Bab II berisikan ulasan tentang konsep transendensi Kant dan Heidegger yang dilanjutkan dengan tinjauan umum tentang destruksi Heidegger atas filsafat
Kant. Bab III menguraikan isi dari destruksi Heidegger atas doktrin skematisme
Kant. Saya menguraikannya dengan cara melihat hubungan antara imajinasi transendental, rasio murni dan intuisi murni, di mana imajinasi transendental
ditekankan sebagai faktor esensial dalam pembentukan transendensi atau sintesis murni. Dalam bab ini saya juga memasukkan beberapa konsekuensi dari
destruksi Heidegger atas Kant, di samping tesis destruktif Heidegger lainnya yang menurut saya cukup penting untuk dibahas, yaitu, ide keterbatasan.
Bab IV adalah bagian penutup yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II GAGASAN TRANSENDENSI
DALAM KANT DAN HEIDEGGER DAN PEMBACAAN DESTRUKTIF ATAS “CRITIQUE”
∗
Titik singgung pemikiran Immanuel Kant dan Martin Heidegger dapat ditemukan dalam gagasan transendensi. Sebagaimana telah disinggung, kata
transendensi merujuk pada kemampuan manusia “melampaui” transcend kenyataan faktual atau apa yang kita sebut sebagai “kesan-kesan” inderawi
impressions.
1
Baik Kant atau pun Heidegger berusaha mengungkapkan gejala transendensi dengan pendekatannya masing-masing. Kant mengemukakan
gagasan transendensinya dalam perspektif hubungan representatif subjek-objek; objek dikenali oleh subjek ketika objek dalam wujudnya berupa kesan-kesan
impressions dihadirkan pada subjek untuk dideterminasi. Aspek determinasi dalam proses representasi ini menurut Kant berciri transendental, karena di
dalamnya terdapat prinsip-prinsip normatif atau keniscayaan necessity yang tidak memiliki sumbernya pada pengalaman akan kesan-kesan, melainkan
“melampaui”-nya transcend. Heidegger sementara itu membangun gagasan transendensinya dalam perspektif pemahaman-Ada. Dia melakukan analisisnya
dalam dua cara: analisis eksistensial dan destruksi sejarah ontologi. Yang pertama berusaha memeriksa fenomena ketersingkapan Ada pemahaman Ada. Yang
∗
Dalam skripsi ini saya, “Critique of Pure Reason” ditulis singkat menjadi “Critique” sementara “Kant and the Problem of Metaphysics” ditulis singkat menjadi “Kant and the
Problem”.
1
Tentang arti transendensi, lihat dalam Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996, h. 1118-1122. Transendensi berasal dari kata trans yang berarti seberang, atas,
melampaui, dan scandere memanjat. Bandingkan dengan kata eksistensi yang berarti “tampil keluar” ex-sistere: ex: keluar, sistere: tampil yang dalam tradisi filsafat sering disejajarkan
dengan momen aktualitas. Ibid., h. 183-184
kedua destruksi adalah sejenis pembacaan yang menelisik impuls-impuls implisit dalam sebuah teks filosofis. Dengan pembacaan ini, Heidegger
memperlihatkan ketakterhindaran gagasan pemahaman Ada dalam teks yang didestruksi dan, karenanya, analisis eksistensial menjadi sesuatu yang tak
terhindarkan juga. Baik Kant atau pun Heidegger tumbuh dalam suasana pemikiran di mana
paradigma-paradigma sains mulai diyakini dan metafisika, sebagai disiplin yang dulu pernah begitu akrab dengan doktrin-doktrin gereja, mulai dipertanyakan
keabsahannya sebagai sebuah disiplin. Suasana pemikiran ini menjadi alasan mengapa Heidegger dan Kant meminati tema transendensi dalam filsafatnya.
Heidegger, juga Kant, sepakat akan ketidakmungkinan metafisika ditegakkan sebagai disiplin ilmiah. Namun demikian, menurut mereka, setiap pertanyaan
metafisis kosmologis, psikologis, teologis merupakan kecenderungan alamiah natural propensity yang merujuk pada struktur transendensi; struktur yang
bukan hanya menjadi dasar bagi munculnya pertanyaan-pertanyaan metafisis, melainkan juga merupakan faktor konstitutif bagi mungkinnya penyelidikan-
penyelidikan ilmiah dan ilmu-ilmu murni seperti matematika. Sains, metafisika dan seluruh bentuk pengetahuan atau pemahaman manusia, menurut Kant dan
Heidegger, mengandaikan semacam kapasitas transendental. Dalam dua bagian pertama dari bab ini, saya akan menjelaskan secara
garis besar bagaimana gagasan transendensi dikemukakan oleh Kant dan Heidegger. Selanjutnya, ulasan bab diakhiri dengan penjelasan tentang tesis-tesis
dasar dalam pembacaan destruktif Heidegger atas konsep transendensi Kant, yang, sebagaima akan kita lihat, bermuara di sekitar doktrin skematisme.