BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial. Kalimat ini tidak asing lagi untuk didengar dan merupakan satu rangkaian kata yang sering digunakan sebagai upaya
menjelaskan eksistensi manusia. Kalimat tersebut merujuk pada adanya kelekatan antara kehidupan seorang individu dengan individu lainnya. Seorang individu
akan selalu mengembangkan diri, mempelajari, memperbaiki dan melanjutkan kehidupan dengan bantuan individu lain dan lingkungan sekitarnya. Wrightsman
1979 menjelaskan bahwa teman dan cinta adalah aspek yang paling penting dalam hidup, dan proses pengembangan suatu hubungan merupakan suatu tujuan
yang sangat menantang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu hubungan pertemanan adalah hal yang memegang peranan penting dalam hidup
setiap manusia. Ada dasar di dalam diri individu untuk menjalin, mengembangkan dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Sesuatu di dalam diri individu yang mendasari adanya keinginan untuk menjalin hubungan dengan individu lainnya dikenal dengan istilah need for
affiliation kebutuhan afiliasi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Atkinson dalam Martaniah 1984 yang mendefinisikan motif berafiliasi sebagai motif yang mendorong pembentukkan dan pertahanan hubungan yang positif dan
berafeksi dengan orang lain, dengan keinginan untuk disukai dan untuk diterima.
Definisi yang telah diutarakan oleh Atkinson dapat menggambarkan apa yang dimaksud dengan kebutuhan afiliasi. Ia menekankan adanya dorongan di dalam
diri individu yang membentuk upaya menjalin dan mempertahankan suatu hubungan dengan orang lain.
Walaupun kebutuhan ini terdapat pada setiap manusia, terdapat perbedaan besarnya bentuk dorongan yang dimiliki oleh satu individu dengan individu
lainnya. Dinamika ini membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti secara mendalam mengenai kebutuhan afiliasi. Penelitian mengenai aspek kebutuhan
afiliasi ini pertama kali dilatarbelakangi oleh karya Murray mengenai aspek motivasional kepribadian. Para psikolog telah meneliti perbedaan perilaku antara
orang-orang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi dan rendah Baron, 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang tinggi dalam
kebutuhan afiliasinya cenderung menulis lebih banyak surat dan menelepon lokal lebih banyak, tertawa lebih banyak dan secara fisik tetap dekat dengan orang lain,
menginginkan kencan lebih banyak setiap minggunya dan lebih mungkin untuk terlibat secara emosional dalam suatu hubungan daripada individu yang rendah
dalam kebutuhan afiliasinya.
Penelitian di atas menyatakan adanya berbagai media yang digunakan oleh individu untuk menyalurkan kebutuhan afiliasi. Mereka menggunakan surat,
telepon dan media komunikasi lainnya untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Pada saat ini, perkembangan teknologi telah menyentuh dunia komunikasi
dan menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat mempermudah individu
dalam menjalin komunikasi dengan individu lainnya. Pertanyaan pada riset komunikasi komputer menjadi “Bagaimana menyediakan suatu jasa komunikasi
melewati jaringan-jaringan yang berbeda yang saling terhubung?” Febrian, 2006. Pertanyaan ini berujung pada munculnya internet sebagai jawaban bidang
teknologi untuk mempermudah komunikasi antar individu.
Internet adalah jaringan komputer dunia yang mengembangkan ARPANET, suatu sistem komunikasi yang terkait dengan pertahanan keamanan
yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Internet memungkinkan hampir semua orang di belahan dunia manapun untuk saling berkomunikasi dengan cepat dan
mudah Severin, 2007.
Perkembangan internet mengalami kemajuan pesat karena mendapat respon positif dari masyarakat. Hingga akhirnya berhasil masuk kedalam pasar
Indonesia pada tahun 1994 Febrian, 2006, internet tidak mengalami kendala yang berarti dalam mengembangkan sayapnya. Pada tahun 2004, internet telah
memiliki 10 juta pengguna di Indonesia Febrian, 2006.
Fakta adanya penerimaan masyarakat terhadap internet ini membuat para ahli berusaha menciptakan program yang lebih canggih dan lengkap sebagai
mediator komunikasi antar individu. Situs pertemanan mulai muncul kepermukaan sebagai situs yang menawarkan pola hubungan sosial dengan bentuk
komunikasi yang dipermudah. Berbagai upaya untuk memperbaiki dan melengkapi situs yang telah ada dilakukan. Salah satu diantaranya dilakukan oleh
Mark Zuckerberg, penemu Facebook.
Facebook merupakan suatu jejaring sosial yang menghubungkan orang dengan teman dan relasinya. Sebagaimana situs pertemanan lainnya, Facebook
juga memiliki tujuan utama untuk membantu individu menjaga hubungan baik dengan teman dan relasi. Selain itu, Facebook memberi peluang bagi individu
untuk menghidupkan kembali hubungan dengan teman-teman lama Kurniali, 2009.
Tetapi, Zuckerberg tidak berhenti sampai disini. Ia terus memiliki banyak tujuan yang ingin dicapai melalui Facebook selain hanya sebagai media yang
mempermudah individu untuk menjalin komunikasi. Ia terus mengembangkan fungsi Facebook dengan penyediaan aplikasi-aplikasi yang menarik. Aplikasi ini
memanjakan individu dengan berbagai tawaran yang menyangkut dunia sosial. Beberapa aplikasi yang tersedia seperti “poke friends” menyentuh teman,
message pesan, discuss group, status, komentar, aplikasi “People I love”, “Hug
friends ” menjadikan Facebook sebagai miniatur kehidupan sosial manusia.
Kehadiran Facebook dapat menjadi pilihan bagi individu dalam memenuhi kebutuhan afiliasinya. Begitu banyak individu yang tertarik di dalamnya hingga
akhirnya mengalami kecanduan addiction.
Kecanduan Facebook Facebook addiction merujuk pada perilaku yang berulang dalam hal ini menggunakan Facebook yang tidak baik bagi kesehatan
atau dapat merusak diri yang sulit dihindari oleh individu Yee, 2002. Hal ini terlihat dengan banyaknya waktu yang dibuang untuk menggunakan Facebook,
munculnya banyak kasus yang terkait dengan Facebook, hingga kesulitan individu untuk menghindari pengecekan Facebook.
Fenomena ini menarik perhatian para peneliti. Salah satunya adalah Rob Bedi. Ia menyatakan bahwa kecanduan internet telah menjadi hal yang biasa di
wilayah kampus universitas. Didukung dengan adanya free internet acces, tugas- tugas yang berbasis web dan tidak terstrukturnya pembatasan waktu yang ada
Pope, 2008
Selain itu, salah satu artikel mengenai Facebook Admin, 2009 menuliskan bahwa berdasarkan laporan terbaru The Daily Mail, Facebook
memicu seseorang untuk melakukan isolasi sosial. Ketika seorang individu mengalami kecanduan terhadap Facebook, ia akan lebih banyak menggunakan
waktu untuk bermain Facebook daripada melakukan interaksi atau hubungan sosial dengan orang lain di dunia nyata. Kondisi ini membuat individu
menghindari social gathering dan pertemuan dengan orang lain. Penemuan di atas memunculkan suatu pertanyaan mengenai bagaimana keterkaitan antara Facebook
dengan hubungan sosial individu. ketika individu mengalami kecanduan terhadap Facebook, akankah fungsi sebagai mediator untuk menjalin dan menjaga
hubungan antar individu sebagai penyebabnya? Apakah kebutuhan dasar dalam diri individu untuk selalu berhubungan dengan orang lain berkaitan dengan
munculnya perilaku kecanduan ini ?
Berbagai pertanyaan di atas mendasari keinginan peneliti untuk mencari keterkaitan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan Facebook. Selain itu
Beberapa penelitian terdahulu menjadi pembelajaran awal bagi peneliti untuk menentukan aspek psikologis apa yang tepat digandengkan dengan fenomena
“demam Facebook” yang banyak menjalar di Indonesia.
Sebagai suatu isu baru di Indonesia, penelitian mengenai Facebook akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat umum dan bagi ilmu
pengetahuan. Dengan berpegangan pada berbagai alasan di atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan kebutuhan afiliasi dengan
kecanduan Facebook” yang akan dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.2. Identifikasi Masalah