Beberapa Aspek Mengenai Letter of Credit

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK MENGENAI PEMBAYARAN LETTER OF CREDIT DALAM HAL TERJADINYA PELANGGARAN PRINSIP FIDUCIARY DUTY

A. Beberapa Aspek Mengenai Letter of Credit

1. Pengertian Letter of Credit Ada beberapa pengertian Letter of Credit LC yang dapat ditemui dari beberapa literatur. Kartono mengatakan LC adalah suatu alat atau surat yang dikeluarkan oleh suatu bank atas permintaan dan atas beban si pembeli. Dengan LC itu bank tersebut menyetujui, bahwa wesel-wesel si penjual dapat menarik atas bank itu atau bank lainnya yang ditunjuk dalam LC dan bahwa wesel-wesel tersebut jika memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam LC-nya akan dibayar sebagaimana mestinya dengan akseptasi danatau pembayaran yang terakhir ini bergantung kepada jenis-jenis wesel yang ditentukan dalam LC yaitu apakah wesel-wesel itu adalah “time bills of exchange” atau “bill of exchange payable on demand”. 162 Soepriyo Andhibroto memaknai LC berdasarkan definisi-definis yang formulasinya berbeda akan tetapi masing-masing memiliki makna yang sama yaitu merupakan suatu perjanjian bank dengan memberikan suatu bentuk pengamanan untuk semua pihak yang bersangkutan dengan transaksi tersebut kemudian menjamin pembayaran yang disediakkan apabila syarat-syarat dan kondisi-kondisi dalam LC 162 Kartono, Komentar tentang: Surat Kreditt LC, Letter of Credit, Konosemen BL, Bill of Lading, Wesel BE, Bill of Exchange, Dokumen-dokemn Lainnya, cet. I, Jakarta: Pradnya Paramita, 1980, hal. 9. Universitas Sumatera Utara dipenuhi namun setiap pembayaran yang dilakukan didasarkan pada dokumen semata- mata dan tidak pada barang atau jasa yang bersangkutan. 163 Berikutnya menurut Amir MS selaku penulis dan pedagang mengatakan: Letter of Credit atau biasa disingkat dengan LC adalah surat yang dikeluarkan oleh suatu Bank atau permintaan importir langganan bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberi HAK kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. Seterusnya bank bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir syarat yang tercantum dalam surat itu. 164 Inti dari definisi Amir M.S yaitu bahwa LC merupakan “surat pembayaran”. Hartono Hadisoeprapto menyimpulkan bahwa definisi Letter of Credit itu adalah suatu perintah order yang biasanya dilakukan oleh pembeli atau importir yang ditujukan kepada bank untuk membuka LC agar membayar sejumlah uang kepada penjual atau eksportir. Biasanya sebelum seorang importir membuka LC di suatu bank, si importir telah membuat suatu perjanjian jual beli sales contract terlebih dahulu dengan si penjual eksportir. Berdasarkan kontrak jual beli tersebut si pembeli tadi membuka LC di sebuah bank di mana ia berdomisili. Hal ini dilakukannya tidak lain hanya sebagai alat untuk mempermudah cara pembayaran yang aman kepada si penjual eksportir, apalagi kalau tempat tinggal masing-masing pihak berlainan negara, di samping juga untuk memenuhi isi perjanjian jual beli yang telah diperkuat oleh kedua belah pihak, juga menjadi dasar pembukaan LC tersebut. 165 LC ini juga dapat juga 163 Soepriyono Andhibroto, Letter of Credit dalam Teori dan Praktek, edisi revisi Semarang: Dahara Prize, 1997, hal. 41. 164 Amir M.S, Letter of Credit dalam Bisnis Ekspro Impor, Jakarta: Penerbit PPM, 2003, hal. 1. 165 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen Letter of Credit: Cara Pembayaran dalam Jual Beli Perniagaan, Yogyakarta: Liberti, 1991, hal. 26-27. Universitas Sumatera Utara berfungsi melancarkan arus barang dari daerahnegara surplus ke daerahnegara minus. Sebab dengan adanya LC maka perdagangan menjadi lancar dan mudah dilaksanakan walaupun misalnya antara suatu negara dengan negara lain yang saling mengadakan transaksi perdagangan itu berjauhan. Sehingga barang-barang yang dihasilkan sesuatu negara yang sudah over produksi tidak menumpuk di negara itu dan dapat diekspornya ke luar negeri yang membutuhkannya. 166 Selanjutnya menurut Malayu S.P. Hasibuan LC adalah surat perintah importir dan jaminan Opening Bank untuk membayar weseldraft yang ditarik oleh eksportir atas transaksi tersebut. Dalam hal ini LC berfungsi bagi ‘eksportir, importir, bank, pengangkutan, bea cukai dan asuransi”. Dengan demikian pada saat pembukaan LC semua dokumen yang diperlukan berdasarkan sales contract-nya telah diserahkan. 167 Pendapat Edward G. Hengkelmen tentang LC adalah janji bank untuk membayar eksportir atas nama pembeli sepanjang eksportir mematuhi persyaratan dan kondisi yang ditetapkan dalam LC. LC memberi kedudukan keamanan dan risiko yang hampir sama kepada penjual maupun pembeli. Apabila LC dikeluarkan oleh bank importir, bank tersebut bertanggung jawab untuk membayar atas nama importir. Dengan demikian bank tersebut menjadi perantara kredit antara eksportir dengan importir. Dengan menggunakan LC, eksportir dan importir tidak berkomunikasi langsung. Bank 166 Ibid. 167 Malayu S.P. Hasibuan, Kredit Berdokumen LC dan Lalu Lintas Pembayaran Penunjang Globalisasi Perekonomian, Bandung: Tarsito, 1983, hal. 29. Universitas Sumatera Utara bertindak sebagai sebagai perantara bagi eksportir dan importir. Namun demikian, bank hanya berurusan dengan dokumen barang bukan barangnya itu sendiri. 168 Senada dengan uraian definisi diatas, menurut Ramlan Ginting, pakar hukum LC Indonesa, berpendat bahwa LC adalah janji pasti dari bank penerbit issuing bank untuk membayar sebesar nilai LC kepada penjual seller sebagai beneficiary sepanjang penjual memenuhi persyaratan LC tersebut. 169 Namun sebaliknya, LC bukan merupakan garansi guarantee atau surat berharga yang dapat dipindahtangankan negotiable instrument sebagaimana C.F.G Sunaryati Hartono yang mengatakan bahwa “Secara harfiah LC dapat diterjemahkan sebagai Surat Hutang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya LC lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya suatu pembayaran apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat tertentu.” 170 Selanjutnya Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa “Sebenarnya pengertian Letter of Credit itu sendiri adalah suatu surat perintah membayar kepada seorang atau beberapa orang yang dialamati untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut di dalam surat perintah itu kepada seorang tertentu. Biasanya yang memberi perintah itu adalah suatu Bank dan yang dialami adalah suatu Bank 168 Edward G. Hengkelmen, A Short Course in International Payments terj. Hesti Widyaningrum, Jakarta: Penerbit PPM, 2002, hal. 15. 169 Ramlan Ginting, Metode Pembayaran Perdagangan Internasional, Jakarta: Universitas Trisakti, 2009, hal. 13. Lihat juga Ramlan Ginting, Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, Jakarta: Salemba Empat, 2007, hal. 71. 170 Bandingkan, C.F.G. Sunaryati Hartono sebagaimana dikutip Ramlan Ginting, op.cit., hal. 33. Universitas Sumatera Utara juga...” 171 Inti dari definisi Emmy Pangaribuan Simanjuntak ialah bahwa LC merupakan “surat perintah membayar”. Beliau memandang LC sebagai perintah atau kuasa dari bank penerbit kepada bank pembayar. Agoes Moerjono dari praktisi asuransi dalam bidang pengembangan ekspor mendefinisikan bahwa “LC adalah perikatan antara bank yang menerbitkan LC dengan eksportir yang menerbitkan LC dengan eksportir yang menikmati manfaat LC.” 172 Intinya, Agus Moerjono memandang hakikat LC merupakan suatu perikatan kontrak semata. Berikutnya Bank Indonesia mendefinisikan “LC adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi LC tersebut.” Definisi ini sejalan dengan apa yang tercantum dalam UCP yang menyebutkan bahwa LC adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen misalnya konosemen, faktur, sertifikat asuransi yang sesuai dengan persyaratan LC. 173 Intinya menurut UCP adalah bahwa LC merupakan “janji pembayaran.” Bank penerbit melakukan pembayaran kepada penerima baik langsung ataupun melalui bank lain adalah atas instruksi pemohon yang berjanji membayar kembali kepada bank penerbit. Bank-bank umum di Indonesia dalam praktiknya mengikuti definis menurut UCP. Hal ini dikarenakan dalam masa berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 171 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen: Documentary Credit Opening, Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang FH-UGM,1979, hal. 15. 172 Agoes Moerono, Melangkah Menuju Ekspor: Suatu Petunjuk Praktis Jakarta: IBI, 1993, hlm 283. 173 UCP 600, Artikel 2. Universitas Sumatera Utara 1970 Bank Indonesia mengeluarkan Himpunan Ketentuan-ketentuan Prosedur Lalu Lintas Devisa HKPLLD sebagai ketentuan pelaksana yang mengharuskan LC yang diterima dari luar negeri maupun yang diterbitkan dari Indonesia ke luar negeri tunduk pada UCP yang berlaku yaitu UCP 290 174 yang mulai berlaku 1 Oktober 1975. 2. Dasar Hukum Penggunaan Letter of Credit Ketentuan dasar hukum LC di Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982. Namun ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 yang secara rinci mengatur LC belum ada. Sesuai dengan kenyataan bahwa dalam praktik perbankan Indonesia telah digunakan UCP sebagai ketetntuan LC sejak tahun 1970-an, maka Bank Indonesia mendukung keberadaan praktik tersebut. Bank Indonesia melihat bahwa rasa aman tercipta jika LC tunduk pada UCP. 175 Namun demikian, Herbet A. Getz sarjana Amerika yang banyak dikutip pendapatnya mengatakan bahwa UCP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat force of law. UCP bukan produk hukum legislatif dan juga bukan produk hukum yudikatif. UCP merupakan kompilasi kebiasaan dan praktik internasional mengenai LC, tetapi UCP diberlakukan secara sukarela di lebih 60 negara. Oleh karena itu C.F.G Sunaryati Hartono berpendapat bahwa UCP dapat dikatakan merupakan hukum kebiasaan yang berlaku secara internasional. 176 174 UCP yang berlaku adalah UCP 1974 Revision, ICC Publication No. 290 yang disebut juga UCP 290. 175 Ramlan Ginting, Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, loc.cit, hal. 13. 176 C.F.G. Sunaryati Hartono sebagaimana dikutip Ramlan Ginting, op.cit., hal. 40. Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 2634ULN tanggal 17 Desember 1993 mengatur bahwa LC yang diterbitkan bank devisa bank umum boleh tunduk atau tidak pada UCP. Bank Indonesia secara yuridis formal memberikan kebebasan kepada bank devisa di Indonesia untuk menentukan sikap. Isi Surat Edaran Bank Indonesia dilatarbelakangi status UCP yang bukan sebagai produk hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Jika Bank Indonesia dalam Surat Edaran dimaksud secara eksplisit mengharuskan LC yang diterbitkan bank umum tunduk pada UCP, ini berarti Bank Indonesia menjadikan UCP bagian dari hukum nasional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya, dalam hal LC ingin tunduk pada UCP, maka agar UCP mempunyai kekuatan hukum mengikat atas LC bank penerbit yang harus melakukan suatu tindakan yaitu mencantumkan suatu klausul dalam LC yang menyatakan bahwa LC tunduk pada UCP. 177 UCP bukanlah satu-satunya sumber hukum LC selain hukum kebiasaan internasional, putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan. 178 Pengadilan sering menggunakan UCP karena keberadaan UCP telah diterima secara internasional. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pencatuman klausul tunduk pada UCP dalam LC bukan berarti larangan bagi hakim untuk menggunakan sumber hukum lainnya dalam menyelesaikan kasus LC. Untuk mendukung pendapat ini dikemukakan pendapat ICC yang mengatakan bahwa: Because of its incorporation into the Documentray Credit, the UCP governs Documentary Credits primarily, but not solely. Courts and arbitration tribunals 177 UCP 500 Artikel 1 dan Artikel 1 UCP 600. 178 Ramlan Ginting, loc.cit., hal. 42. Universitas Sumatera Utara often apply the UCP because it is the universally followed set of customery Documentary Credits Rules and because it is perceived ass being quite close to the level of perfection permitted by the “laws” of international compromise. However, it must be recognised that incorporation of the UCP into the Documentary Credit does not prevent a court from applying its country’s national law. 179 Pendapat ICC ini yang menyatakan bahwa pengadilan dapat menggunakan hukum nasionalnya yang dilatarbelakangi kenyataan bahwa tidak semua aspek hukum LC diatur dalam UCP. Masalah penipuan sebagai contoh tidak diatur dalam UCP, melainkan diatur dalam hukum nasional. Hal ini berarti pengadilan dapat menggunakan hukum nasional dan UCP secara bersamaan dalam menyelesaikan kasus LC. Selain itu pengadilan juga tentunya dapat menggunakan hukum kebiasaan internasional. 180 3. Klasifikasi Jenis Letter of Credit Berdasarkan fungsinya LC terdiri dari 2 dua klasifikasi yakni LC sebagai alat pembayaran dan LC sebagai alat penjaminan. Sebagai alat pembayaran, LC memberi rasa aman kepada penerima, sedangkan sebagai penjamin, LC memberi rasa aman kepada pihak terjamin. LC sebagai alat pembayaran dapat dilaksanakan jika semua dokumen yang diminta LC telah dipenuhi penerima. Sebaliknya LC sebagai alat penjaminan dapat dilaksanakan jika pelaksanaan kontrak dasar yang dijamin LC tidak dapat dilakukan pihak yang dijamin. 181 Secara garis besar LC dapat diklasifikasikan menjadi: 179 ICC, UCP 500 400 Compared, hal. 2. 180 Ramlan Ginting, op.cit., hal. 43. 181 Ibid., hal. 9. Universitas Sumatera Utara 1 Basic LC yang terdiri atas: a Revocable LC adalah LC yang dapat diubah atau dibatalkan sepihak oleh pembeliimportir atau issuing bank tanpa persetujuan atau pemberitahuan kepada penjualeksportir. LC ini banyak digunakan dengan anakcabang perusahaannya atau antara perusahaan yang sudah saling mempercayai. 182 b Irrevocable LC adalah LC yang tidak dapat diubah atau dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak. 183 Irrevocable LC mengikat bank penerbit terhadap penerima. Irrevocable LC merupakan janji pasti 184 dari bank untuk membayar LC sepanjang dokumen-dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan LC. 185 c Confirming irrevocable LC adalah LC yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan dijamin sepenuhnya oleh confirming bank. 186 2 Special LC yang terdiri antara lain dari: a Red Clause LC Lazar Sarna, pakar hukum Kanada mengatakan bahwa “The red clause credit accordingly witness an intimate relationship of trust knowledge between the applicant 182 Alasdair Watson, The Finance of International Trade, hal. 122. 183 Banque Worms v. Banque Commerciale Privee, 679 F. Supp. 1773 184 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen: Letter of Credit Cara Pembayaran dalam Jual Beli Perniagaan,edisi ke-2 Yogyakarta: Liberti, 1991, hal. 33. 185 E.R. Hardy Ivamy and Paul Latimer, Casebook on Commercial Law, London: Butterworth Co., 1979, hal. 408-409. 186 Ramlan Ginting, op.cit., hal. 100. Universitas Sumatera Utara for credit and the beneficiary, since the applicant is extending a loan through his bank to the beneficiary without documentary security.” 187 LC ini memiliki klausul dengan tinta merah yang menyatakan bahwa advisingconfirming bank dapat melakukan pembayaran di muka kepada eksportirpenjualbeneficiary sebelum penyerahan dokumen pengiriman barang dilakukan. LC semacam ini sering digunakan untuk menyediakan danakredit bagi eksportir sebelum barang dikapalkan. b Green Ink LC LC ini hampir sama dengan Red Clause LC yang memberikan pembayaran di muka dengan syarat eksportir harus menyerahkan kepada advisingnegotiating bank yang ditunjuk suatu bukti atau tanda terima penyimpanan barang dari warehouse sampai beneficiary siap untuk mengapalkan barang tersebut c Revolving LC Pada LC jenis ini, nilainya dapat diperbaharui sesuai dengan nilai yang tercantum didalamnya berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan misalnya tentang nilai maksimum, kumulatif atau non-kumulatif dan sebagainya. Revolving LC merupakan LC yang dipakai berulang-ulang oleh penerima dalam jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam LC yang bersangkutan tanpa perlu menerbitkan LC yang baru atau melakukan perubahan LC yang bersangkutan. Revolving LC diterbitkan kepada penerima untuk kegiatan bisnis yang berkesinambungan dengan 187 Lazar Sarna, Letter of Credit-The Law Practice of International Trade, London: Stevens Sons, 1986, hal. 24. Universitas Sumatera Utara pemohon. Segera setelah dilakukan pembayaran kembali atas penarikan LC, nilai LC kembali tersedia kepada penerima sebesar nilai semula. 188 Revolving LC dapat bersifat kumulatif atau non-kumulatif. Revolving LC berlaku selama periode tertentu dan meng- cover wesel-wesel dari semua transaksi selama periode tersebut. Revolving LC pada umumnya bersifat revocable agar dapat dibatalkan sewaktu-waktu oleh bank penerbit jika wesel yang telah dinegosiasi tidak dibayar kembali oleh pemohon. 189 d Transferable LC UCP 500 atau UCP 600 mengatur relatif rinci LC yang dapat dialihkan transferable LC. UCP 500 atau UCP 600 mengatur bahwa LC dapat dialihkan oleh penerima kepada pemasok melalui perantaraan bank jika bank penerbit menyatakan demikian dalam LC. Pengalihan ini hanya dapat dilakukan satu kali proses kecuali LC menentukan sebaliknya. 190 Pada LC ini, beneficiary dapat dipindahtangankan berdasarkan instruksi khusus dari applicant atau importirpembeli dan syarat-syarat yang ditetapkan dalam LC tersebut. e Back to back LC Jenis LC ini merupakan LC yang diterbitkan oleh issuing bank di tempat eksportir atas permintaan eksportir yang ditujukan kepada supplier. LC induk yang dikeluarkan oleh issuing bank di negara importirpembeli. Back to back ini biasanya identik dengan LC induk, kecuali mengenai harga, tanggal pengapalan dan tanggal 188 Michael Rowe, Guarantees: Standby Letters of Credit and Other Securities, London: Euromoney Publication, 1987, hal. 14. 189 Ibid. 190 UCP 500, Artikel 48. Dan, UCP 600, Artikel 38. Universitas Sumatera Utara berlakunya. 191 Back to back LC biasa digunakan dalam hal berikut: 1 eksportir bukan supplier barang yang diekspor 2 eksportir tidak mempunyai dana untuk membayar supplier 3 eksportir ingin menjaga agar importir dan supplier tidak saling kenal 4 eksportir ingin merahasiakan harga barang. f Stand by LC Jenis LC ini merupakan LC yang diberikan issuing bank atas permintaan applicantpeminjamkontarktor sebagai jaminan khusus kepada pihak beneficiary apabila gagal untuk memenuhi atau melaksanakan kontraknya. Bernard S. Wheble menyatakan bahwa Standby LC hakikatnya adalah bank penerbit bersiap-siap untuk melaksanakan kewajibannya dalam hal pemohon wanprestasi. Standby LC dapat digunakan untuk menjamin pembayaran kembali kepada obligee jika obligor gagal melaksanakan prestasi yang diperjanjikan dalam kontrak. Dalam standby LC obligee adalah penerima dan obligor adalah pemohon. 192 g Negotiable atau Open LC Jenis LC ini merupakan LC di mana beneficiary dapat mengajukan wesel dan dokumen-dokumen lampirannya ke bank yang ditunjukknya. Jika negosiasi dilakukan oleh bank penerbit atau bank pengkonfirmasi selalu tanpa disertai hak regres without 191 International Trade Centre UNCTAD-GATT, The Financing of Exports from Developing Countries, hal. 66. 192 Bernard S. Wheble yang mengutip 12 C.F.R. Seksi 7 1160 1981, “Problem Childern Standby LC and Simple First Demand Guarantee”, 24 Arizona Law Review, 1982, hal. 301-302. Universitas Sumatera Utara recourse terhadap penerima, sedangkan negosiasi oleh bank yang ditunjuk lainnya selalu dengan hak regres with recourse terhadap penerima. 193 h Merchant’s LC Jenis LC ini berbeda dengan bankers LC, karena LC dibuka oleh importir melalui banknya yang ditujukan kepada eksportir untuk menjamin pembayaran draft pada saat jatuh tempo, tetapi tidak bertanggung jawab atau mengikat diri untuk pelunasan LC tersebut. Jenis LC ini sudah saling kenal dan percaya atau perusahaan yang berafiliasi atau merupakan subsidiary dengan perusahaan induknya. 194 i Usance LC Jenis LC ini merupakan cara pembayaran yang dilakukan dengan pemberian kredit oleh eksportir kepada importir untuk jangka waktu antara 90 hingga 180 hari dengan menerbitkan timedraftwesel. Pemberian fasilitas kredit ekspor dimaksudkan untuk mendorong pemasaran produk ke pasar ekspor. Bila eksportir memerlukan dana dapat mencairkan draftweselnya dengan diskonto pada bank. 195 193 ICC, Decisions 1975-1979 of the ICC Banking Commision, Paris: ICC, 1980, hal. 17. 194 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Bogor; Ghalia Indonesia, 2006, hal. 320. 195 Ibid., hal. 323. Universitas Sumatera Utara

B. Prinsip Fiduciary Duty terhadap Pertanggungjawaban Direksi Bank dalam