Kerangka Teori Prinsip Fiduciary Duty Terhadap Pertanggungjawaban Direksi Bank Dalam Pembayaran Letter Of Credit

3 Maraganti Panggabean dengan judul Analisis Pertanggungjawaban Direksi Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada tahun 2008. Dalam penelitian ini yang dibahas merupakan cakupan pembahasan tanggung jawab direksi sebatas perbandingan antara UUPT 1995 dengan UUPT 2007. Dengan demikian, berdasarkan penelusuran pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitian ini bahwasanya dapat dikategorikan sebagai penelitan yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuwan akdemisi, karena dilakukan melalui kejujuran secara rasional, objektif dan terbuka.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan penelitian, maka digunakan beberapa teori dan konsep dalam rangka pelaksanaan prinsip fiduciary duty terhadap pertanggungjawaban direksi sebagai dasar analisis.

1. Kerangka Teori

a. Teori Personalitas Hakikat prinsip fiducary duty pada tataran dokrin hukum perseroan adalah terletak pada jabatan yang diemban direksi sebagai kewajiban atau tugas menunaikan amanah dari shareholder maupun stakeholder dalam bentuk pertanggungjawaban. Menurut Try Widiyono, tanggung jawab direksi wajib dilakukan berdasarkan 3 tiga prinsip yang terjalin dalam satu sistem, yaitu prinsip fiduciary duty, prinsip duty of care and skill, dan prinsip standard of care. Adapun prinsip duty of care and skill dan prinsip Universitas Sumatera Utara standard of care hakikatnya merupakan implementasi lebih lanjut dari prinsip fiduciary duty. 31 Namun demikian, guna memahami prinsip fuduciary duty yang lebih komprehensif, adakalanya terlebih dahulu akan dikemukakan tentang personalitas perseroan. Hal ini dianggap perlu sebab keberadaan direksi tidak terpisahkan dari teori personalitas mengingat perseroan sama seperti halnya perorangan manusia baik pria maupun wanita yang masih anak-anak atau sudah dewasa adalah subjek hukum yang memiliki personalitas atau kepribadian personality or individuality. Manusia sebagai person atau perorangan sebagai subjek hukum, memiliki hak hidup yang dilindungi hukum. Berhak memiliki kekayaan di depan hukum. Bahkan pada dirinya melekat berbagai hak asasi yang harus dihormati penguasa dan anggota masyarakat lain. Pada masa sekarang, secara universal, semua manusia sebagai perorangan tanpa membedakan jenis kelamin, golongan, kelompok, ras dan agama, dapat menegakkan hak-haknya di depan pengadilan. Sebaliknya, kepadanya dapat diminta pertanggungjawaban atas pelanggaran kewajiban hukum yang melekat pada hak tersebut di depan pengadilan. Sebagaimana M. Yahya Harahap mengatakan: Semua manusia sebagai perorangan adalah badan hukum legal person dan hal itu melekat pada dirinya sejak lahir, serta keadaan itu berlangsung selama hidupnya sejak lahir sampai meninggal dunia. Akan tetapi, bukan manusia perorangan saja yang bisa menjadi subjek hukum dan badan hukum. Perseroan bisa juga menjadi badan hukum, oleh karena itu bisa subjek hukum. Apabila sesuatu mempunyai ‘hak’ recht, right dan ‘kewajiban’ duty seperti layaknya manusia, maka menurut hukum setiap apa pun yang mempunyai hak dan kewajiban adalah subjek hukum dalam kategori ‘badan hukum’ rechtpersoon, legal person, legal entity. Dengan demikian, tidak selamanya badan hukum harus manusia natural person. Badan hukum yang bukan manusia itulah the non-human legal person yang disebut pada 31 Try Widiyono, op.cit., hal. 87. Universitas Sumatera Utara Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Namanya disebut ‘Perseroan Terbatas’ Naamlozevetnootscahp, corporation limited by shares. 32 Secara umum, kata perseroan atau korporasi berasal dari kata corpus dalam bahasa Latin yang berarti badan, tubuh atau raga body. 33 Kemudian kata itu berkembang menjadi corporation atau perseroan yang lahir dan dicipta melalui proses hukum processrecht, legal process. Bukan halnya lahir melalui proses alamiah natural birth seperti layaknya manusia dan oleh karena itu sebabnya disebut “badan hukum buatan” kunsmatige rechtspersoon, artificial legal person. 34 Pemahaman bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang didirikan untuk tujuan mendapatkan laba, di samping juga memiliki visi dan misi tertentu. Untuk mencapai laba, mewujudkan visi dan menjalankan misinya, perseroan melakukan berbagai kegiatan. Menurut Malvin Aron Eisenberg yang mendefinisikan perseroan yakni: The business corporation is an instrument through which capital is assembled for the activities of producing and distributing goods and services and making investments. Accordingly, a basic premise of corporation is that a business corporation should have as its objective the conduct of such activities with a view to enhancing the corporation’s profit and the gains of the corporation’s owners, that is, the shareholders. 35 Definisi di atas menjelaskan bahwa perseroan yang bergerak dalam bisnis terdapat beberapa ciri yaitu, merupakan suatu instrument, ada modal, melakukan aktivitas produksi dan distribusi barang dan jasa serta bertujuan memperoleh laba. 32 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 53. 33 K. Prent Cm, dkk., Kamus Latin-Indonesia, Jakarta: Kanisius, 1969, hal. 109. 34 MC. Oliver and EA Marshal, Company Law, Eleventh Edition, The M E Handbook Series, 1991, hal. 10. 35 Melvin Aron Eisenberg, sebagaimana yang dikutip oleh Robert A. G. Monks and Nell Minow dalam buku Corporate Governance Victoria : Blackwell Publishing, 2004, hal. 8. Universitas Sumatera Utara Definisi tersebut lebih menonjolkan sifat persero sebagai unit bisnis, yang tentunya secara inherent melekat risiko. Dikaitkan dengan sifat bisnis yang telah diungkapkan tersebut, perseroan ditinjau dari sisi kedudukan hukumnya merupakan sebagai badan hukum Legal Person, Legal Entity dan dianggap sebagai subjek hukum yang cakap melakukan tindakan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Dengan demikian sebutan Perseroan Terbatas PT sebagai badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas limited liability karena setidaknya mempunyai lima ciri khusus atau karakteristik yaitu: sebagai personalitas hukum legal personality; memiliki tanggung jawab terbatas limited liability; sahamnya dapat dialihkan transferable shares; ada pendelegasian manajemen oleh struktur direksi; dan kepemilikan oleh investor. 36 Senada dengan hal di atas M. Yahya Harahap memberikan batasan bahwa “Meskipun perseroan badan hukum artifisial namun dia tidak fiktif fictitious, tetapi nyata-nyata ada melakukan kegiatan bisnis atau kegiatan usaha di tengah-tengah masyarakat.” 37 Jika dilihat secara nyata memang keberadaan perseoran sebagai badan hukum berbeda dengan manusia perorangan. Berbagai teori telah muncul mengenai konsep personalitas rechtpersoonlijkheid tentang perseroan sebagai badan hukum. Berkenaan dengan hubungan kelompok di antara organ terdapat sebuah teori yang dinamakan entity theory teori entitas atau fiat 36 Ridwan Khairandy, “Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum,” dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 3. 2007, hal. 5 37 M. Yahya Harahap, op.cit., hal. 54. Universitas Sumatera Utara theory teori fiat. 38 Teori ini berasal dari Romawi dan Common Law yang mengatakan, pada dasarnya perseroan sebagai badan hukum adalah buatan atau “ciptaan fiksi” ficitious artificial yang disebut entitas hukum legal entity or juristic entity yang memiliki personalitas fiktif. Kemudian pokok-pokok yang didasarkan dalam teori ini adalah perseroan merupakan organisme yang mempunyai identitas hukum yang terpisah dari anggotanya atau pemiliknya. Oleh karena itu, perseroan adalah badan hukum buatan melalui proses hukum. Dengan demikian pada dasarnya perseroan itu bersifat fiktif karena kelahirannya semata-mata melalui “persetujuan” pemerintah dalam bentuk fiat atau approval atau consencus of the government. Maka menurut teori ini, kepribadian atau personalitas perseroan sebagai badan hukum adalah “pengakuan hukum” terhadap kepentingan sekelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan perusahaan atau bisnis. Kepribadian atau personalitas orang-orang itu dan berkumpulnya mereka dalam badan hukum itu berbeda distinct dengan personalitas dari individu anggotanya. Dengan demikian yang menonjol adalah kepentingan kelompok group interest yang berwujud badan hukum yang diberi nama perseroan yang terpisah separate dari kepentingan individu separate from the individual interest. Teori personalitas yang lain adalah teori realistik atau disebut juga inherence theory. Menurut teori ini bahwasanya perseroan sebagai grup atau kelompok, di mana kegiatan dan aktivitas kelompok itu “diakui hukum terpisah” separate legal recognition dari kegiatan dan aktivitas individu kelompok yang terlibat dalam 38 Harry G. Henna et.al., sebagaimana dikutip oleh M. Yahya Harahap, op.cit. hal. 56. Universitas Sumatera Utara perseroan. Dengan demikian jumlah peserta aggregate terpisah dari komponen aggregate distinct of separate from components. 39 Melihat ketentuan sebagaimana di atas jika dilanjutkan sama halnya dengan “teori simbol” symbol theory yang berprinsip bahwa perseroan sebagai simbol keseluruhan dari perorangan kelompok yang bergabung dalam kegiatan usaha perseroan tersebut, merupakan orang-orang atau pribadi-pribadi yang terikat bergabung bersama dalam kegiatan usaha perseroan yang memiliki kepribadian hukum atau personalitas hukum legal personality yang berbeda dan terpisah distinct and separate dari kepribadian hukum individu personnya. Oleh karena itu, hukum membolehkan law permits penerapan tanggung jawab terbatas limited liability hanya sebatas harta kekayaan perseoran, dan menggugat dan digugat atas nama perseroan dan diakui memiliki “pengurusan” yang disebut direksi Board of Directors yang bertindak mengurus usaha management perseroan, serta mewakili representative perseroan. 40 Di samping berdasarkan semua ketentuan di atas, ada juga teori organ theory organ yang dikemukakan Otto van Gierkie yang berpendapat, perseroan sebagai badan hukum adalah “realita sesungguhnya”, yang sama halnya dengan sifat kepribadian manusia. Sebab seperti halnya personalitas manusia, perseroan sebagai badan hukum, juga mempunyai maksud, tujuan dan kehendak seperti halnya manusia. 41 39 M. Yahya Harahap, op.cit. 40 Ibid. 41 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002, hal. 27. Universitas Sumatera Utara b. Doktrin Fiduciary Duty Sejalan dengan teori personalitas, teori yang berkaitan dengan prinsip tanggung jawab direksi adalah yang sering disebut dengan doktrin fiduciary duty. 42 Pada dasarnya doktrin ini merupakan penjabaran dari duty of loyalty and good faith bersama-sama dengan duty of care and skill, dalam sistem common law dikenal dengan nama fiduciary duty. 43 Charles.O’Kelley, Jr. meninjau dari sisi perseroan menyatakan bahwa fiduciary duty memiliki dua fungsi sebagai berikut : In the corporate setting, fiduciary duty has two quite different functions. First, it instructs directors to be absolutely fiar and candid in pursuing personal interests. Thus, the duty of loyalty makes it wrongful for a directors to unfairly compete with her corporation or to unfairly divert corporate resources or opportunities to her personal use. Second, fiduciary duty describes the bounds of acceptable conduct for directors in carrying out their individual and collective duty to manage the corporation. In both of these functions, fiduciary duty raises a core issue how to optimally reduce the possibility that the directors will favour personal interest over the corporation’s interests. 44 Melalui penjabaran prinsip fiduciary duty sebagaimana tersebut di atas, Henry Campbell Black mendefinisikannya sebagai teori fiduciary duty, yakni suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, di mana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban standart of duty yang 42 Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau sedang menjalankan fungsi dalam kapasitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya. Robert R. Pennington, Directors’ Personal Liability, Collin: Professional Books, 1997, hal. 33. 43 Gunawan Wijaya, op.cit., hal. 24. 44 Charles O’Kelley, Jr., Robert B.Thompson, Corporation and Other Business Associations, Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1992, hal. 235. Universitas Sumatera Utara paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary duty ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil trustee atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence yang dalam dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan keterusterangan candor. Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung guardian, termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan clietn-nya. 45 Tidak semua orang yang diharapkan dan dihadapkan pada semua lini keadaan untuk memiliki suatu standar keahlian tertentu yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam beberapa hal, seseorang yang diangkat sebagai anggota direksi karena keahliannya dalam bidang tertentu, misalnya seorang akuntan diangkat sebagai anggota direksi karena keahliannya di bidang akuntansikeuangan. Dalam hal ini, standar yang diharapkan dari anggota direksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan anggota direksi lainnya yang tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang sama. Dalam perspektif demikian, maka anggota direksi tersebut patut diharapkan dapat bertindak dari keahliannya tersebut. Dalam beberapa kejadian, seorang anggota direksi dapat dianggap telah melanggar duty of care jika dalam menghadapi suatu persoalan yang rumit ia tidak 45 Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, Sixth Edition. ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1990, hal. 62. Universitas Sumatera Utara mencari pendapat ahli untuk memberikan masukan dalam mengambil keputusan terhadap persoalan yang dihadapinya. 46 Direksi dianggap telah memenuhi kewajibannnya menjalankan prinsip duty of care apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Membuat keputusan bisnis yang tidak ada unsur kepentingan pribadi, berdasarkan informasi yang mereka percaya didasari oleh keadaan yang tepat, dan 2. Secara rasional mempercayai bahwa keputusan bisnis tersebut dibuat untuk kepentingan terbaik bagi perusahaan. 47 Salah satu tolok ukur memutuskan apakah suatu kegiatan disebabkan oleh keputusan bisnis business judgement tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah: 1. Memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar; 2. Tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik; 3. Memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan. 48 c. Konsep Trust Theory. 46 Gunawan Wijaya, op. cit., hal. 34-35. 47 Heidi Mandanis Schooner, “Fiduciary Duties Demanding Cousin: Bank Director Liability for Unsafe or Unsound Banking Practices”, dalam George Washington Law Review, Januari 1995, hal. 180. 48 Detlev F. Vagts, sebagaimana yang dikutip oleh Boni F. Sianipar dalam “Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan”. Tesis pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, Medan, 2008, hal. 69. Universitas Sumatera Utara Sebelum berlakunya UUPT di Indonesia, jelas bahwa hukum Indonesia tidak menganut doktrin fiduciary duty. Hal ini disebabkan KUHD Indonesia merupakan penjelmaan dari KUHD Belanda, di mana KUHD Belanda diambil dari Prancis setelah Code Napoleon. Sebagaimana diketahui bahwa Code Napoleon tidak mengakui adanya prinsip fiduciary duty atau trustee. Sehingga seperti telah dijelaskan bahwa pada prinsipnya doktrin fiduciary duty terhadap direksi tidak diakui dalam sistem hukum Eropa Kontinental civil law system. Hubungan antara direksi dengan perseroan yang dipimpimnya dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah hubungan antara pemberi kuasa perusahaan dengan penerima kuasa direktur, atau jika direktur diberi upah, maka secara legal hubungan tersebut merupakan juga hubungan perburuhan. 49 Oleh karena hubungan direktur sebagai penerima kuasa maka dia hanya bertanggung jawab secara pribadi dalam hal dia menjalankan tugasnya melebihi dari kuasa yang diberikan kepadanya sesuai dengan anggaran dasar perusahaan. Dengan demikian, secara konkrit dapat dikatakan jika dalam common law system direktur menurut standar tertentu sebagai trustee, maka menurut civil law system seorang direktur pada prinsipnya bertindak hanya dengan memperlihatkan anggaran dasar perusahaan. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa istilah “fiduciary” sama dengan istilah “trust”. Untuk istilah “trust” tersebut Munir Fuady menjabarkannya dalam ilmu hukum bahwa terdapat beberapa batasan tentang pengertian tersebut, yakni: 49 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2 Jakarta: Djambatan, 1991, hal. 149. Lihat juga Munir Fuady, Doktrin-doktrin dalam Corporate Law dalam Eksistensi Hukum di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 48. Universitas Sumatera Utara 1. Trust berarti kepercayaan yang diberikan kepada seseorang dalam hal ini kepada trustee untuk kepentingan pihak lain yang disebut dengan Cestui Que Trust, berkenaan dengan suatu harta benda yang dimasukkan ke dalam kekuasaan trustee untuk kepentingan pihak Cestui Que Trust tersebut. 2. Trust merupakan suatu hak atas harta benda, bergerak atau pun tidak bergerak, yang dikuasai oleh seseorang untuk kepentingan pihak lain. 3. Trust merupakan suatu hubungan fiduciary dalam hubungan dengan suatu harta benda yang melibatkan seseorang yang menguasai harta benda tersebut dan mempunyai tugas-tugas secara equity untuk mengadakan pengurusan atas harta benda tersebut untuk kepentingan pihak lain, yang berasal dari adanya manifestasi dari maksud untuk menciptakan trust yang bersangkutan. 4. Trust merupakan setiap perbuatan hukum dengan nama suatu harta benda dialihkan dengan maksud agar harta benda tersebut diatur oleh trustee untuk kepentingan pihak lain. 5. Trust merupakan suatu kewajiban yang dibebankan terhadap seseorang dengan suatu kepercayaan yang diberikan oleh orang lain untuk mengelola suatu harta benda secara baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Seperti juga setiap sifat dari suatu peralihan harta benda, maka harta benda tersebut tidak hanya semata-mata untuk dikuasai oleh orang tersebut, tetapi juga guna dipergunakan untuk maksud-maksud tertentu untuk kepentingan pihak ketiga. 50

2. Konsepsional