Metode Spektrofotometri Analisis Protein

27 Tabel 2.2 Faktor Konversi untuk Berbagai Macam Bahan Sumber protein Faktor Konversi Produk hewani Gelatin Telur dan daging Susu 5,55 6,25 6,38 Padi-padian dan sereal Jali, jawawut, gandum, gandum hitam Beras Jagung dan sorgum 5,83 5,95 6,25 Kacang-kacangan legumes Biji jarak Kacang tanah Kacang kedelai 5,30 5,46 5,71 Kacang-kacangan nuts Kacang almond Kacang mete, kastanye, kelapa, kemiri, kacang pinus, kacang pistasi, dan kenari 5,18 5,30 Sumber: Jeon dan Ikins 1994. Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih lama minimal 2 jam untuk menyelesaikannya, presisi yang lemah, pereaksi yang digunakan korosif Chang, 1998.

2.5.2 Metode Spektrofotometri

Penentuan kadar protein dengan menggunakan instrumen dibagi menjadi dua yaitu: 1 metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm dan 2 metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu Simonian, 2005. 28 1. Metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm digunakan untuk menghitung konsentrasi protein dengan terlebih dahulu distandarisasi dengan protein standar. Metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan dan sederhana, cocok untuk larutan protein yang telah dimurnikan. Penetapannya berdasarkan absorbansi sinar ultraviolet oleh asam amino triptopan, tirosin dan ikatan disulfida sistein yang menyerap kuat pada panjang gelombang tersebut, terutama panjang gelombang 280 nm Simonian, 2005. Keuntungan metode ini adalah waktu yang diperlukan untuk analisis cepat, memiliki sensitifitas yang baik, tidak ada gangguan dari ion ammonium dan garam-garam buffer, larutan sampel masih dapat digunakan untuk analisis lain selain analisis protein. Kerugian metode ini adalah asam nukleat juga memiliki absorbansi yang kuat pada panjang gelombang 280 nm, susunan asam amino aromatis dapat bervariasi untuk setiap sampel protein, larutan protein harus benar-benar jernih dan tidak berwarna ataupun keruh Chang, 1998. 2. Metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu a. Pereaksi Biuret Prinsip penetapan protein metode Biuret adalah pada kondisi basa, Cu 2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida -CO-NH- suatu protein menghasilkan warna ungu, sehingga kadar protein sampel dapat ditetapkan dengan spektrofotometer Estiasih, dkk., 2012. Pemilihan protein standar dapat menyebabkan kesalahan fatal dalam analisis, standar yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Untuk analisis protein secara umum, standar Bovine Serum Albumin BSA 29 merupakan pilihan yang baik untuk analisis protein karena memiliki kemurnian yang tinggi, dan harganya tidak terlalu mahal. Selain itu, Bovine Gamma Globulin BGG juga merupakan pilihan yang baik bila akan digunakan untuk analisis kadar protein immunoglobulin dalam tubuh, karena BGG memberikan warna dan kurva yang sangat mirip dengan Immunoglobulin G Ig G. Asam amino tunggal dan dipeptida tidak akan memberikan reaksi dengan Biuret, akan tetapi tripeptida dan polipeptida akan membentuk kompleks chelat. Satu ion Cu 2+ akan bereaksi dengan empat sampai enam ikatan peptida Krohn, 2005. Reaksi protein dengan pereaksi Biuret dapat dilihat pada Gambar 2.5. Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasi warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa yang berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari sumber non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan Lowry, absorbansinya dapat dipengaruhi oleh asam empedu, konsentrasi garam Protein + Cu 2+ Gambar 2.5 Reaksi Protein dengan Pereaksi Biuret Krohn, 2005 Komplek s Cu 2+ 30 ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna untuk beberapa protein tertentu, bila bahan mengandung lemak dan karbohidrat yang sangat tinggi dapat menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak dapat ditembus cahaya UV, dan karena metode ini bukan merupakan metode absolut sehingga absorpsi warnanya perlu terlebih dahulu distandarisasi terhadap protein murni seperti Bovine Serum Albumin BSA Chang, 1998. b. Pereaksi Lowry Pada tahun 1951, Oliver H. Lowry memperkenalkan penggunaan pereaksi ini yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Biuret. Metode ini diakui cukup sensitif untuk menentukan konsentrasi total protein Krohn, 2005. Metode Lowry menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau fenol asam fosfomolibdat-fosfotungstat oleh residu tirosin dan triptofan dalam protein. Warna kebiruan yang terbentuk dibaca pada panjang gelombang 750 nm sensitivitas tinggi untuk konsentrasi protein tinggi atau 500 nm mempunyai sensitivitas rendah untuk konsentrasi protein tinggi Chang, 1998. Reaksi protein dengan pereaksi Lowry dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Reaksi Protein dengan Pereaksi Lowry Krohn, 2005 Ikatan peptida Kompleks Cu 2+ 31 Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah 50-100 kali lebih sensitif daripada metode biuret, 10-20 kali lebih sensitif daripada metode absorpsi UV pada 280 nm, kurang terganggu oleh turbiditas sampel, lebih spesifik daripada metode lainnya, sederhana, dapat diselesaikan dalam 1 – 1,5 jam. Kerugian analisis dengan pereaksi Lowry adalah variasi warnanya yang lebih banyak dibanding dengan pereaksi Biuret, warna yang terbentuk tidak secara tepat menggambarkan konsentrasi protein, reaksinya sangat dipengaruhi oleh senyawa- senyawa pengganggu seperti glukosa, lemak, garam buffer fosfat, senyawa- senyawa yang mengandung amin, gula pereduksi, garam ammonium dalam konsentrasi tinggi dan senyawa sulfhidril Chang, 1998. c. Pereaksi Bradford Pada tahun 1976, Marion Bradford memperkenalkan penggunaan pereaksi Coomassive Blue untuk penetapan secara kuantitatif konsentrasi total protein Krohn, 2005. Coomasive Blue ini akan berikatan dengan protein, warna akan berubah dari kemerahan menjadi kebiruan, dan absorpsi maksimum dari warna akan berubah dari 465 nm menjadi 595 nm Chang, 1998. Reaksi protein dengan pereaksi Bradford dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7. Reaksi Protein dengan Pereaksi Bradford Krohn, 2005 Protein Kompleks protein-zat warna 32 Keuntungan analisis dengan pereaksi Bradford adalah cepat reaksi hanya berlangsung selama 2 menit, reprodusibel, sensitif, tidak mengalami gangguan oleh ammonium sulfat, polifenol, karbohidrat atau kation-kation seperti K + , Na + , dan Mg 2+ . Kerugiannya adalah analisis ini terganggu oleh adanya deterjen nonionik dan ionik, kompleks warna-protein dapat bereaksi dengan kuvet kuarsa harus menggunakan kuvet kaca atau plastik, warna berbeda tergantung pada jenis protein sehingga protein standar harus dipilih dengan hati-hati Chang, 1998.

2.5.3 Metode Titrasi Formol