7 dikarenakan perbedaan pada komposisi asam amino, daya cerna, dan ketersediaan
dari protein yang telah dicerna Jeon dan Ikins, 1994. Agar dapat diserap, protein harus dipecah menjadi asam amino atau peptida kecil produk hasil pencernaan
protein yang tersusun dari dua atau tiga asam amino Eschleman, 1984.
2.1.1 Asam Amino
Protein tersusun atas unit-unit individual asam-asam amino. Setiap asam amino memiliki gugus amin NH
2
pada salah satu dari atom karbon pusat dan sisi lainnya merupakan gugus asam COOH. Di dalam makanan ada 20 jenis
asam amino yang berbeda, masing-masing memiliki struktur dasar yang sama, yang membedakan hanyalah gugus R pada salah satu sisinya Forsythe, 1995.
Jika R adalah hidrogen, maka asam amino tersebut adalah glisin, jika R adalah gugus metil -CH
3
, maka asam amino tersebut adalah alanin Wardlaw, dkk., 2004. Struktur dasar asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.1.
H NH
2
-C- COOH R
Gambar 2.1 Struktur Dasar Asam Amino Forysthe, 1995
Tubuh memerlukan 20 jenis asam amino yang terdiri dari 11 asam amino non-esensial dan 9 asam amino esensial. Asam amino non-esensial adalah asam
amino yang dapat disintesis tubuh yang sehat dalam jumlah yang cukup, sedangkan asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh dalam jumlah yang cukup sehingga harus terdapat dalam diet. Asam amino sistin disintesis dari metionin di dalam tubuh, sedangkan tirosin disintesis
dari fenilalanin. Metionin dan fenilalanin merupakan asam amino esensial
8 sehingga sistin dan tirosin harus dibentuk melalui asam amino esensial atau
langsung diperoleh dalam makanan. Oleh karena itu, sistin dan tirosin disebut sebagai asam amino semi-esensial. Dalam beberapa status kesehatan seperti pada
bayi atau orang dewasa dengan luka trauma, asam amino lain juga dapat digolongkan sebagai asam amino esensial Wardlaw, dkk., 2004. Klasifikasi
asam amino dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Asam Amino
Asam Amino Esensial Asam Amino Semi
Esensial Asam Amino Non-
Esensial Histidin
Isoleusin Leusin
Lisin Metionin
Fenilalanin Treonin
Triptofan Valin
Arginin Sistin
Glutamin Glisin
Prolin Tirosin
Alanin Asparagin
Asam aspartat Asam glutamat
Serin
Sumber: Wardlaw, dkk. 2004.
2.1.2 Struktur Protein
Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugus karboksil asam amino yang satu dengan gugus amino dari asam
amino yang lain, sehingga terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida ini merupakan ikatan tingkat primer. Dua molekul asam amino yang
saling diikatkan dengan cara demikian disebut ikatan dipeptida. Bila tiga molekul asam amino, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut polipeptida.
Polipeptida yang hanya terdiri dari beberapa molekul asam amino disebut oligopeptida. Molekul protein adalah suatu polipeptida, dimana sejumlah asam-
asam amino saling dipertautkan dengan ikatan peptida tersebut Sediaoetama, 2010.
9 Di dalam gugus sisa molekul R, mungkin terdapat gugus reaktif lain yang
dapat saling mengikat, seperti gugus karboksil pada asam amino yang bersifat asam, gugus amino pada asam amino yang bersifat basa, dan gugus sulfihidril
SH pada asam amino sulfur metionin, sistein. Gugus reaktif ini jika saling bereaksi membentuk struktur melilit seperti selenoid perspiral. Gaya-gaya ikatan
jenis kedua ini menimbulkan struktur sekunder pada molekul polipeptida, yang berbentuk gelang, cincin atau melilit seperti selenoid. Jadi setelah terjadi struktur
primer dalam bentuk rantai panjang polipeptida, ikatan-ikatan sekunder menimbulkan struktur tambahan yang diberi nama struktur sekunder
Sediaoetama, 2010. Disamping gaya sekunder, terdapat lagi gaya-gaya tersier yang disebabkan
oleh gugus reaktif yang lebih lemah, yaitu gugus yang mengandung muatan listrik dan gaya tarik Vanderwaals. Gaya-gaya tingkat tiga ini dapat menyebabkan lagi
tambahan bentuk stereometrik di dalam ruang, sehingga molekul polipeptida mendapat bentuk yang lebih kompleks lagi dalam ruang, misalnya bentuk global
bola, bentuk lonjong, dan bentuk stereometrik lainnya. Gaya-gaya terakhir ini disebut gaya tingkat tiga dan menyebabkan struktur protein tingkat tiga
Sediaoetama, 2010. Struktur kuaterner adalah istilah yang dipakai untuk protein yang
mengandung dua atau lebih rantai polipeptida, dan mengacu pada cara rantai- rantai tersebut yang saling bertautan. Faktor utama yang menstabilkan struktur
kuaterner adalah interaksi hidrofobik Brown dan Rogers, 1980. Struktur primer, sekunder, tertier, dan kuaterner protein dapat dilihat pada Gambar 2.2.
10
2.1.3 Denaturasi Protein