformasi di bidang politik dilakukan melalui demokratisasi di segala bidang serta mendukung pengangkatan pemimpin yang tunduk
kepada arahan Amerika Serikat Serikat. Di bidang ekonomi dilakukan
68
Stphen M. Walt. “Menata Ulang Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Serikat, dalam Council on Foreign Policy, Amerika Serikat dan Dunia; Memperdebatkan Bentuk Baru
Politik Internasional, Penerjemah Yusi A. Pareanom dan Zaim Rofiqi Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 375.
69
Lihat Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, h. 63.
melalui liberalisasi ekonomi, membuka pasar bebas termasuk mendatangkan “arsitek-arsitek” ekonomi dari Amerika Serikat khususnya untuk membidani
sejumlah sektor ekonomi
70
. Keseluruhan usaha ini secara otomatis berpengaruh terhadap prospek
serta kultur lokal. Masyarakat yang selama ini hidup dalam struktur sosial yang hierarkhis dan tertutup, saat diperkenalkan dengan ide masyarakat
bebas dan setara, tentu mengalami dilema tersendiri. Di satu sisi kondisi ini bisa mengentalkan budaya lama akibat desakan inferiority complex, namun
di sisi lain infiltrasi ini bisa mengubah budaya lokal menjadi budaya baru yang mengadopsi khazanah barat
3. Memperbaiki Hubungan dengan Negeri Muslim Strategi ketiga yang dijalankan Amerika Serikat Serikat adalah
memperbaiki hubungan dengan negara-negara muslim. Kebijakan ini diperlukan untuk menghilangkan anggapan bahwa Amerika Serikat
memerangi Islam. Dengan menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara-negara muslim, diharapkan bisa mengembalikan persepsi tentang
Amerika Serikat Serikat ke posisi netral dan humanis. Untuk mencapai target tersebut, Amerika Serikat Serikat tidak bisa
hanya mengandalkan pertemuan dengan pemerintahan Arab, ia juga harus memperbaiki citranya di mata publik luas. Untuk itu Amerika Serikat harus
menerapkan beberapa langkah konkret. Langkah konkret pertama adalah melakukan pendekatan yang tak se pihak lagi untuk konflik antara Israel dan
70
Lihat Homeland Security Council, Strategi
es, p. 6.
palestina
71
. Amerika Serikat Serikat antara lain harus menunjukkan bahwa para pemimpin Amerika Serikat Serikat mendorong pembentukan sebuah
negara Palestina dan menekankan bahwa pemerintahan Amerika Serikat melakukan banyak upaya agar negara se macam itu Palestina lahir. Untuk
menyelesaikan proses ini secara damai, Amerika Serikat harus menekan Israel untuk menghentikan penambahan wilayah dan mendorong untuk
memulai perundingan baru. Langkah kedua, penyesuaian pendirian Amerika Serikat Serikat di
Timur Tengah juga harus menyertakan sebuah pengkajian ulang tentang hubungan Amerika Serikat Serikat dengan pemerintahan-pemerintahan arab
tertentu
72
. Misalnya Arab Saudi, terlepas negara ini adalah negara non- demokratis dan terlepas dari dukungannya terhadap kelompok ekstrem
Islam, Amerika Serikat harus tetap menjaga hubungan baik dengan negara pemasok minyak tersebut. Amerika Serikat tidak berniat untuk mengubah
tatanan yang sudah ada, karena bisa jadi dengan perubahan itu, negara ini akan berbalik melawan Amerika Serikat.
Sikap Amerika Serikat ini memang sering dianggap membingungkan, di satu pihak, negara ini menentang otoritarianisme dan
memusuhi negara-negara –yang diduga—memberi dukungan baik dana maupun fasilitas kepada kelompok teroris. Namun, di sisi lain Amerika
Serikat tetap menjalin hubungan baik dengan negara-negara dalam kategori di atas. Disinilah terlihat realisme politik Amerika Serikat Serikat
71
Stephen M Walt, “Menata Ulang Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Serikat”, dalam Council on Foreign Policy, Amerika Serikat dan Dunia; Memperdebatkan Bentuk Baru
Politik Internasional , h. 388.
72
Ibid., h. 391.
Akan tetapi, di luar semua itu, guna melancarkan strategi pemulihan hubungan dan citra Amerika Serikat di negeri-negeri muslim, Amerika
Serikat harus meluncurkan sebuah kampanye informasi publik yang luas, menggunakan seluruh instrumen dan saluran komunikasi yang dimiliki
73
C. Kebijakan Jangka Pendek