1788, Critique of Judgment 1790, Religion Within the Limits of Reason Alone 1793, Toward Eternal Peace 1795, dan Metaphysics of Morals 1797.
4
Sejak awal karir pemikirannya atau dalam karya-karya yang ditulisnya, amat jelas bahwa Kant memiliki perhatian yang sangat besar terhadap metafisika.
Minat ini kenyataannya mencirikan suasana pemikiran Jerman abad delapan belas, di mana metafisika mulai dipertanyakan dan berusaha diperbarui, fondasinya dan
nilai pengetahuannya.
5
Terbitnya Critique of Pure Reason karenanya penting dilihat sebagai ikhtiar Kant mengklarifikasi problem-problem metafisika yang
muncul pada zamannya, di samping problem-problem pengetahuan secara umum.
2. “Kritik Rasio Murni” sebagai Filsafat Transendental
Umum diakui bahwa “Critique of Pure Reason” adalah karya monumental Kant yang menjelaskan posisi pemikirannya yang orisinal. Sebagaimana
tergambarkan dalam judulnya, “Critique of Pure Reason” bermaksud menelisik perihal rasio. Ulasan tersebut oleh Kant disebut “kritik” karena Kant bermaksud
menentukan batas-batas kemampuan rasio.
6
Kant membedakan antara kritik rasio dengan penggunaan dogmatis dogmatic employment rasio.
7
Dengan penggunaan dogmatis rasio Kant merujuk pada penyelidikan-penyelidikan metafisika pada
zamannya, di mana rasio dipaksa untuk menerka-nerka random groping wilyah- wilayah di luar pengalaman supersensible realm. Dalam arti ini, kritik rasio
bukan sejenis metafisika dalam “pengertiannya yang tradisional” karena rasio
4
Walter Kaufmann Forrest E. Baird ed., Modern Philosophy, Pilosophic Classics, 2
nd
Edition, Volume III, New Jersey: Prentice Hall, 1997, h. 477
5
Paul Guyer ed., The Cambridge Companion to Kant Cambridge: Cambridge University Press, h. 1996
28-29
6
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, pen. Norman Kemp Smith New York: St Martin Press, 1964, h. 59
7
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, pen. Norman Kemp Smith New York: St Martin Press, 1964, h. 57
dalam “Kritik Rasio Murni” tidak digunakan untuk berspekulasi tentang wilayah- wilayah di seberang fenomena atau penampakan melainkan untuk melihat dirinya
sebagai fakultas pengetahuan yang berisikan prinsip-prinsip atau konsep-konsep a priori. Dalam kritik rasio murni, rasio digunakan untuk melihat rasio itu sendiri
dengan cara menganalisis cara kerjanya, pembentukan konsep-konsepnya dan hubungannya dengan pengalaman.
“Kritik Rasio Murni” oleh Kant disebut juga filsafat transendental di mana “transendental” berarti “tidak membicarakan objek” melainkan “cara”.
8
Dalam “Kritik Rasio Murni”, Kant tidak membicarakan “objek-objek” pengetahuan mis,
organ-organ tubuh, struktur materi, gerak benda, sifat-sifat cahaya, dan sebagainya melainkan “cara” bagaimana objek-objek tersebut “diketahui” oleh
subjek. Menurut Kant, cara subjek mengetahui objek adalah dengan merepresentasikannya. Representasi terjadi melalui intuisi dan rasio dan
pengetahuan adalah representasi “sintetis” keduanya. Representasi intuisi adalah representasi data-data pengalaman kepada subjek secara langsung immediate
representation—subjek berhubungan langsung dengan objek-objek
pengalaman—sementara representasi rasio adalah representasi determinatif atas data-data yang dihadirkan intuisi untuk membentuk konsep-konsep—karenanya
disebut representasi tak langsung mediate representation. Sintesis, sementara itu, berarti momen diterapkannya konsep-konsep rasio pada objek-objek yang
diintuisi. Sebagai filsafat transendental, apa yang menjadi perhatian Kant dalam “Critique”-nya adalah problem sintesis murni atau sintesis a priori
∗
, yaitu, sintesis
8
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, pen. Norman Kemp Smith New York: St Martin Press, 1964, h. 59
∗
A priori berati “mendahului pengalaman” sementara “murni” berarti “tidak didapat dari pengalaman”. Dalam skripsi ini, dua istilah tersebut akan sering dipertukarkan dengan maksud