Representasi Waktu dalam Tiga Horizon Waktu: Imajinasi Transendental sebagai Asal Mula Waktu

Kant sendiri dalam “Critique” ketika dia mengatakan bahwa dalam setiap momen suksesif waktu, selalu terjadi sintesis di dalamnya. Dengan suksesi waktu Kant memahaminya sebagai suksesi waktu “sekarang”, yaitu sekarang yang sedang berlangsung, sekarang yang telah berlalu, dan sekarang yang mungkin terjadi. 8 Dengan kata lain, Kant menggambarkan waktu sebagai titik-titik waktu “sekarang” yang muncul bergantian sequence of nows. Selanjutnya, menurut Kant, masing-masing waktu “sekarang” adalah horizon waktu bagi tiga jenis sintesis empiris: sintesis aprehensi, sintesis reproduksi dan sintesis rekognisi. Sebagai sintesis empiris, modus-modus sintesis ini adalah “penghadiran” dengan cara “menyatukan”. Apa yang disatukan adalah sesuatu yang berasal dari objek berupa data-data inderawi partikular yang senantiasa “berada dalam waktu” within time—berada dalam horizon waktu sekarang yang berbeda-beda. Sintesis aprehensi, misalnya, mensintesiskan data-data objek di waktu sekarang yang sedang berlangsung; sintesis reproduksi mensintesiskan partikularitas data-data inderawi yang hadir di waktu sekarang yang telah berlalu; sintesis rekognisi mensintesiskan partikularitas data-data inderawi yang hadir di waktu sekarang yang akan datang belum terealisasi namun mungkin terealisasi. 9 Sintesis aprehensi adalah sintesis penghadiran presenting. Sintesis reproduksi adalah sintesis ingatan recollecting. Sintesis rekognisi adalah sintesis harapan atau antisipasi anticipating. Ketiga sintesis ini menurut Heidegger saling mengandaikan satu sama lain karena terbentuknya pengetahuan adalah terbentuknya sintesis tiga jenis representasi sintetis ini. Sintesis aprehensi tidak 8 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 124-131 9 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 125-128 mungkin terjadi tanpa adanya sintesis reproduksi; menghadirkan objek yang hadir di waktu sekarang selalu mengandaikan penghadiran objek tersebut sebagai objek yang pernah ada di waktu lalu sekarang yang telah berlalu. 10 Tanpa menghadirkan kembali baca: mengingat masa “lalu” objek, sintesis aprehensi akan selalu gagal karena objek “sekarang” tidak dapat dibandingkan dengan masa lalunya sehingga tidak dapat dikenali identified sebagai objek yang hadir “sekarang”. 11 Namun demikian, sintesis ingatan recollection hanya mungkin jika dalam sintesis terjadi antisipasi anticipating. Dengan kata lain, ketika subjek mensintesiskan data-data pengalaman, dalam peristiwa itu mesti terjadi antisipasi dalam hal manakah dari data-data yang disintesiskan tersebut memiliki kemungkinan untuk hadir kembali. Data-data yang memiliki kemungkinan untuk hadir kembali itu selanjutnya dipertahankan atau diingat recollected dalam proses antisipasi yang dengan demikian memungkinkan data-data yang diingat itu dibandingkan dengan objek “sekarang”. Antisipasi memungkinkankan adanya ingatan, yang dengannya penghadiran juga menjadi mungkin. Karena itu, menurut Heidegger, masa depan sebagai antisipasi memiliki kedudukan primer karena ia merupakan kondisi ultim bagi pembentukan dua modus waktu lainnya dulu dan sekarang. 12 Dalam pembacaan Heidegger, pengandaian tentang keniscayaan imajinasi transendental dalam tiga modus sintesis ini bertolak dari kenyataan bahwa sintesis empiris selalu terkondisikan dalam sintesis murni dan bahwa setiap sintesis selalu 10 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 125-128 11 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 128-132 12 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 131 meniscayakan adanya kerja imajinasi. Menurut Heidegger, bertolak dari argumentasi Kant, sintesis empiris terbentuk oleh imajinasi empiris, sementara sintesis murni terbentuk oleh imajinasi transendental. Karena itu, sebagaimana sintesis empiris selalu mengandaikan sintesis murni, demikian halnya imajnasi empiris selalu mengandaikan imajinasi transendental. Ketiga jenis sintesis empiris di atas sebagai produk imajinasi empiris dengan demikian mengandaikan tiga jenis sintesis murni yang dibentuk oleh imajinasi transendental. Tetapi apakah yang direpresentasikan dalam tiga jenis sintesis murni tersebut? Pada level murninya, masing-masing sintesis tidak menghadirkan objek menurut ciri waktunya, melainkan waktu itu sendiri. Demikian misalnya, sintesis aprehensi pada level “murni”-nya tidak menghadirkan objek yang hadir di waktu “sekarang”, tetapi menghadirkan waktu “sekarang” itu sendiri. Sintesis “murni” reproduksi tidak menghadirkan objek yang pernah hadir di waktu “lalu”, tetapi waktu “lalu” itu sendiri dalam kaitannya dengan waktu “sekarang”. Demikian halnya, sintesis “murni” rekognisi bukan menghadirkan kemungkinan objek di masa “depan”, tetapi masa “depan” itu sendiri sebagai antisipasi kemungkinan- kemungkinan. Ketiga sintesis murni di atas, yang menghadirkan tiga horizon waktu, adalah produk imajinasi transendental dan dalam arti inilah menurut Heidegger imajinasi transendental dipahami sebagai “asal mula” waktu. 13 2. Representasi Waktu sebagai Keseluruhan: Waktu sebagai Dasar bagi Imajinasi Transendental Temporalitas Berdasarkan uraian di atas, imajinasi transendental menghadirkan waktu melalui pembentukan tiga jenis sintesis murni aprehensi murni, reproduksi 13 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 123-125 murni, dan rekognisi murni yang masing-masing menghadirkan tiga horizon waktu yang berbeda “sekarang”, “masa lalu”, dan “masa depan”. Tetapi pengetahuan adalah tersintesiskannya tiga horizon waktu sehingga pertanyaan Heidegger adalah “apakah yang memungkinkan sintesis tiga horizon waktu tersebut? 14 Heidegger dalam Kant and the Problem memperlihatkan bahwa tiga horizon waktu di atas sebenarnya merujuk pada horizon waktu yang satu dan sama one and same. “Sekarang”, “masa lalu”, atau “masa depan” adalah tiga ekspresi dari waktu yang sama. Pandangan ini didasarkan pada tesis Kant sendiri bahwa waktu selalu direpresentasikan sebagai keseluruhan. Perbedaan waktu tidak lain adalah pembatasan limitation atas keseluruhan waktu sebagai efek dari proses representasi yang berciri suksesif. 15 Dengan demikian, menurut Heidegger, apa yang memungkinkan imajinasi transendental dapat membentuk tiga horizon waktu dan mensintesiskannya adalah waktu itu sendiri dan atas dasar inilah, menurut Heidegger, waktu dipahami sebagai asal mula imajinasi transendental. 16 Pandangan Heidegger tentang hubungan waktu dan imajinasi transendental ini sepintas tampak tidak konsisten. Namun demikian, uraian Heidegger tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: jika waktu dilihat dalam perbedaannya dulu, sekarang, nanti, maka imajinasi transendental adalah asal mula bagi waktu. Namun, jika waktu dilihat dalam keseluruhannya sebagai representasi keseluruhan, maka waktu adalah asal mula imajinasi transendental. 14 William J Richardson, Heidegger, Through Phenomenology to Thought The Hague: Martinus Nijhoff, 1963, h. 142 15 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 139-140 16 Martin Heidegger, Kant and the Problem of Metaphysics, pen. Richard Taft Bloomington: Indiana University Press, 1997, h. 137 Namun demikian, menurut saya, dengan mengatakan bahwa imajinasi transendental sebagai asal mula waktu, atau, waktu sebagai asal mula transendental, Heidegger sebenarnya tidak sedang mengubah pandangannya. Dia hanya ingin mengatakan bahwa imajinasi transendental itu mewaktu temporal. Dengan pembacaan ini Heidegger sebenarnya hendak memperkenalkan konsep waktu “Being and Time” ke dalam Critique of Pure Reason, yaitu, waktu dalam arti mewaktu time-ing. Heidegger memperkenalkan konsep waktu sebagai gerak dinamis yang menandai proses pemahaman Ada atau pengetahuan murni, yang dalam Kant, diasumsikan sebagai “produk” imajinasi transendental. Karena itu, mengatakan bahwa imajinasi transendental itu mewaktu temporal sama dengan mengatakan bahwa transendensi sebagai pemahaman Ada itu terbentuk dalam horizon waktu; memiliki karakter waktu. Pandangan ini tak diragukan lagi merupakan pandangan yang khas “Being and Time” di mana Heidegger memperlihatkan kaitan antara Ada Being dengan waktu Time. 17

B. IMAJINASI TRANSENDENTAL DAN KEDUDUKAN RASIO DALAM DESTRUKSI HEIDEGGER

Kita telah mendiskusikan bagaimana sifat intuitif imajinasi determinasi waktu oleh imajinasi diradikalkan oleh Heidegger sebagai sifat temporal sifat mewaktu imajinasi, yang karenanya juga merekonstruksi konsep waktu Kant. Masalah selanjutnya adalah: Bagaimanakah Heidegger meradikalkan karakter intelektual dari imajinasi? Dan konsekuensi apakah yang lahir dari pembacaan ulang atas rasio dalam kaitannya dengan imajinasi transendental? 17 Martin Heidegger, Being and Time, pen. Joan Stambaugh Albany: State University of New York, 1996, h. 15 Pemikiran Heidegger dalam “Kant and the Problem” adalah pemikiran Kant yang dibaca dari perspektif terbalik. Dalam “Critique” Kant mengemukakan gagasan imajinasi melalui pendekatan rasio dan intuisi; sebaliknya, dalam “Kant and the Problem” Heidegger justru berusaha melihat rasio murni dan intuisi murni dari titik tolak imajinasi transendental. Pembacaan ini dilakukan karena menurut Heidegger, imajinasi transendental itu adalah pusat transendensi centre for transcendence; fakultas yang memungkinkan sintesis murni melalui pembentukan skema transendental esensi sintesis murni. Menganalisis rasio murni dan intuisi murni dari titik tolak imajinasi transendental, karenanya, berarti melihat bagaimana dua fakultas pengetahuan tersebut rasio dan intuisi terpusat pada imajinasi transendental. 18 Dalam pembacaan Heidegger, imajinasi sebagai esensi sintesis murni atau sebagai pusat transendensi menunjukkan bahwa konsep-konsep murni yang dihasilkan rasio murni memiliki dasarnya pada imajinasi transendental, sebagaimana waktu memiliki dasarnya pada imajinasi transendental. Alasannya terletak dalam pembacaan Heidegger atas konsep skema Kant: Heidegger sepakat dengan Kant bahwa skema merupakan bentuk representasi sintetis intuisi-rasio. Heidegger bahkan mempertegas bahwa apa yang direpresentasikan dalam skema bukanlah sesuatu yang dapat dianalisa atau digambarkan dengan pendekatan rasio-intuisi. Terandaikannya skema bagi Heidegger menunjukkan bahwa representasi yang tampil dalam kesadaran subjek bukanlah representasi rasio konsep-konsep atau pun representasi intuisi. Kant sendiri mengakui bahwa kita tidak pernah dapat mengetahui bagaimana skema itu 18 William J Richardson, Heidegger, Through Phenomenology to Thought The Hague: Martinus Nijhoff, 1963, h. 137