Hubungan Perilaku Siswa tentang Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02

(1)

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Skripsi

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Disusun Oleh:

ALIF NURUL ROSYIDAH

1110104000013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli Saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli Saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2014


(3)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduates Thesis, June 2014

Alif Nurul Rosyidah, NIM: 1110104000013

Relationship of Behavior about Handwashing of Students Against Incidence Diarrhea in SDN Ciputat 02

xvii + 78 pages + 8 tables + 3 shemes + 8 attachments

ABSTRACT

Diarrhea is a disease that is still a public health problem in developing countries, including in Indonesia. Banten province was ranked the six that have a fairly high prevalence of diarrhea. In the age group 5-14 years the prevalence of diarrhea was 10.3%. To decrease deaths due to diarrhea governance need fast and precise, one hand washing with running water using soap.

The purpose of this study was to determine the relationship of the hand washing behavior of the students in the incidence of diarrhea in students in SDN Ciputat 02. This study is a quantitative research design that uses a correlation descriptive cross sectional study. The samples in this study were 56 respondents taken by stratified random sampling. Data collection using questionnaires and observation, data analysis using Fisher's exact test.

The results showed that having a good hand-washing behavior was 44.6% and that have less behavior by 55.4%. Elementary school children with diarrhea in the last three months amounted to 80.4%, while children who are not suffering from diarrhea in the last three months was 19.6%. The test results showed statistically (p = 0.015) means that there is a relationship between the behavior of handwashing on the incidence of diarrhea.

Researchers suggest that students are expected to apply a clean and healthy lifestyle behaviors by always disciplined practice of washing hands to avoid the risk of diarrhea.

Keywords: Knowledge, behavior, wash their hands, the incidence of diarrhea Reference: 34 (years 2000 – 2013)


(4)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juni 2014

Alif Nurul Rosyidah, NIM: 1110104000013

Hubungan Perilaku Siswa tentang Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02

xvii + 78 halaman + 8 tabel + 3 skema + 8 lampiran

ABSTRAK

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Provinsi Banten menduduki peringkat ke enam yang mempunyai prevalensi diare yang cukup tinggi. Pada kelompok umur 5 – 14 tahun prevalensi diarenya sebesar 10,3%. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat, salah satunya mencuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif correlation yang menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebesar 56 responden diambil secara stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi, analisa data menggunakan uji Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan yang memiliki perilaku cuci tangan yang baik sebesar 44.6% dan yang memiliki perilaku kurang sebesar 55.4%. Anak SD yang menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 80.4%, sedangkan anak yang tidak menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 19.6%. Hasil uji statistik menunjukan (p = 0.015) artinya ada hubungan antara perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare.

Peneliti menyarankan agar siswa diharapkan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu disiplin melakukan praktik cuci tangan agar terhindar dari risiko terjadinya diare.

Kata kunci: Pengetahuan, perilaku, cuci tangan, kejadian diare Referensi: 34 (tahun 2000 -2013)


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: Alif Nurul Rosyidah NIM: 1110104000013

Pembimbing I

Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002

Pembimbing II

Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(6)

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh: Alif Nurul Rosyidah

NIM: 1110104000013 Pembimbing I

Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002

Pembimbing II

Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005

Penguji I

Ns. Uswatun Khasanah, S.Kp, MNS NIP: 19770401 200912 2 003

Penguji II

Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002

Penguji III

Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh: Alif Nurul Rosyidah


(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Alif Nurul Rosyidah

Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 11 Januari 1992

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat :

Telepon : 081513654678

E-mail : [email protected] Riwayat Pendidikan :

1. 1997-1998 : TK Amanah 2. 1998-2004 : SD Islam Amanah

3. 2004-2007 : SMPN 19 Kota Tangerang 4. 2007-2010 : SMAN 7 Kota Tangerang 5. 2010-2014 :

Riwayat Organisasi :

1. Paskibraka SMPN 19 Kota Tangerang

2. Sekretaris Umum OSIS SMAN 7 Kota Tangerang 3. Ketua Umum MPK SMAN 7 Kota Tangerang 4. Anggota Dep. Kaderisasi PMII Komfakes

5. Anggota Dep. Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Jakarta 6. Kadep. PSDM PMII Komfakes

7. Kadep. Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Jakarta

8. Anggota Dep. Pengembangan Seni dan Olahraga PMII Cab. Ciputat

Jl. P. Senopati III No. 21 Rt. 005/017 Kel. Uwung Jaya, Kec. Cibodas, Kota Tangerang - Banten

S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


(9)

Sabar dan ikhlas dua kata yang makin aku pahami maknanya, gampang mengucapkan tapi susah dilaksanakan.

Hasil karya ini aku persembahkan untuk

1. Kedua orang tua ku yang selalu mendoakan demi kelancaran penyelasaian skripsi ini dan juga yang telah memberi support baik moril maupun materiil.

2. Adikku serta keluarga besar ku terutama bude darmi dan bude hindun yang selalu mensupport dan memberi masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.


(10)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang kami ucapkan, selain memanjatkan puji beserta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul hubungan perilaku tentang mencuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami kesulitan namun berkat pertolongan dari Allah SWT serta bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat diatasi. Untuk itu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF., PFK selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu memberikan izin untuk penelitian di instansi terkait

3. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memotivasi sehingga membuat semangat bagi penulis

4. Nia Damiati, S. Kp., MSN selaku dosen pembimbing I dan Ita Yuanita, S. Kp., M. Kep selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia membimbing penulis serta sabar, tekun, tulus, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyelesaian skripsi ini


(11)

5. Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi arahan dan motivasi dari awal perkuliahan hingga saat ini 6. Orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan baik moril maupun

materil

7. Sahabat terbaikku “rainbow house” (Desy, Fida, Fitri, Naila, Nina),

cherry house” (Adis, Devica, Hani, Laras, Kiki, Septi) dan Lia Sholeha yang memberikan support untuk cepat menyelesaikan skripsi ini

8. Teman-teman seangkatan PSIK 2010 dan sahabat-sahabati PMII yang selalu memotivasi

9. Serta seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga selesai

Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini. Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia- Nya dari Allah SWT dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat diamalkan dengan baik.

Ciputat, Juni 2014


(12)

DAFTAR ISI

halaman Judul . . . Pernyataan Keaslian Karya . . . Abstract . . . Abstrak . . . Pernyataan Persetujuan . . . Lembar Pengesahan . . . Daftar Riwayat Hidup . . . Lembar Persembahan . . . Kata Pengantar . . . Daftar Isi . . . Daftar Tabel . . . Daftar Bagan . . . Daftar Lampiran . . . BAB I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang . . . B. Rumusan Masalah . . . C.Pertanyaan Penelitian . . . D.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum . . . 2. Tujuan Khusus . . . E. Manfaat Penelitian

1. Bagi profesi keperawatan . . . 2. Bagi instansi SDN 02 Ciputat . . . 3. Bagi pelayanan kesehatan Puskesmas . . . 4. Bagi peneliti selanjutnya . . . BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Diare

1. Pengertian Diare . . . 2. Insiden Kejadian Diare . . . 3. Etiologi Diare . . . 4. Cara Penularan dan Faktor Risiko . . . 5. Jenis dan Klasifikasi Diare . . . 6. Patofisiologi Diare . . . 7. Manifestasi Klinis Diare . . . 8. Komplikasi Diare . . .

i ii iii iv v vi viii ix x xii xv xvi xvii 1 5 6 6 7 7 7 8 8 9 9 11 12 14 14 17 17


(13)

9. Penatalaksanaan Diare . . . 10.Pencegahan Diare . . . B. Cuci Tangan

1. Konsep Cuci Tangan . . . 2. Pengertian Cuci Tangan . . . 3. Waktu yang tepat untuk Cuci Tangan . . . 4. Cara Cuci Tangan yang Benar . . . 5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan . . . 6. Hubungan Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin. . . 7. Hubungan Cuci Tangan dengan Sumber Informasi . . . C.Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan . . . 2. Tingkat Pengetahuan . . . 3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan . . . 4. Kategori Pengetahuan . . . D.Perilaku

1. Pengertian Perilaku . . . 2. Pengukuran Perilaku . . . 3. Domain Perilaku . . . 4. Proses Terjadinya Perilaku . . . 5. Perubahan (adopsi) Perilaku dan Indikatornya . . . E. Perilaku Kesehatan . . . F. Anak Sekolah Dasar

1. Pengertian . . . 2. Karakteristik anak sekolah . . . 3. Perkembangan Motorik. . . 4. Perkembangan Kognitif . . . 5. Perkembangan Memori . . . 6. Perkembangan Pemikiran Kritis . . . 7. Perkembangan Kreativitas . . . . . . . 8. Aspek Psikologis . . . .. . . 9. Perkembangan Bahasa . . . . . . 10. Perkembangan Psikososial . . . . . . G.Penelitian terkait . . . H.Kerangka Teori . . . BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A.Kerangka Konsep . . . B. Hipotesis Penelitian. . . C.Definisi Operasional . . .

18 20 20 21 22 23 24 25 26 26 27 28 29 30 31 32 32 33 35 36 36 37 37 38 39 39 39 40 40 41 44 45 46 47


(14)

BAB IV. METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian . . . B. Lokasi dan Waktu Penelitian . . . C.Populasi dan Sampel Penelitian . . . D.Instrumen Penelitian . . . E. Uji Validitas dan Reabilitas . . . F. Tahapan Pengambilan Data . . . G.Analisis Data . . . H.Etika Penelitian . . . BAB V. HASIL PENELITIAN

A.Gambaran Tempat Penelitian

1. Profil SDN Ciputat 02 . . . 2. Visi dan Misis SDN Ciputat 02 . . . B. Hasil Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden. . . 2. Informasi tentang Cuci Tangan . . . . . . . 3. Pengetahuan Cuci Tangan . . . 4. Perilaku Cuci Tangan . . . 5. Kejadian Diare . . . .. . . C.Hasil Analisis Bivariat. . . BAB VI. PEMBAHASAN

A.Analisis Univariat

1. Gambaran Karakteristik Responden. . . 2. Gambaran Informasi tentang Cuci Tangan . . . . . . . 3. Gambaran Pengetahuan Cuci Tangan . . . 4. Gambaran Perilaku Cuci Tangan . . . 5. Gambaranan Kejadian Diare . . . . B. Analisis Bivariat . . . C.Keterbatasan Penelitian. . . BAB VII. PENUTUPAN

A.Kesimpulan . . . . . . B. Saran

1. Bagi SDN Ciputat 02. . . 2. Bagi Siswa SDN Ciputat 02 . . . . 3. Bagi Peneliti Selanjutnya . . . Daftar Pustaka

Lampiran – Lampiran

51 51 51 53 54 55 58 59 61 61 63 64 65 66 66 67 68 69 70 71 73 75 76 77 78 78 78


(15)

DAFTAR TABEL

2.1 Dosis oralit berdasarkan berat badan 3.1 Definisi operasional

5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik responden di SDN Ciputat 02

5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02

5.3 Distribusi frekuensi responden pengetahuan tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02

5.4 Distribusi frekuensi responden perilaku tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02

5.5 Distribusi frekuensi responden kejadian responden selama tiga bulan terakhir di SDN Ciputat 02

5.6 Hasil analisis hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02

Halaman 19 47 63

64

65

66

66


(16)

DAFTAR BAGAN

2.1 Patofisiologi diare 2.2 Kerangka teori 3.3 Kerangka konsep

Halaman 16 44 45


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Lembar Observasi Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Karakteristik Responden, Variabel Pengetahuan Cuci Tangan, Variabel Perilaku Cuci Tangan, Variabel Kejadian Diare pada Siswa di SDN Ciputat 02

Lampiran 7. Hasil Analisis Univariat Lampiran 8. Hasil Analisis Bivariat


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000 sampai tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun 2000 insiden diare yaitu 301/1000 penduduk, tahun 2003 insiden diare naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 insiden diare naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian anak di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah Tuberculosis dan Pneumonia (Kemenkes RI,


(19)

2 2011). Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 18,9% dan terendah di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta sebesar 4,2%. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Data dari laporan hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007, menunjukkan prevalensi diare di Provinsi Banten pada kelompok umur 5 – 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8%, sedangkan yang menyatakan pernah, ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan kotoran lembek/cair sebesar 10,3%, serta yang menderita diare sudah minum oralit atau cairan gula garam sebesar 33,8%.

Menurut Ramaiah (2000), tingginya angka kejadian diare anak disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare yaitu : sanitasi yang buruk, fasilitas kebersihan yang kurang, kebersihan pribadi buruk (tidak mencuci tangan sebelum, sesudah makan, dan setelah buang air).

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDG’s) Goal ke-4 adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015. Langkah yang dibuat pemerintah untuk mengurangi angka kejadian diare khususnya pada anak usia sekolah adalah dengan mengadakan usaha kesehatan sekolah (UKS) disetiap


(20)

3 sekolah dasar (SD). Program ini dibuat di sekolah, karena sekolah adalah institusi yang terorganisir dengan baik dan merupakan wadah pembentukan karakter dan media yang mampu menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat (Martianto, 2005).

UKS merupakan suatu wadah yang mengurus berbagai hal terkait dengan kesehatan masyarakat sekolah yaitu siswa, guru, kepala sekolah dan semua pegawai di sekolah. UKS juga sebagai sarana yang digunakan oleh program-program kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan (Suhartinia, 2010). Salah satu program UKS yang dibuat untuk meningkatkan kesehatan siswa adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Sedangkan indikator PHBS di sekolah yaitu mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, membuang sampah pada tempatnya (Kemenkes RI, 2011).

Menurut Depkes RI (2009), sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka penderita diare hingga separuh. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan flu burung, bahkan disarankan untuk mencegah penularan influenza. Banyak pihak yang telah memperkenalkan perilaku ini sebagai intervensi kesehatan yang sangat mudah, sederhana dan dapat


(21)

4 dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berbagai survei di lapangan menunjukkan menurunnya angka ketidakhadiran anak karena sakit yang disebabkan oleh penyakit-penyakit di atas, setelah diintervensi dengan CTPS (Depkes RI, 2009).

Cuci tangan belum menjadi budaya yang dilakukan masyarakat luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak yang mencuci tangan hanya dengan air sebelum makan, cuci tangan dengan sabun justru dilakukan setelah makan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan. Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat. Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap tidak penting (Batanoa, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Joni (2012) tentang hubungan tingkat pengetahuan sikap dan perilaku kebersihan siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD dengan sampel 72 siswa SD kelas 4-5 di SDN Pujokusuman 1 didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan perilaku kebersihan siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD. Hasil dari penelitian tersebut adalah semakin kurang tingkat pengetahuan sikap dan perilaku siswa tentang kebersihan diri maka kejadian diare semakin tinggi.

Hasil observasi siswa kelas V di SDN Ciputat 02 menunjukkan bahwa mereka tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan serta kuku tangan


(22)

5 yang terlihat panjang dan kotor. Selain itu juga, saat jam istirahat anak sekolah membeli jajanan tanpa memperhatikan kebersihannya. Melalui wawancara dengan siswa kelas V di SDN Ciputat 02, selama 3 bulan terakhir terdapat 4 siswa dari 10 siswa terkena diare. Setelah ditelusuri anak yang yang pernah mengalami diare kurang memahami dan tidak melakukan CTPS dengan baik dan benar, walaupun sering diajarkan oleh guru dan orang tua dirumah. Melihat kejadian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciputat 02.

B. RUMUSAN MASALAH

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah Tuberculosis dan Pneumonia. Provinsi Banten menduduki peringkat ke enam yang mempunyai prevalensi diare yang cukup tinggi. Pada kelompok umur 5 – 14 tahun prevalensi diarenya sebesar 10,3%. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat, yaitu mencuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun.

Hasil observasi siswa kelas V di SDN Ciputat 02 menunjukkan bahwa mereka tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan serta kuku tangan yang terlihat panjang dan kotor. Selain itu juga, saat jam istirahat anak


(23)

6 sekolah membeli jajanan tanpa memperhatikan kebersihannya. Melalui wawancara dengan siswa kelas V di SDN Ciputat 02, selama 3 bulan terakhir terdapat 4 siswa dari 10 siswa terkena diare. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciputat 02.

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN Ciputat 02?

2. Bagaimana gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02

3. Bagaimana gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02?

4. Bagaimana gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02? 5. Bagaimana kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02?

6. Apakah ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02?

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02.


(24)

7 2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN Ciputat 02

b. Mengidentifikasi gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02

c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02

d. Mengidentifikasi gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02

e. Mengidentifikasi kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02

f. Mengidentifikasi hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai informasi tambahan untuk pengembangan program pembelajaran keperawatan komunitas ditingkat sekolah khususnya program UKS.

2. Bagi SDN Ciputat 02

Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi guru tentang kejadian diare pada siswa serta sebagai acuan untuk evaluasi dan perencanaan program UKS yang berkaitan dengan perilaku mencuci tangan siswanya.


(25)

8 3. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Informasi yang diperoleh dapat memberi masukan bagi pelayanan kesehatan untuk memberikan gambaran di sekolah tentang program UKS terkait dengan kejadian diare. Dapat memberikan penyuluhan di sekolah tentang PHBS.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.


(26)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIARE

1. Pengertian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Sedangkan menurut Wong (2008), diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Hidayat, 2006).

2. Insiden Kejadian Diare

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000 sampai tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun 2000 insiden diare yaitu 301/1000 penduduk, tahun 2003 insiden diare naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 insiden diare naik menjadi


(27)

10 423/1000 penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia (Kemenkes RI, 2011). Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 18,9% dan terendah di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta sebesar 4,2%. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua).

Data dari laporan hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007, menunjukkan prevalensi diare di Provinsi Banten pada kelompok umur 5 – 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8%, sedangkan yang menyatakan pernah, ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan kotoran lembek/cair sebesar 10,3%, serta yang menderita diare sudah minum oralit atau cairan gula garam sebesar 33,8%.


(28)

11 3. Etiologi Diare

Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), faktor penyebab diare dibedakan atas:

a. Faktor infeksi

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi : a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll b) Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll c) Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur

2) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa 2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011).


(29)

12

4. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Menurtu Subagyo B dan Nurtjahjo BS (2010), cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). Berdasarkan penelitian Budi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:

a. Sumber Air

Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air dengan kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus dapat dipengaruhi oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari sumber air yang tercemar, dapat menyebarkan banyak penyakit salah satunya diare. Dan jika pipa air minum dan persediaan air kita disambung kurang benar, berarti kita membuka diri sendiri terhadap banyak penyakit seperti diare, disentri, paratipus dan lain sebagainya. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

b. Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan dengan sumber air minum, paling sedikit 10 meter.


(30)

13

c. Kebiasaan Jajan

Kebiasaan jajan anak usia sekolah dasar sangat berpengaruh pada penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian besar berusia usia sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es atau kue-kue. Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan mempunyai uang saku yang banyak, karena itulah mereka cenderung memilih jenis jajanan yang murah, biasanya makin rendah harga suatu barang atau jajanan makin rendah pula kualitasnya. Hal ini berakibat digunakannya bahan-bahan makanan yang kurang baik dan biasanya sudah tercemar oleh kuman. Itulah sebabnya anak-anak yang telah mulai suka jajan sering terkena penyakit diare.

d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan

Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci tangan yang baik dapat menghindarkan diri dari diare. Apabila kita selalu mencuci tangan, kondisi tangan kita selalu bersih, sehingga dalam melakukan aktivitas terutama makan tangan yang kita gunakan selalu bersih sehingga tidak ada kuman yang masuk ke dalam tubuh. 5. Jenis dan Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2011), jenis diare ada dua, yaitu diare akut, diare persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut Hidayat (2005), klasifikasi diare dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu:


(31)

14 a. Diare Dehidrasi Berat : Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai berikut letargis atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung, serta turgor kulit jelek.

b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan : Diare ini mempunyai tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekung, serta turgor kulit jelek. c. Diare Tanpa Dehidrasi : Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah

satu tanda pada dehidrasi berat atau ringan.

d. Diare Persisten : Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari.

e. Disentri : Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda gangguan saluran pencernaan.

6. Patofisiologi Diare

Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:

a. Faktor infeksi : Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.


(32)

15

b. Faktor malabsorbsi : Merupakan kegagalan dalam melakukan

absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

c. Faktor makanan : Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.

d. Faktor psikologis : Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.


(33)

16

Bagan 2.1 Patofisiologi Diare

Sumber: Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006) Faktor

Diare Infeksi

Kuman masuk dan berkembang

dalam usus

Toksin dalam dinding usus halus

Hipersekresi air elektrolit (isi rongga) usus meningkat

Malabsorpsi

Tekanan osmotik meningkat

Pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus

Isi rongga usus meningkat

Makanan

Toksin tidak dapat diabsorpsi

hiperperistaltik

Kemampuan absorpsi menurun

Psikologis

hiperperistaltik

Kemampuan absorpsi menurun


(34)

17 7. Manifestasi Klinis Diare

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

8. Komplikasi Diare

Menurut IDAI (2010), komplikasi dari diare dapat menyebabkan:

a. Gangguang elektrolit

1) Hipernatremia  edema otak

2) Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada anak malnutrisi berat edema


(35)

18 4) Hipokalemia  kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi

ginjal dan aritmia jantung

b. Kegagalan upaya rehidrasi oral, misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta malabsorbsi glukosa

c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi

9. Penatalaksanaan Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), berikut penatalaksanaan diare berdasarkan klasifikasinya:

a. Dehidrasi tanpa dehidrasi:

1) Beri cairan lebih banyak dari biasanya

a) Beri Oralit sampai diare berhenti dengan ketentuan: umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit.

2) Beri obat zinc

Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang. Dengan ketentuan: umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.

3) Beri makanan untuk mencegah kurang gizi

a) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat


(36)

19 c) Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air

kelapa hijau.

d) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)

e) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu

4) Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya: disentri, kolera, dll

b. Dehidrasi ringan/sedang:

1) Jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama adalah 75 ml/kg bb. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Dosis oralit berdasarakan berat badan

Umur 2-5 tahun

BB 12-19 kg Jumlah

cairan

900-1400 Sumber: Data Sekunder (2011)

2) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah. 3) Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut

c. Dehidrasi berat : Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam.


(37)

20

10.Pencegahan Diare

Pengobatan diare penting jika seseorang telah menderita diare. Akan tetapi bagi anak yang masih sehat akan lebih bermakna jika pencegahan diare dapat dilakukan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Menurut WHO (2009) dalam Ernawati (2012), mencuci tangan dengan sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare kurang lebih 40%. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Disamping mencuci tangan pencegahan diare dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan peningkatan sarana air bersih. Sebab 88% penyakit diare yang ada di dunia disebabkan oleh air yang terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun hygiene perorangan yang buruk.

B. CUCI TANGAN

1. Konsep Cuci Tangan

Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Sekolah (Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Munculnya berbagai penyakit


(38)

21 yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pendekatan UKS. (Kemenkes RI, 2011).

2. Pengertian Cuci Tangan

Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting. Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005) Menurut Garner dan Fayero (1986) dalam Potter dan Perry (2005), mencuci tangan paling sedikit 10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme transient paling banyak dari kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang lebih lama.

Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun.


(39)

22 Cuci tangan pakai sabun (CPTS) merupakan kebiasaan yang bermanfaat untuk membersihkan tangan dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan beberapa peralatan berikut : sabun antiseptic, air bersih, dan handuk atau lap tangan bersih. Untuk hasil maksimal disarankan untuk mencuci tangan selama 20-30 detik (PHBS-UNPAD, 2010). Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2006), terdapat 2 teknik mencuci tangan, yaitu mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol.

3. Waktu yang Tepat untuk Cuci Tangan

Menurut Depkes (2011), waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah:

a. Sebelum dan setelah makan b. Sebelum memegang makanan

c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata d. Setelah bermain/berolahraga

e. Setelah BAK dan BAB f. Setelah buang ingus g. Setelah buang sampah

h. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan i. Sebelum mengobati luka


(40)

23

4. Cara Cuci Tangan yang Benar

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir. Sedangkan menurut Depkes (2009), langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.

a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir. b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.

c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.

d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan sebaliknya.

e. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.

f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.

g. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya. h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan

gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri. i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.

j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan kran, tutup kran dengan tissue.


(41)

24

5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan

Menurut Depkes (2009) penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun adalah:

a. Diare, menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor.

b. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan


(42)

25 seperti – mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil – dapat mengurangi tingkat infeksi.

c. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.

6. Hubungan Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang, antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai pola hidup bersih (Cupuwatie, 2010). Penelitian yang dilakukan di tujuh kota di Korea Selatan dengan 2800 responden yang diobservasi, Jeong et al (2007) menemukan bahwa 63,4% responden mencuci tangannya setelah menggunakan kamar mandi umum dan yang lebih sering mencuci tangan setelah menggunakan kamar mandi umum adalah yang berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain oleh Johnson, et al (2003) mengemukakan bahwa tingginya angka cuci tangan pada wanita dibanding pria dipengaruhi oleh perilaku penglihatan. Pada penelitian yang dilakukan, Johnson, et al memasang tanda peringatan yang mengingatkan orang untuk mencuci tangan di kamar mandi umum, hasil observasi pada 175 responden (95 wanita dan 80 pria) didapatkan 61% wanita dan 37% pria mencuci tangan pada keadaan ada tanda peringatan.


(43)

26

7. Hubungan Cuci Tangan dengan Sumber Informasi

Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang, disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan benar (Cupuwatie, 2010). Salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat kepatuahan cuci tangan adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Catalina Lopez, et al kepada anak-anak dengan jumlah sampel 645 menunjukkan bahwa anak-anak mencuci tangan setelah mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%, dari sekolah 66,7%, dari media 56,8%. Selain itu, siswa yang mendapat informasi dari orang tua cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci tangan dibandingkan dengan tidak mendapat informasi dari orang tua (Nutbeam, 1998).

C. PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut


(44)

27 merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).


(45)

28 d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b. Tingkat pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah.


(46)

29

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

d. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

f. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

4. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh pertanyaan

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari

seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari


(47)

30

D. PERILAKU

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus  organisme  respons, sehingga teori ini disebut teori S-O-R. Skiner membedakan adanya dua respons, yakni:

a. Respondent respon atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Responden respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau perangsang


(48)

31 tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena memperkuat respons. Misalnya: apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job diskripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (convert behavior)  Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)  Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2. Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat


(49)

32 kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005)

3. Domain Perilaku

Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar), berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk responnya berbeda tiap orangnya. Faktor – faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Menurut Notoatmodjo (2007) Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan bersifat given atau bawaan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal yaitu lingkungan baik fisik, ekonomi maupun politik. Faktor lingkungan ini menjadi faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

4. Proses Terjadinya Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), terjadi proses yang berurutan untuk membentuk perilaku:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru


(50)

33 e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng.

5. Perubahan (Adopsi) Perilaku dan Indikatornya

Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Menurut Notoatmodjo (2007), secara teori perubahan perilaku seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap:

a. Pengetahuan

Sebelum seseorang menghadapi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku bagi dirinya atau keluarganya. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan:

1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: a) Penyebab penyakit

b) Gejala dan tanda-tanda penyakit

c) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan d) Bagaimana cara penularannya

e) Bagaimana cara pencegahannya

2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi:


(51)

34 a) Penyakit atau bahaya merokok, minuman keras, narkoba dan

sebagainya

b) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi c) Jenis makanan yang bergizi

3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan a) Manfaat air bersih

b) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat c) Manfaat pencahayaan

d) Akibat polusi

b. Sikap

Sikap adalah penilaian (dapat berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indicator terhadap sikap kesehatan sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni:

1) Sikap terhadap sakit dan penyakit

2) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat 3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan

c. Praktik/tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat juga disebut perilaku


(52)

35 kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan mencakup hal-hal yakni:

1) Tindakan sehubungan dengan penyakit

2) Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan 3) Tindakan kesehatan lingkungan

E. PERILAKU KESEHATAN

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3 aspek:

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), mengemukakan bahwa untuk mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan orang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam perilaku (behavioral factors) dan faktor dari luar perilaku ( non-behavioral). Perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu:

a. Faktor predisposisi (disposing factor), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,


(53)

36 antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

b. Faktor pemungkin (enabling factor), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Seperti sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya.

c. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah faktor-faktor yang mendorong atau terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.

F. ANAK SEKOLAH DASAR

1. Pengertian

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra (Moehji, 2003).

2. Karakteristik anak sekolah

Menurut Moehji (2003), karakteristik anak sekolah meliputi: a. Pertumbuhan tidak secepat bayi.

b. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal). c. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.


(54)

37 d. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.

e. Pertumbuhan lambat.

f. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.

3. Perkembangan Motorik

Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka pada masa ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat, anak juga makin mampu menjaga keseimbangan badannya (Wong, 2004)

4. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah

Menurut teori Piaget dalam Wong (2004), pemikiran anak masa sekolah dasar disebut juga pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit.dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:

a. Negasi (negation), yaitu pada masa kongkrit operasional, anak memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu dengan benda atau keadaan yang lain.

b. Hubungan timbal balik (resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.


(55)

38 c. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda yang ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.

5. Perkembangan Memori

Menurut Wong (2004), selama periode ini memori jangka pendek anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya keterbatasan-keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan-keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori yaitu merupakan prilaku disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori. Menurut Matlin (1994), menyebutkan empat macam strategi memori yang penting, yaitu: a. Rehalsal (pengulangan), suatu strategi meningkatkan memoridengan

cara mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan.

b. Organization (organisasi), pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan dimana mereka duduk dalam satu kelas.

c. Imagery (perbandingan), membandingkan sesuatu dengan tipe dari karakteristik pembayangan dari seseorang.

d. Retrieval (pemunculan kembali), proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan. Ketika suatu isyarat


(56)

39 yang mungkin dapat membantu memunculkan kembali sebuah memori, mereka akan menggunakan secara spontan.

Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk sikap, kesehatan, dan motivasi), serta pengetahuan yang diperolehanak sebelumnya.

6. Perkembangan Pemikiran Kritis

Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, serta mampu berpikir secara reflektif dan evaluative (Wong, 2004).

7. Perkembangan Kreativitas

Dalam tahap ini anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah (Wong, 2004).

8. Aspek Psikologis

Pada umur 6-12 tahun energinya disalurkan kepada permainan dan pelajaran. Seorang anak mulai merasa sampai dimana kesanggupannya dan ia mulai mengenal rasa sukses. Bila pada tahun-tahun tersebut ia banyak mengalami kegembiraan, rasa persahabatan dan sukses, maka ia akan memasuki masa adolesen dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri. Pada masa ini yang berbahaya ialah bila timbul rasa inadekuat dan rasa rendah diri pada seseorang anak yang tidak mendapat penghargaan atas


(57)

40 usaha-usahanya, sehingga pada masa adolesen ia menjadi seorang yang agresif (Wong, 2004).

9. Perkembangan Bahasa

Menurut Wong (2004), perkembangan bahasa meliputi: a. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

b. Pemahaman terhadap kata-kata mungkin tertinggal dari pengertiannya c. Tidak begitu egosentris dalam orientasi; dapat mempertimbangkan

pandangan lain

d. Mengerti sebagian besar kata-kata abstrak

e. Memakai semua bagian pembicaraan, termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung, dan kata depan

f. Ikut memakai kalimat mejemuk dan kompleks

g. Kosa katanya mencapai 50.000 kata pada akhir masa ini

10. Perkembangan Psikososial

Menurut Wong (2004), perkembangan psikososial meliputi:

a. Tugas perkembangan  belajar mengembangkan rasa keadekuatan terhadap kemampuan dan kompetensi pada saat kesempatan untuk belajar dan interaksi sosial bertambah; anak berusaha agar berhasil di sekolah.

b. Krisis perkembangan  anak dalam bahaya akibat perkembangan rasa rendah diri jika ia tidak merasa kompeten dalam pencapaian tugas. c. Bermain  anak menikmati aktivitas santai bersama teman sebaya

(misalkan kasti); permainan cenderung memisahkan kedua lawan jenis; mainan rough dan tumble adalah ciri khas permainan luar rumah yang


(58)

41 tidak terstruktur; minat pribadi , aktivitas, dan hobi berkembang pada saat ini.

d. Peran keluarga dan orang tua  orangtua menjadi figur yang kurang bermakna dalam arti sebagai agens untuk sosialisasi; hubungan dengan teman sebaya cenderung mengurangi pengaruh dominan dari orang tua yang telah ada sebelumnya; orang tua masih merasa dan berespons sebagai otoritas utama; harapan dari guru, pelatih, dan para tokoh keagamaan memberi dampak terhadap perilaku anak.

e. Rencana  meningkatkan keterlibatan dalam rencana aktivitas sekolah sesuai usia (mis. klub dan olahraga ), ekstrakulikuler (mis. pramuka), dan kelompok sosial dan komunitas (mis. kelompok sukarela) untuk membangun rasa pencapaian dan kebanggaan.

G. PENELITIAN TERKAIT

1. Penelitian yang dilakukan oleh Joni dan Anggoro (2012), mengenai hubungan tingkat pengetahuan sikap dan perilaku tentang kebersihan diri siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD menggunakan metode penelitian cohort. Penelitian ini menggunakan sampel 72 siswa SDN Pujokusuman 1. Nilai p=0,009 pada tingkat pengetahuan , nilai p=0,000 pada sikap dan perilaku atau semua nilai p<0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna secara statistic. Maka hasil penelitian tersebut ada hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan perilaku anak sd tentang kebersihan diri dengan kejadian diare pada anak sd.


(59)

42 2. Menurut Fazlin, Suriadi, Sianturi (2013), dalam penelitiannya tentang tingkat pengetahuan siswa tentang teknik mencuci tangan yang benar terhadap kejadian diare di SDN 01 Pontianak Utara dengan menggunakan metode cross sectional. Penelitian ini menggunakan sampel 74 siswa SDN 01 Pontianak Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (39,2%) responden memiliki pengetahuan kurang tentang teknik mencuci tangan yang benar dan yang mengalami kejadian diare tinggi yaitu (51,4%) responden. Hasil uji statistik menunjukkan nilai rho spearman yaitu -310** dengan pvalue = 0,007, artinya ada hubungan yang signifikan (bermakna) dengan korelasi yang lemah dan negatif maksudnya hubungan yang berlawanan arah antara tingkat pengetahuan siswa tentang teknik mencuci tangan yang benar dengan kejadian diare di SDN 01 pontianak utara. Simpulan penelitian ini adalah semakin kurang tingkat pengetahuan siswa tentang teknik mencuci tangan yang benar maka kejadian diare semakin tinggi. Untuk itu diharapkan siswa-siswi untuk menerapkan perilaku hidup sehat dengan selalu disiplin melakukan praktek mencuci tangan yang benar guna meghindari terjadinya resiko diare

3. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rompas, Tuda, Ponidjan (2013), mengenai Hubungan antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare pada anak usia sekolah di SD GMM 2 Kecamatan Tareran dengan metode crossectional. Penelitian menunjukan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun sebanyak 55 anak (93,2%), dan yang tidak terbiasa 4 anak (6,8%). Anak SD yang menderita diare dalam 3 bulan terakhir sebanyak 11 anak (18.6%) , sedangkan anak yang tidak menderita


(60)

43 diare 48 anak (81,4%). Kesimpulan : Ada hubungan antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare pada anak usia sekolah dasar di SD GMIM 2 Lansot Kecamatan Tareran. Dengan nilai p=0,003 , ini berarti hubungan anatara cuci tangan pakai sabun sangat penting untuk mencegah penyakit termasuk diare

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian dari Fazlin (2013) dengan variabel independen tingkat pengetahuan mencuci tangan dengan tempat serta populasi pun berbeda. Penelitian Rompas (2013) dengan tempat serta populasi yang berbeda. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan variabel independen adalah perilaku siswa tentang mencuci tangan dengan cara ukurnya menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Subyek penelitian yaitu siswa kelas 4 dan 5 pada SDN Ciputat 02 di Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten yang mana belum pernah ada penelitian terkait di Sekolah tersebut.


(61)

44

H. KERANGKA TEORI

Bagan 2.2 Kerangka teori

Keterangan:  diteliti  tidak diteliti

Faktor yang mempengaruhi kejadian diare: a. Sumber air

b. Jamban

c. Kebiasaan jajan

d. Kebiasaan cuci tangan Budi (2006) Etiologi: - Infeksi - Malabsorpsi - Makanan - Psikologis Hidayat (2006)

Cara penularan diare melalui 5 F (faeces, flies, food, fluid, finger) Subagyo B dan Nurtjahjo BS (2010)

Perilaku terbentuk oleh: a. Faktor predisposisi, seperti: pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, tradisi b. Faktor pemungkin, seperti: sarana dan

prasarana c. Faktor penguat

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010)

Faktor yg mempengaruhi pengetahuan: - Pengalaman - Tingkat pendidikan - Keyakinan

- Fasilitas - Penghasilan - Social budaya Notoatmodjo (2003) Kejadian Diare

Pengetahuan cuci tangan Perilaku cuci tangan


(62)

45

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Penelitian ini mengkaji tiga variabel yang terdiri dua variabel bebas (independen) yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain. Variabel dependen (terikat) yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel independen adalah perilaku cuci tangan pada siswa, sedangkan variabel dependen adalah kejadian diare pada siswa.

\

Bagan 3.1 Kerangka konsep Kejadian diare Perilaku cuci tangan

Faktor yang mempengaruhi kejadian diare: e. Sumber air f. Jamban

g. Kebiasaan jajan

h. Kebiasaan cuci tangan Perilaku terbentuk oleh:

d. Faktor predisposisi, seperti: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, tradisi

e. Faktor pemungkin, seperti: sarana dan prasarana f. Faktor penguat


(63)

46

B. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2009). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. H0 = tidak ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02

2. H1 = ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02


(1)

Lampiran 6

Rekapitulasi Data Karakteristik Responden, Variabel Pengetahuan Cuci

Tangan, Variabel Perilaku Cuci Tangan, Variabel Kejadian Diare pada

Siswa di SDN Ciputat 02

No

JK

Umur Kelas

Nilai

Pengetahuan

Cuci Tangan

Nilai Perilaku

Cuci Tangan

Kejadian Diare

1

2

10

4

13

8

1

2

2

10

4

12

8

1

3

2

11

4

11

0

1

4

1

10

4

14

36

0

5

1

11

4

13

32

0

6

1

10

4

13

32

0

7

2

10

4

12

0

0

8

2

9

4

14

0

1

9

2

10

4

14

0

0

10

2

9

4

14

32

0

11

2

9

4

14

0

0

12

1

11

4

14

0

1

13

1

10

4

14

37

0

14

1

10

4

14

0

0

15

1

11

4

14

0

0

16

2

10

4

13

0

1

17

2

10

4

10

0

1

18

2

10

4

11

0

1

19

1

11

4

14

0

0

20

1

10

4

14

32

0

21

1

9

4

12

0

0

22

1

10

4

14

0

0

23

2

12

5

14

0

0

24

2

11

5

14

36

0

25

2

12

5

14

36

0

26

2

11

5

12

0

0

27

2

10

5

14

0

0

28

2

10

5

14

2

0

29

2

10

5

14

2

0

30

2

11

5

13

2

0

31

2

11

5

14

36

0

32

1

11

5

14

2

0

33

1

11

5

14

0

0

34

1

11

5

13

2

0

35

1

11

5

14

2

0

36

1

12

5

14

2

0

37

1

11

5

9

2

0

38

1

10

5

14

0

1


(2)

40

2

10

5

14

36

0

41

2

11

5

14

37

0

42

2

11

5

14

38

0

43

2

11

5

14

34

0

44

2

11

5

14

26

1

45

2

11

5

14

34

0

46

2

11

5

14

36

0

47

2

11

5

14

34

0

48

2

12

5

14

38

0

49

2

11

5

14

34

1

50

2

11

5

14

42

0

51

1

10

5

14

34

0

52

1

12

5

14

34

0

53

1

11

5

12

34

0

54

1

11

5

14

34

0

55

1

11

5

14

34

0

56

2

10

4

14

34

0

Keterangan

Jenis Kelamin: 1 = Laki-laki, 2 = Perempuan


(3)

Lampiran 7

Hasil Analisis Univariat

Jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 24 42.9 42.9 42.9

Perempuan 32 57.1 57.1 100.0

Total 56 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 9 4 7.1 7.1 7.1

10 20 35.7 35.7 42.9

11 27 48.2 48.2 91.1

12 5 8.9 8.9 100.0

Total 56 100.0 100.0

kelas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4 23 41.1 41.1 41.1

5 33 58.9 58.9 100.0


(4)

informasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak diajarkan 11 19.6 19.6 19.6

TK 12 21.4 21.4 41.1

SD kelas 1 4 7.1 7.1 48.2

SD Kelas 2 6 10.7 10.7 58.9

SD Kelas 3 8 14.3 14.3 73.2

SD Kelas 4 3 5.4 5.4 78.6

SD Kelas 5 12 21.4 21.4 100.0

Total 56 100.0 100.0

sumberinfo

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak diajarkan 11 19.6 19.6 19.6

petugas kesehatan 3 5.4 5.4 25.0

guru 30 53.6 53.6 78.6

keluarga 12 21.4 21.4 100.0

Total 56 100.0 100.0

katpengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 54 96.4 96.4 96.4

cukup 2 3.6 3.6 100.0


(5)

katobservasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 25 44.6 44.6 44.6

kurang 31 55.4 55.4 100.0

Total 56 100.0 100.0

Statistics Observasi

N Valid 56

Missing 0

Std. Error of Mean 2.280

Median 5.00

Std. Deviation 17.065

Variance 291.226

Skewness .164

Std. Error of Skewness .319

Kurtosis -1.970

Std. Error of Kurtosis .628

Range 42

Minimum 0

Maximum 42

Kejadiandiare

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 45 80.4 80.4 80.4

pernah 11 19.6 19.6 100.0


(6)

Lampiran 8

Hasil Analisis Bivariat

katobservasi * Kejadiandiare Crosstabulation Kejadiandiare

Total tidak pernah pernah

katobservasi baik Count 24 1 25

Expected Count 20.1 4.9 25.0

% of Total 42.9% 1.8% 44.6%

kurang Count 21 10 31

Expected Count 24.9 6.1 31.0

% of Total 37.5% 17.9% 55.4%

Total Count 45 11 56

Expected Count 45.0 11.0 56.0

% of Total 80.4% 19.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.001a 1 .008

Continuity Correctionb 5.325 1 .021

Likelihood Ratio 8.103 1 .004

Fisher's Exact Test .015 .008

Linear-by-Linear Association 6.876 1 .009

N of Valid Cases 56

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.91. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

PERILAKU MENCUCI TANGAN DAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI PAUD DESA KALIKOTES KLATEN Perilaku Mencuci Tangan Dan Kejadian Diare Pada Anak Usia Prasekolah Di Paud Desa Kalikotes Klaten.

0 2 17

PERILAKU MENCUCI TANGAN DAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI PAUD DESA KALIKOTES KLATEN Perilaku Mencuci Tangan Dan Kejadian Diare Pada Anak Usia Prasekolah Di Paud Desa Kalikotes Klaten.

0 2 16

HUBUNGAN PERAWATAN BOTOL SUSU DAN PERILAKU MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA Hubungan Perawatan Botol Susu Dan Perilaku Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Batita Di Wilayah Kerja Puskesmas Delanggu.

0 5 14

HUBUNGAN PERAWATAN BOTOL SUSU DAN PERILAKU MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA Hubungan Perawatan Botol Susu Dan Perilaku Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Batita Di Wilayah Kerja Puskesmas Delanggu.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE DANPERILAKU IBU MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dan Perilaku Ibu Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

0 1 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dan Perilaku Ibu Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

0 1 4

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE DANPERILAKU IBU MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dan Perilaku Ibu Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

0 2 12

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENCUCI TANGAN ANAK PRA SEKOLAH DENGAN KEJADIAN DIARE Hubungan Antara Kebiasaan Mencuci Tangan Anak Pra Sekolah Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang Surakarta.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENCUCI TANGAN ANAK PRA SEKOLAH DENGAN KEJADIAN DIARE Hubungan Antara Kebiasaan Mencuci Tangan Anak Pra Sekolah Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang Surakarta.

0 3 13

PERILAKU MENCUCI TANGAN DAN KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

0 0 12