7
2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN
Ciputat 02 b. Mengidentifikasi gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di
SDN Ciputat 02 c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di
SDN Ciputat 02 d. Mengidentifikasi gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN
Ciputat 02 e. Mengidentifikasi kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02
f. Mengidentifikasi hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai
informasi tambahan
untuk pengembangan
program pembelajaran keperawatan komunitas ditingkat sekolah khususnya
program UKS. 2. Bagi SDN Ciputat 02
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi guru tentang kejadian diare pada siswa serta sebagai acuan untuk evaluasi dan
perencanaan program UKS yang berkaitan dengan perilaku mencuci tangan siswanya.
8
3.
Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Informasi yang diperoleh dapat memberi masukan bagi pelayanan
kesehatan untuk memberikan gambaran di sekolah tentang program UKS terkait dengan kejadian diare. Dapat memberikan penyuluhan di sekolah
tentang PHBS.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan
untuk penelitian selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE
1. Pengertian Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering biasanya tiga kali atau lebih dalam satu hari Depkes RI, 2011. Sedangkan menurut Wong 2008, diare merupakan
gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali sehari Hidayat, 2006.
2. Insiden Kejadian Diare
Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000 sampai tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare
Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun 2000 insiden diare yaitu 3011000 penduduk, tahun 2003 insiden diare
naik menjadi 3741000 penduduk, tahun 2006 insiden diare naik menjadi
10
4231000 penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 4111000 penduduk Kemenkes RI, 2011.
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5.
Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia Kemenkes RI,
2011. Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah 9,0 rentang: 4,2 - 18,9, tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam NAD sebesar 18,9 dan terendah di Daerah Istimewa DI Yogyakarta sebesar 4,2. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi
diare klinis 9 NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.
Data dari laporan hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007, menunjukkan prevalensi diare di Provinsi Banten pada kelompok umur 5
– 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8, sedangkan yang menyatakan pernah,
ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan kotoran lembekcair sebesar
10,3, serta yang menderita diare sudah minum oralit atau cairan gula garam sebesar 33,8.
11
3. Etiologi Diare
Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat 2006, faktor penyebab diare dibedakan atas:
a. Faktor infeksi
1 Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
a Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll b Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll
c Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur 2 Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan,
seperti Otitis Media Akut OMA, Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1 Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa
2 Malabsorbsi lemak 3 Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan Depkes RI, 2011.
12
4. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Menurtu Subagyo B dan Nurtjahjo BS 2010, cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger.
Berdasarkan penelitian Budi 2006, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:
a. Sumber Air
Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air dengan kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus
dapat dipengaruhi oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari sumber air yang tercemar, dapat menyebarkan banyak penyakit salah
satunya diare. Dan jika pipa air minum dan persediaan air kita disambung kurang benar, berarti kita membuka diri sendiri terhadap
banyak penyakit seperti diare, disentri, paratipus dan lain sebagainya. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
b. Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan dengan sumber air minum, paling sedikit 10 meter.
13
c. Kebiasaan Jajan
Kebiasaan jajan anak usia sekolah dasar sangat berpengaruh pada penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian
besar berusia usia sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es atau kue-kue. Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan
mempunyai uang saku yang banyak, karena itulah mereka cenderung memilih jenis jajanan yang murah, biasanya makin rendah harga suatu
barang atau jajanan makin rendah pula kualitasnya. Hal ini berakibat digunakannya bahan-bahan makanan yang kurang baik dan biasanya
sudah tercemar oleh kuman. Itulah sebabnya anak-anak yang telah mulai suka jajan sering terkena penyakit diare.
d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan
Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci
tangan yang baik dapat menghindarkan diri dari diare. Apabila kita selalu mencuci tangan, kondisi tangan kita selalu bersih, sehingga
dalam melakukan aktivitas terutama makan tangan yang kita gunakan selalu bersih sehingga tidak ada kuman yang masuk ke dalam tubuh.
5. Jenis dan Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI 2011, jenis diare ada dua, yaitu diare akut, diare persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung
kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut Hidayat 2005,
klasifikasi diare dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu:
14
a. Diare Dehidrasi Berat : Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda
sebagai berikut letargis atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung, serta turgor kulit jelek.
b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan : Diare ini mempunyai tanda
seperti gelisah atau rewel, mata cekung, serta turgor kulit jelek.
c. Diare Tanpa Dehidrasi : Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah
satu tanda pada dehidrasi berat atau ringan.
d. Diare Persisten : Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari
14 hari.
e. Disentri : Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda
gangguan saluran pencernaan.
6. Patofisiologi Diare
Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat 2006, proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor
diantaranya:
a. Faktor infeksi : Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme
kuman yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus
dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
15
b. Faktor malabsorbsi : Merupakan kegagalan dalam melakukan
absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan : Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan
yang kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis : Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
16
Bagan 2.1 Patofisiologi Diare
Sumber: Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat 2006 Faktor
Diare Infeksi
Kuman masuk dan berkembang
dalam usus
Toksin dalam dinding usus halus
Hipersekresi air elektrolit isi
rongga usus meningkat
Malabsorpsi
Tekanan osmotik meningkat
Pergeseran air dan elektrolit
ke rongga usus
Isi rongga usus meningkat
Makanan
Toksin tidak dapat diabsorpsi
hiperperistaltik
Kemampuan absorpsi menurun
Psikologis
hiperperistaltik
Kemampuan absorpsi menurun
17
7. Manifestasi Klinis Diare
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik hipernatremik atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat Juffrie, 2010. 8.
Komplikasi Diare
Menurut IDAI 2010, komplikasi dari diare dapat menyebabkan:
a. Gangguang elektrolit
1 Hipernatremia edema otak 2 Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat edema 3 Hiperkalemia
18
4 Hipokalemia kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung
b. Kegagalan upaya rehidrasi oral, misalnya pengeluaran tinja cair
yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta malabsorbsi glukosa
c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi
9. Penatalaksanaan Diare
Menurut Kemenkes RI 2011, berikut penatalaksanaan diare berdasarkan klasifikasinya:
a. Dehidrasi tanpa dehidrasi:
1 Beri cairan lebih banyak dari biasanya
a Beri Oralit sampai diare berhenti dengan ketentuan: umur 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. Bila muntah, tunggu
10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit.
2 Beri obat zinc
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan
dalam 1 sendok air matang. Dengan ketentuan: umur 6 bulan diberi 20 mg 1 tablet per hari.
3 Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
a Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
b Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
19
c Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
d Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil setiap 3-4 jam
e Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu
4 Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya: disentri,
kolera, dll b.
Dehidrasi ringansedang:
1 Jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama adalah 75 mlkg bb. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di
bawah ini:
Tabel 2.1. Dosis oralit berdasarakan berat badan Umur
2-5 tahun
BB 12-19 kg
Jumlah cairan
900-1400 Sumber: Data Sekunder 2011
2 Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah. 3 Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Dehidrasi berat : Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan
hidrasi secara intravena intravenous hydration dengan kadar
100mlkgBB3-6 jam.
20
10. Pencegahan Diare
Pengobatan diare penting jika seseorang telah menderita diare. Akan tetapi bagi anak yang masih sehat akan lebih bermakna jika pencegahan
diare dapat dilakukan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Menurut WHO 2009 dalam Ernawati 2012, mencuci tangan dengan
sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare kurang lebih 40. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan
maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare
pada anak. Disamping mencuci tangan pencegahan diare dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan peningkatan sarana air bersih. Sebab
88 penyakit diare yang ada di dunia disebabkan oleh air yang terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun hygiene
perorangan yang buruk.
B. CUCI TANGAN
1. Konsep Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat PHBS di
Sekolah Kemenkes RI, 2011. PHBS merupakan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan
aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Munculnya berbagai penyakit
21
yang sering menyerang anak usia sekolah 6-10 tahun, ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di
sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pendekatan UKS. Kemenkes RI, 2011.
2. Pengertian Cuci Tangan
Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting. Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun
secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir Potter, 2005 Menurut
Garner dan Fayero 1986 dalam Potter dan Perry 2005, mencuci tangan paling sedikit 10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme transient
paling banyak dari kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang lebih lama.
Menurut Depkes 2009, cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari
menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal
juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu
singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak lemak kotoran di
permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh
setelah menggunakan sabun.
22
Cuci tangan pakai sabun CPTS merupakan kebiasaan yang bermanfaat untuk membersihkan tangan dari kotoran dan membunuh
kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan beberapa peralatan berikut : sabun antiseptic, air
bersih, dan handuk atau lap tangan bersih. Untuk hasil maksimal disarankan untuk mencuci tangan selama 20-30 detik PHBS-UNPAD,
2010. Menurut WHO 2005 dalam Depkes RI 2006, terdapat 2 teknik mencuci tangan, yaitu mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan
dengan larutan berbahan dasar alcohol.
3. Waktu yang Tepat untuk Cuci Tangan
Menurut Depkes 2011, waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah:
a. Sebelum dan setelah makan b. Sebelum memegang makanan
c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata d. Setelah bermainberolahraga
e. Setelah BAK dan BAB f. Setelah buang ingus
g. Setelah buang sampah h. Setelah menyentuh hewanunggas termasuk hewan peliharaan
i. Sebelum mengobati luka
23
4. Cara Cuci Tangan yang Benar
Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir. Sedangkan menurut Depkes 2009, langkah-langkah
teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut. a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan. c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.
d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri atau sebaliknya dengan jari-jari saling mengunci berselang-seling antara
tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan sebaliknya.
e. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.
f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
g. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.
h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir. j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan
kran, tutup kran dengan tissue.
24
5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan
Menurut Depkes 2009 penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun adalah:
a. Diare, menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk
anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas
angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya
harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari
kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh
tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan
tempat makannya yang kotor.
b. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk
anak-anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan
patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan dengan menghilangkan patogen kuman penyakit
lainnya terutama virus entrentic yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah
ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan
25
seperti – mencuci tangan sebelum dan sesudah makan buang air
besarkecil – dapat mengurangi tingkat infeksi.
c. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah
membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian
penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.
6. Hubungan Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang, antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai
pola hidup bersih Cupuwatie, 2010. Penelitian yang dilakukan di tujuh kota di Korea Selatan dengan 2800 responden yang diobservasi, Jeong et
al 2007 menemukan bahwa 63,4 responden mencuci tangannya setelah menggunakan kamar mandi umum dan yang lebih sering mencuci tangan
setelah menggunakan kamar mandi umum adalah yang berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain oleh Johnson, et al 2003 mengemukakan
bahwa tingginya angka cuci tangan pada wanita dibanding pria dipengaruhi oleh perilaku penglihatan. Pada penelitian yang dilakukan,
Johnson, et al memasang tanda peringatan yang mengingatkan orang untuk mencuci tangan di kamar mandi umum, hasil observasi pada 175
responden 95 wanita dan 80 pria didapatkan 61 wanita dan 37 pria mencuci tangan pada keadaan ada tanda peringatan.
26
7. Hubungan Cuci Tangan dengan Sumber Informasi
Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang, disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan benar Cupuwatie, 2010. Salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat
kepatuahan cuci tangan adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Catalina Lopez, et al kepada anak-anak dengan jumlah
sampel 645 menunjukkan bahwa anak-anak mencuci tangan setelah mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5, dari sekolah 66,7, dari
media 56,8. Selain itu, siswa yang mendapat informasi dari orang tua cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci tangan dibandingkan
dengan tidak mendapat informasi dari orang tua Nutbeam, 1998.
C. PENGETAHUAN
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga Notoatmodjo, 2007. Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut
27
merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan Notoatmodjo, 2003.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2007 pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu Know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali recall sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah
b. Memahami Comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang
objek yang
diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi Aplication
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya.
28
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang.
b. Tingkat pendidikan
Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih
rendah.
29
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
d. Fasilitas
Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan
lain-lain.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka
dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.
f. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
4. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto 2006, pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76 - 100 dari
seluruh pertanyaan b.
Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56 - 75 dari seluruh pertanyaan
c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40 - 55 dari
seluruh pertanyaan
30
D. PERILAKU
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar Notoatmodjo, 2003.
Menurut Skiner 1938 dalam Notoatmodjo 2010, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus rangsangan dari luar. Perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus organisme respons, sehingga teori ini disebut teori S-O-R.
Skiner membedakan adanya dua respons, yakni: a. Respondent respon atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan stimulus tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang
relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan
sebagainya. Responden respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus
ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau perangsang
31
tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena memperkuat respons. Misalnya: apabila seorang petugas
kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik respons terhadap uraian tugasnya atau job diskripsi kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya stimulus baru, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup convert behavior Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup convert. Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka overt behavior Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap
stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek practice, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain.
2. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, dengan pengamatan obsevasi, yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat
32
kembali recall. Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan
obyek tertentu Notoatmodjo, 2005 3. Domain Perilaku
Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus rangsangan dari luar, berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk responnya
berbeda tiap orangnya. Faktor – faktor yang membedakan respon terhadap
stimulus disebut determinan perilaku. Menurut Notoatmodjo 2007 Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan bersifat
given atau bawaan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan baik fisik, ekonomi maupun politik.
Faktor lingkungan ini menjadi faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
4. Proses Terjadinya Perilaku
Menurut Notoatmodjo 2007, terjadi proses yang berurutan untuk membentuk perilaku:
a. Awareness kesadaran, yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus objek terlebih dahulu
b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus c. Evaluation menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
33
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng.
5. Perubahan Adopsi Perilaku dan Indikatornya
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Menurut
Notoatmodjo 2007, secara teori perubahan perilaku seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap:
a. Pengetahuan
Sebelum seseorang menghadapi perilaku berperilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku bagi dirinya atau
keluarganya. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan:
1 Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: a Penyebab penyakit
b Gejala dan tanda-tanda penyakit c Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
d Bagaimana cara penularannya e Bagaimana cara pencegahannya
2 Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi:
34
a Penyakit atau bahaya merokok, minuman keras, narkoba dan sebagainya
b Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi c Jenis makanan yang bergizi
3 Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan a Manfaat air bersih
b Cara-cara pembuangan limbah yang sehat c Manfaat pencahayaan
d Akibat polusi
b. Sikap
Sikap adalah penilaian dapat berupa pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek,
proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indicator terhadap sikap
kesehatan sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni: 1 Sikap terhadap sakit dan penyakit
2 Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat 3 Sikap terhadap kesehatan lingkungan
c. Praktiktindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya dinilai baik. Inilah
yang disebut praktik kesehatan, atau dapat juga disebut perilaku
35
kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan mencakup hal-hal yakni:
1 Tindakan sehubungan dengan penyakit 2 Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
3 Tindakan kesehatan lingkungan
E. PERILAKU KESEHATAN
Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku kesehatan adalah sesuatu respon organisme terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari
3 aspek:
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat.
c. Perilaku gizi makanan dan minuman
Menurut teori
Lawrence Green
dalam Notoatmodjo
2010, mengemukakan bahwa untuk mencoba menganalisa perilaku manusia dari
tingkat kesehatan orang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam perilaku behavioral factors dan faktor dari luar perilaku non-
behavioral. Perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi disposing factor, yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
36
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin enabling factor, adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Seperti sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,
misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang,
dan sebagainya.
c. Faktor penguat reinforcing factor, adalah faktor-faktor yang
mendorong atau terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya.
F. ANAK SEKOLAH DASAR