Penerapan Prinsip Kehatian-hatian Prudential Banking dalam

pembinaan dan pengawasan bank yang efektif, yang telah disetujui untuk diterapkan di Indonesia melalui komitment yang dilakukan oleh BI dengan IMF. Pembinaan dan pengawasan yang berlandaskan kepada ketentuan BIS layak diimplementasikan tidak hanya terhadap perbankan, tetapi juga lembaga keuangan non- bank. Hal ini relevan dipertimbangkan mengingat empiris historis di Indonesia memperlihatkan cukup banyak kasus perbankan yang notabene di bawah pengawasn bank sentral sesungguhnya berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan non-bank. 209

2. Penerapan Prinsip Kehatian-hatian Prudential Banking dalam

Pembayaran Letter of Credit Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan usaha bank selain berbentuk simpan pinjam ada juga yang berbentuk jasa pelayanan, salah satunya ialah pemberian fasilitas Letter of Credit. Pembayaran Letter of Credit terdiri dari empat cara yaitu pembayaran atas unjuk by sight payment, pembayaran yang ditangguhkan by deferred payment, pembayaran akseptasi payment by acceptance, pembayaran negosiasi payment by negotiation. Setiap penerbitan LC harus ditentukan pembayarannya berdasarkan salah satu dari empat cara pembayaran tersebut. Masing-masing cara pembayaran LC ini memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda satu terhadap yang lainnya. 210 Pada keempat cara pembayaran LC di atas, sebelum bank menentukan pembayaran terlebih dahulu bank wajib memeriksa semua dokumen yang diajukan kepadanya untuk menentukan kesesuaiannya dengan persyaratan LC. Batas waktu bank melakukan penelitian dokumen adalah paling lama 5 lima hari kerja perbankan setelah 209 Ibid. 210 Ramlan Ginting, Metode Pembayaran Internasional, Jakarta: Universitas Trisakti, 2009, hal. 34. Universitas Sumatera Utara hari presentasi dokumen kepada bank. UCP 600, Artikel 14 huruf b menyatakan sebagai berikut: “A nominated bank acting on its nomination, a confirming bank, if any, and the issuing bank must examine a presentation to determine, on the basis of the documents alone, whether or not the documents appear on their face to constitute a complying presentation.” Nominated bank yang bertindak sesuai nominasinya, confirming bank, jika ada issuing bank masing-masing memiliki waktu maksimum lima hari kerja perbankan setelah hari presentasi untuk menentukan jika presentasi sesuai. Jangka waktu ini tidak dikurangi atau sebaliknya dipengaruhi oleh terjadinya setiap tanggal jatuh tempo atau hari terakhir untuk presentasi pada atau setelah tanggal presentasi. Bertitik tolak dari batasan waktu pemeriksaan dokumen bank menentukan pembayaran LC. Pembayaran LC didasarkan pada hasil pemeriksaan dokumen- dokumen yang diajukan beneficiary kepada bank. Bila bank menetapkan bahwa dokumen-dokumen yang diajukan beneficary telah memenuhi persyaratan LC, maka bank wajib melakukan pembayaran LC. Namun, pelaksanaan pembayaran LC secara aktual tergantung pada cara pembayaran yang ditetapkan dalam LC. Untuk cara pembayaran atas unjuk, bank melakukan pembayaran kepada beneficary segera setelah bank menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang diajukan beneficiary telah memenuhi persyaratan LC. Demikian juga halnya pada pada pembayaran negosiasi, bank melakukan pembayaran kepada beneficiary setelah bank menyatakan bahwa dokumen- dokumen yang diajukan beneficary telah memenuhi persyaratan LC. Sebaliknya, pada pembayaran yang ditangguhkan dan pembayaran akseptasi, bank melakukan pembayaran LC kepada beneficiary pada saat instrumen pembayaran jatuh tempo. Berdasarkan Artikel 13 b UCP 500, bank dalam meneliti dokumen-dokumen dan menentukan sikap mengambil alih atau menolak dokumen-dokumen serta memberitahu Universitas Sumatera Utara pihak pengirim dokumen-dokumen hanya memliki waktu maksimum 7 tujuh hari kerja perbankan setelah hari penerimaan dokumen-dokumen dimaksud. Akan tetapi, dalam era persaingan perbankan yang sangat kompetitif sekarang ini bank terkait akan berupaya melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya untuk meneliti dokumen-dokumen lebih cepat dari batas waktu 7 tujuh hari kerja perbankan tersebut. Namun dalam keadaan force majeur karena tindakan pemerintah atau akibat-akibat alam, jangka waktu 7 tujuh hari dimaksud dapat dilampaui. 211 Sementara, sesuai Artikel 14 b UCP 600, bank dalam meneliti dokumen- dokumen hanya memiliki waktu maksimum 5 lima hari kerja perbankan setelah hari presentasi untuk menentukan presentasi yang sesuai. Dan, Artikel 15 UCP 600 mengatakan bahwa bank penerbit dan bank pengkonfirmasi wajib melakukan honour atau negotiete atas presentasi yang sesuai. Artinya, begitu bank penerbit atau bank pengkonfirmasi telah menetapkan presentasi yang sesuai berdasarkan Artikel 14 b UCP 600 maka berdasarkan Artikel 15 UCP 600 bank penerbit atau bank pengkonfirmasi memasuki proses settlement untuk honour atau negotiate. Inti Artikel 15 UCP 600 adalah ‘bayar ketika presentasi sesuai’. Namun, Artikel 15 UCP 600 tidak mengatur kapan realisasi honour atau negotiate itu. Melalui pendekatan kasus, pembobolan bank BNI misalnya, penyalahgunaan LC sebagai cara pembayaran dalam dunia perbankan yang berdampak yuridis, di mana dalam hal ini identik dengan perbuatan pidana korupsipenipuan yang muncul ke permukaan setelah terjadinya beberapa kasus mengenai pembobolan BNI senilai Rp 1,7 211 Ibid., hal. 222. Universitas Sumatera Utara triliun. Jika proses perbankan yang normal dan menganut prinsip-prinsip kehati-hatian prudential banking practice diterapkan oleh BNI dalam memberikan fasilitias usance LC kepada Gramarindo dan Petindo, tentunya hal ini akan melalui proses yang panjang. Skema yang digunakan dalam pembobolan BNI diawali dengan permintaan pembukaan LC oleh para pengusaha yang diduga sebagai pembobol itu kepada bank- bank di luar negeri. Untuk menambah keyakinan bank BNI atas LC yang akan dibuka ini, para pengusaha pun meminta bank-bank lain untuk melakukan konfirmasi atau turut menjamin penerbitan LC ini. Berdasarkan LC inilah kemudian perusahaan ini meminta Bank BNI mencairkan kredit ekspornya. Bank BNI tentu dengan mempertimbangkan kelayakan LC tersebut berani memberikan kredit ekspornya. Apa yang terjadi kemudian adalah dana yang diperoleh dari kredit ekspor ini tidak digunakan untuk ekspor, bahkan digunakan untuk pembayaran utang–utang perusahaan itu. Dalam memberikan kredit ekspor tentu di samping melihat kualitas bank penerbit LC, seharusnya Bank BNI menganalisa creditworthiness kelayakan kredit dari debitornya. Dari mulai meneliti barang yang akan diekspor sampai kompetensi debitor di dalam bisnis yang akan dibiayai. Limit kredit cabang Kebayoran seperti diberitakan adalah sebesar Rp 1,5 miliar. Artinya pemberian kredit di atas jumlah tersebut harus dengan persetujuan kantor wilayah atau kantor pusat. Mengherankan apabila kredit senilai Rp 1,7 Triliun bisa dieksekusi di tingkat cabang. Pemberian kredit sebesar itu hampir dipastikan diketahui tidak hanya sekedar pejabat cabang. Di dalam praktik bank di mana pun, bagian yang melakukan proses approval persetujuan, Universitas Sumatera Utara analisa kredit, dan yang melaksanakan penerbitan LC adalah bagian- bagian yang terpisah. Sehingga keterlibatan banyak pihak adalah bagian inherent di dalam prosses pemberian kredit yang besar. 212 Kasus ini dapat menunjukkan betapa sistem pengendalian intern yang dimiliki oleh Bank BNI patut dipertanyakan karena tidak dapat menangkap isyarat awal akan terjadinya skandal yang demikian besar secara hitungan rupiah. Padahal di dalam ketentuan- ketentuan tentang prinsip kehati- hatian, risk management, dan compliance system yang dikeluarkan Bank Indonesia jelas-jelas disebut bahwa direksi bertanggung jawab atas tersedia dan terlaksananya system internal control yang mumpuni, identifikasi risiko setiap transaksi, dan terpenuhinya ketentuan- ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dalam kejadian kasus ini, seharusnya Direksi Bank BNI dapat digolongkan telah melakukan kesalahan atau pun kelalaian. Apabila meninjau pada prinsip-prinsip kehati-hatian prudential banking principles sebelum menerbitkan kemudian melakukan pembayaran Letter of Credit kepada perusahaan, maka sekurang-kurangnya terdapat lima 5 prinsip kehati-hatian yang dimaksud, yang telah dikenal secara umum dalam dunia perbankan. 213 Dalam melakukan penilaian terhadap calon debitor, maka bank harus berpedoman terhadap faktor-faktor, seperti : 212 Cepi J. Malik, op.cit. 213 Lihat Rizky Harta Cipta, “Strategi Bank Atas Efektivitas Penerapan Prudential Banking Principles Dalam Rangka Pembiayaan” dalam http:www.hukumpositif.comblog5, diakses 19 September 2010. Universitas Sumatera Utara 1. Watak character, yang berarti, bank harus dapat menilai calon debitor memiliki pembawaan, karakter, dan sifat-sifat yang baik dalam melaksanakan kewajiban- kewajibannya kewajiban dalam membayar pinjaman. 2. Kemampuan capacity, yang berarti, bank harus dapat menilai calon debitor Memiliki kemampuan-kemampuan secara ekonomis pada masa sekarang dan masa mendatang dalam melakukan pembayaran pinjamannya. 3. Modal capital, yang berarti, bank harus dapat menilai calon debitor memiliki aset-aset ekonomis yang dapat dijadikan sarana calon debitor melaksanakan kewajiban-kewajibannya melakukan pembayaran pinjaman. 4. Jaminan collateral, yang berarti, bank harus dapat menilai aset calon debitor yang dijaminkan memiliki nilai ekonomis yang proposional dengan jumlah pinjaman pembiayaan yang diberikan bank kepada calon debitor. 5. Kondisi ekonomi condition of economy, yang berarti bank harus dapat menilai stabilitas kondisi ekonomi dan keuangan calon debitor, pada saat peminjaman dan perkiraan pada masa mendatang. Jaminan secara yuridis mempunyai fungsi untuk mengkover hutang. Oleh karena itu, jaminan di samping faktor-faktor lain watak, kemampuan, modal, jaminan dan kondisi ekonomi, dapat dijadikan sebagai sarana perlindungan untuk para kreditur dalam kepastian atau pelunasan utang calon debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur. 214 214 Djumhaendah Hasan, “Aspek Hukum Jaminan Kebendaan dan Perorangan” dalam Jurnal Hukum Bisnis volume II, hal. 16. Universitas Sumatera Utara Apabila meninjau lebih mendalam pada fungsi jaminan Collateral, maka jaminan sangat dibutuhkan untuk menanggung kegagalan kredit. Oleh karena itu dalam praktik, calon debitur diwajibkan memberikan jaminan kepada bank dengan nilai yang sama atau lebih tinggi dari pinjaman pembiayaan yang diberikan oleh bank. Selain itu, dalam praktik bank selalu menilai jaminan calon debitor lebih rendah dari nilai pasar, sebagai nilai penyusutan yang harus ditanggung oleh calon debitor. Penerapan prinsip kehati-hatian, seperti menggunakan metode 5 C Analisis, dapat diperkuat dengan penerapan skim asuransi kredit. Sehingga dengan diterapkannya skim asuransi, dapat memberikan penurunan kegagalan resiko kredit yang terjadi di masa mendatang.

3. Akibat Hukum Bila Direksi Bank Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-hatian