C. War on terror Membawa Tindakan-tindakan yang Tidak Proporsional
a. Membongkar Makna Kedaulatan Kedaulatan sovereignty merupakan ruh dalam sebuah bangsa.
Tanpa kedaulatan maka tidak mungkin ada negara. Menurut Jacobson dan Lipman kedaulatan memiliki empat unsur
116
: Pertama, absolute. Tidak ada kekuasaan legal dalam sebuah negara yang
lebih tinggi dari pada kekuatan kedaulatan. Kedua, universal, maksudnya kekuatan kedaulatan ini mencakup semua orang dan setiap asosiasi di dalam
negara tanpa terkecuali. Ketiga permanen, selama negara itu masih ada, maka kedaulatan juga akan tetap eksis meskipun banyak terjadi perubahan
dalam pemerintahan. Keempat, tidak terbagi, hanya boleh ada satu kedaulatan dalam suatu negara. Kemudian dalam pelaksaan mandat
kedaulatan ini bisa didistribusikan ke berbagai organ pemerintahan, namun kedaulatan itu tetap satu. Membaginya berarti juga menghancurkannya.
Dalam hubungan internasional, satu negara wajib menghormati kedaulatan negara lain, selama negara itu masih ada, berarti negara tersebut
masih memiliki kedaulatan untuk dihormati. Amerika Serikat Serikat dalam proses war on terrorism
membongkar dan menyusun ulang pengertian kedaulatan ini sebagai implikasi doktrin keamanan baru
117
. Sebuah negara akan kehilangan kedaulatan bukan lagi karena negara itu memang hancur atau hilang.
116
Jacobson and Lipman, An Outline of Political Science New York: Barnes and Noble, 1951, p. 34.
117
Trias Kuncahyono, “Terorisme dan Ambisi Neo-Imperialisme AS”, Kompas, 11 September 2002, h. 30.
Amerika Serikat memahami negara-negara yang menjadi sarang teroris, baik karena persetujuan maupun karena tidak mampu memerangi teroris
secara efektif telah mengorbankan kedaulatan mereka, sehingga kedaulatannya bisa diambil oleh negara lain. Richard Haass, Direktur
Perencanaan Kebijakan di Departemen Luar Negeri, mengungkapkan dalam the New Yorker
Apa yang anda lihat dalam pemerintahan ini adalah munculnya sebuah prinsip atau sejumlah gagasan baru…tentang apa
yang mungkin anda sebut batas-batas kedaulatan. Kedaulatan menuntut adanya kewajiban. Salah satunya adalah tidak membantai
rakyat sendiri. Yang lain adalah tidak mendukung terorisme dalam cara apa pun. Jika sebuah pemerintahan gagal memenuhi kewajiban-
kewajiban ini, maka ia mengorbankan sebagian keuntungan lazim dari kedaulatan, temasuk hak untuk dibiarkan sendiri di dalam
wilayah sendiri. Pemerintahan-pemerintahan yang lain, termasuk Amerika Serikat Serikat, mendapat hak untuk campur tangan. Dalam
kasus terorisme, hal ini bahkan bisa mengarah pada tindakan preventif, .pertahanan diri
118
.
Pembongkaran makna kedaulatan ini bukan sekedar wacana politik demi mendapatkan dukungan internasional. Wacana ini lebih merupakan
pembenaran teoritis terhadap invansi yang telah dilakukan Amerika Serikat Serikat ke Irak dan Afganistan serta negara-negara target berikutnya.
Tindakan Amerika Serikat Serikat ini sangat berbahaya apalagi kalau dicontoh oleh negara-negara kuat lainnya. Kita tidak bisa membayangkan
bagaimana mungkin satu negara menyerang negara lain hanya karena alasan antisipatif. Formulasi defenisi baru ini sungguh mengancam keamanan
internasional
118
G. John Ikenberry, “Ambisi Imperial AS”, dalam Council on Foreign Policy, Amerika Serikat dan Dunia; Memperdebatkan Bentuk Baru Politik Internasional, h. 443-444.
Pemahaman baru tentang kedaulatan ini bukan lahir dari pengkajian ilmiah yang mendalam oleh para pakar kenegaraan. Inilah salah satu faktor
utama mengapa Amerika Serikat semakin tidak popular di muka internasional. Dengan justifikasi tersebut, agenda war on terrorism
kemudian bisa dilanjutkan ke tahapan baru yaitu menyerang sebelum diserang pre emptive.
b. Kebijakan Pre emptive Pre emptive adalah kebijakan menyerang sebelum mendapat
serangan. Strategi bertahan gaya lama dengan membangun peluru kendali yang bisa menangkal serangan dan bisa digunakan untuk serangan balasan
guna menghukum si penyerang tak lagi menjamin keamanan. Maka satu- satunya pilihan adalah menyerang. Tanpa ancaman yang nyata pun Amerika
Serikat kini menyatakan bahwa dia memiliki hak untuk menggunakan kekuatan militer terlebih dahulu atau preventif.
Rumsfeld melakukan pembenaran terhadap opsi menyerang terlebih dahulu ini dengan mengatakan bahwa, ada hal-hal yang kita tahu bahwa kita
tahu, ada hal-hal yang kita tahu bahwa kita tidak tahu. Namun ada juga hal- hal yang kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu. Setiap tahun kita, kita
menjumpai sedikit lagi ketidaktahuan-ketidaktahuan ini
119
. Bagi Amerika Serikat Serikat, ketiadaan bukti baik dalam kasus
terorisme maupun senjata pemusnah masal bukan berarti bahwa aksi itu tidak ada. Di zaman sekarang, tidak boleh ada kesalahan sedikit pun karena
kesalahan itu bisa menyesangsarakan dunia. Untuk itu, tidak cukup hanya
119
Ibid., h. 441.
dengan menungu dan membalas serangan musuh, Amerika Serikat harus menyerang.
Menurut penulis, rasionalisasi pre-emptive ini lahir akibat euforia kekuasaan tunggal dunia. Tidak adanya kekuatan penyeimbang membuat
tidak adanya check and balance atas penguasa utama dunia. Sehingga sang penguasa bebas bertindak sesuai asumsi dan prasangkanya untuk
mendapatkan kepentingan yang telah direncanakan. Bagaimana bisa kita membenarkan tindakan satu pihak menyerang
pihak lain tanpa bukti dan hanya demi antisipasi. Namun, Amerika Serikat bisa melakukannya meskipun mendapat kecaman dari berbagai pihak. Inilah
tindakan imperial yang harus dikoreksi.
c. Tanpa Penghormatan terhadap Peraturan Internasional “Powers tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely”.
Pepatah ini sangat cocok menggambarkan kondisi Amerika Serikat Serikat terkait dengan penggunaan kekuasaannya.
Dalam kampanye war on terrorism, cukup banyak peraturan internasional yang dilanggar oleh Amerika Serikat Serikat. Pendekatan-
pendekatan yang dilakukan Amerika Serikat dinilai telah mengabaikan norma-norma internasional mengenai pembelaan diri dalam pasal 51 Piagam
PBB
120
120
Ibid.,, h. 442.
Piagam PBB di atas dikeluarkan untuk dipatuhi bersama. Pada beberapa kasus, Piagam PBB ini bisa menjadi landasan pemberian sanksi
terhadap negara-negara yang melanggar. Sebut saja pada Tahun 1981 di saat Israel membom reaktor nuklir Irak di OsIrak. Israel menganggap
tindakannya ini sebagai tindakan pembelaan diri, namun dunia mengutuknya sebagai tindakan agresi. Bahkan Perdana Menteri Margaret
Thatcher dan duta besar Amerika Serikat Serikat untuk PBB, Jaene Kirkpatrik, mengecam tindakan ini dan Amerika Serikat Serikat ikut
meloloskan sebuah resolusi PBB dan mengutuknya
121
Namun pasal 51 Piagam PBB ini tak bisa berbuat apa-apa terhadap Amerika Serikat Serikat yang melakukan tindakan yang sama seperti yang
dilakukan Israel. Selain piagam PBB, Amerika Serikat juga dianggap melecehkan hukum internasional. Dalam laporan tahunan yang diumumkan
bulan Mei 2003, Amnesty Internasional menyatakan, perang melawan terorisme yang dicanangkan Amerika Serikat Serikat merupakan pelecehan
terhadap hukum internasional
122
. Ratusan tahanan yang berasal dari perang Afganistan dan berbagai operasi lain yang digelar sejak peristiwa 11
September 2001 mengaku diabaikan hak-hak mereka yang sesungguhnya diakui oleh hukum internasional.
Lebih dari 600 warga negara asing sebagian besar dari Afganistan ditahan di Guantanamo tanpa adanya tuntutan resmi, tanpa proses
pengadilan dan tanpa akses kepada penasehat hukum maupun kepada keluarga mereka. Menurut Amnesty Internasional terdapat sekitar 1.200
121
Ibid.,, h. 443.
122
Amnesty International, “Perang AS Melawan Terorisme Lecehkan Hukum Internasional”, Kompas, 2 Juni 2003, h. 34.
warga negara asing, sebagian besar muslim yang ditangkap setelah peristiwa bom WTC. Lebih dari 700 diantaranya ditahan karena pelanggaran hukum
biasa dan sebagian lagi karena pelanggaran peraturan keimigrasian Sampai akhir Tahun 2002 sebagian besar di antara mereka yang
terjaring dalam operasi sweeping dibebaskan atau dideportasi atau dituntut telah melakukan kejahatan yang tidak punya sangkut pautnya dengan
peristiwa 11 September atau aksi terorisme. Laporan Amnesty International juga menyebutkan adanya perlakuan
yang tidak semestinya terhadap para tahanan, seperti penyiksaan, pembunuhan serta penggunaan kekerasan secara berlebihan. Tercatat
sedikitnya tiga orang tewas setelah mengalami penyiksaan yang dilakukan dengan menggunaan alat pelumpuh listrik bertegangan tinggi yang
dikembangkan oleh badan kepolisian. Amnesty Internasional juga mengkritik masalah eksekusi. Sejumlah 69 laki-laki dan 2 perempuan telah
dieksekusi pada tahun 2002
123
. Sebanyak 820 orang dihukum mati. Amerika Serikat Serikat menurut Amnesty International selalu melanggar standar-
standar internasional tentang menjatuhkan hukuman. Ini juga merupakan misteri politik internasional yang sangat tidak
adil. Bagaimana mungkin sebuah negara bisa melepaskan diri dari ikatan internasional dan melakukan sejumlah pelanggaran, namun bebas dari
sanksi internasional.
123
Ibid., h. 34.
Sekali lagi ini merupakan dampak dari absennya kekuatan check and balance dalam dunia internasional. Amerika Serikat berupaya
mempertahankan dunia unipolar yang tidak adil ini.
D. War on terror Membuat Dunia Semakin Tidak Aman